Kepalanya memakai topi untuk menghindari terik matahari. Meski menyengat, mereka tetap berdiri di antara jejeran mobil sambil terus melambaikan tangan meng atur lalu lintas. Mereka adalah juru parkir da dakan yang muncul pada saat terjadi kemacetan.
Seperti yang terjadi di lokasi wisata Dusun Bambu. Kemacetan kendaraan yang mengular hingga 3 km mengakibatkan munculnya ‘polisi cepek’ dadakan. Adalah Nandang Suherman yang telah menjadi polisi cepek dadakan selama tiga hari di lokasi tersebut.
Dia mengatakan, tidak ada paksaan atau perintah untuk menjadi polisi cepek. Semua dilakukannya dengan ikhlas, terutama untuk membantu melancarkan lalu lintas di desanya tersebut. "Di sini kan banyak anak-anak. Jadi, kami berdiri di sana sekalian untuk membantu warga agar tidak terganggu," ujar dia.
Lelaki yang dalam kesehariannya bekerja sebagai supir pengangkut barang ini mengatakan, tidak ada permintaan uang dalam melakukan tugasnya sebagai polisi cepek. Namun, bila pengunjung memberikan uang, Nandang mengaku tidak menolak. "Yang penting saya tidak meminta, tapi kalau diberi ya diterima," ujarnya sambil beristirahat di sebuah warung kecil.
Awalnya, para polisi cepek memang meminta uang kepada para pengendara. Namun, pengelola tempat wisata Dusun Bambu mela rang mereka melakukan hal tersebut demi kenyamanan pengunjung yang datang.
Lelaki 46 tahun itu menjelaskan, pihak pengelola, perwakilan polisi cepek, dan juga ketua RW telah berkoordinasi terkait larangan tersebut dan juga jumlah kompensasi yang diberikan pihak pengusaha kepada mereka. "Pengelola memberi Rp 1 juta untuk dibagi rata ke seluruh warga yang menjadi polisi cepek dan kasih nasi (red; makan) juga," kata dia.
Bila dihitung secara kasar, dalam sehari Nandang mampu mendapatkan uang sebesar Rp 30 ribu. Selain itu, warga Desa Kertawangi, Cisarua pun menyediakan kantung parkir yang bisa digunakan pengunjung.
Kantung parkir tersebut merupakan lahan luas milik PDAM. Nandang mengaku telah meminta izin kepada pihak terkait dan telah mengantongi izin. "Pihak PDAM hanya minta keamanannya saja," kata dia.
Untuk itu, Nandang berkoordinasi dengan warga lain untuk membantunya menjaga keamanan di desanya itu. Namun, niat baik Nan dang dan warga desa Kertawangi rupanya kurang disambut positif oleh pengunjung. Terlihat, hanya dua atau tiga kendaraan roda empat yang ada di kantung parkir tersebut.
Hal itu dikatakan Nandang karena rasa takut akan biaya parkir yang mahal dan juga keamanan kendaraannya. Padahal, dia dan warga lainnya hanya meminta uang parkir secara sukarela.
Tapi Nandang tidak marah ataupun meminta lebih. Karena niat awal Nandang mem buka kantung parkir tersebut lantaran ingin mem bantu pengunjung yang kehabisan lahan parkir di dalam obyek wisata tanpa harus berjalan jauh ataupun berputar arah kembali.
Meski esok rutinitas sudah kembali normal, tempat wisata tersebut masih didatangi banyak pengunjung baik wisatawan lokal maupun luar kota. Itu artinya, masih ada setetes rejeki buat ‘pak ogah’ dadakan ini.rep:c65, ed: agus yulianto