Sabtu 07 Jan 2017 16:00 WIB

Cabai Cetak Rekor Rp 200 Ribu per Kilogram

Red:
Pedagang memilah cabai di Pasar Senen, Jakarta, Rabu (4/1) malam. Harga cabai di sejumah pasar tradisional di Jakarta mengalami kenaikan. Terutama harga cabai rawit merah melonjak hingga Rp 130.000/Kilogramnya,hal ini disebabkan karena tingginya curah huja
Foto: Republika/Prayogi
Pedagang memilah cabai di Pasar Senen, Jakarta, Rabu (4/1) malam. Harga cabai di sejumah pasar tradisional di Jakarta mengalami kenaikan. Terutama harga cabai rawit merah melonjak hingga Rp 130.000/Kilogramnya,hal ini disebabkan karena tingginya curah huja

SORONG  Pedasnya harga cabai rawit terasa di seluruh daerah di Indonesia. Pedagang di pasar tradisional di Jawa, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua, mengeluhkan lonjakan harga cabai yang tidak normal. Dalam dua pekan terakhir, harga cabai serentak melesat menembus Rp 100 ribu per kilogram.

Harga cabai rawit tertinggi di Indonesia ada di pasar di Raja Ampat, Papua Barat, dan di Nunukan, Kalimantan Timur. Di Raja Ampat, harga satu kilogram cabai rawit sudah menembus Rp 200 ribu. Sementara di Nunukan, harga satu kilogram mencapai Rp 150 ribu. Kenaikan harga baru terjadi beberapa hari terakhir.

Pedagang Pasar Waisai Raja Ampat, Sorong, Nurlia (45 tahun),  Jumat, mengaku menawarkan satu kilogram cabai rawit seharga Rp200 ribu ke pembeli. Harga itu meroket Rp140 ribu dari harga sebelumnya Rp 60 ribu.

Nurlia mengaku harga cabai rawit dari tingkat agen di Kota Sorong sudah naik. Ia tak punya pilihan selain menaikkan harga penjualan kepada konsumen.

Saat ini pasokan cabai rawit dari agen dan petani terbatas, sedangkan permintaan di pasar cukup tinggi. Pedagang terpaksa 'mengimpor' cabai dari Sulawesi Selatan. Meskipun harga cabai tinggi, Nurlia mengklaim, tidak mengurangi minat masyarakat untuk membeli.

Di Nunukan, Hasnah, pedagang bumbu masak di Pasar Inhutani mengatakan, harga cabai Rp 150 ribu sudah sejak empat hari terakhir. Pemicunya serupa, yakni kekurangan pasokan dari petani lokal maupun dari luar daerah.

Selain itu, kata dia, tidak ada pula pasokan dari Tawau Negeri Sabah, Malaysia akibat adanya pelarangan dari pemerintah negara itu mengeluarkan produknya ke Kabupaten Nunukan.

Hasnah mengatakan, cabai kecil yang dijual saat ini jumlahnya hanya sekitar lima kilogram sisa pekan lalu. Walaupun harganya melonjak tajam, tetapi pelanggannya tetap membeli dalam jumlah kecil untuk kebutuhan sehari-hari.

Dari Kota Bandung, Jawa Barat, harga cabai rawit alias cengek juga sudah menembus Rp 120 ribu per kilogram. Di Pasar Kiaracondong, kenaikan harga cabai itu terjadi sejak Selasa kemarin.

Andri, pedagang cabai mengatakan, karena cuaca buruk cabai yang dijualnya pun tidak terlalu segar. Cabai terlihat berkerut dan warnanya tidak terlalu merona.

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan atau Aher meminta masyarakat menahan untuk tidak mengonsumsi cabai sementara waktu. Sebagai pangan pelengkap, cabai bukan kebutuhan yang harus ada setiap hari.

"Ini (cabai) barang elastis. Beda dengan beras. Orang makan cabai sedikit dikurangi dulu lah sekarang," kata Aher. Ia memprediksi harga akan kembali normal menjelang pergantian musim. Aher juga mengusulkan akan membagi-bagikan bibit cabai ke warga untuk ditanam di rumah masing-masing.

Anggota Komisi II DPRD Jawa Barat, Yunandar Eka Perwira, mengusulkan penerapan langkah pola tanam cabai oleh dinas terkait di pemerintah provinsi atau kabupaten/kota sebagai senjata menangkal lonjakan harga.

"Harus setiap bulan dilakukan penanaman, sehingga stok selalu ada. Jangan seperti sekarang, di saat momentum tertentu atau musim tertentu cabai kosong di pasaran, sehingga harganya naik," kata dia. Menurut dia, solusi untuk melakukan pengaturan pola tanam cabai mudah dilakukan, namun untuk saat ini terkendala kebijakan otonomi daerah.

Sementara di Kota Tasikmalaya, selain tingginya harga, keberadaan cabai rawit pun kian langka. Salah satu pedagang di pasar Cikarubuk, Enung, mengeluhkan cabai rawit yang semakin sulit diperoleh. Ia menuding faktor cuaca menjadi penyebab utamanya.

Kepala Pasar Cikarubuk Tasikmalaya, Augus, mewacanakan dibangunnya gudang agar stok cabai yang ada bisa dikumpulkan lebih dulu sebelum dipasok ke pengecer. Ini untuk menahan lonjakan harga cabai rawit.

Dari Sleman Jawa Tengah, Kepala Bagian Perekonomian Setda Sleman, CC Ambarwati menuturkan, di kabupaten setempat produksi cabai pada bulan Desember menurun drastis. "Kalau berdasarkan data dari dinas pertanian, bulan Desember itu produksi cabai turun minus 657 ton. Maka itu, sekarang persediaannya sedikit," katanya, Kamis.

Saat musim hujan, tanaman cabai jadi mudah terkena hama. Sehingga hasil panennya menurun. Sedangkan di sisi lain, konsumsi cabai di Sleman cukup tinggi, karena jumlah rumah makan yang cukup banyak. Sehingga wajar jika harga naik cukup tajam. Dari Solo, Sumino (53), pedagang cabai di Pasar Gede mengatakan, pembeli cabai dalam skala besar untuk rumah makan atau katering pun mulai menurunkan daya belinya.      Zuli Istiqomah, Rizky Suryarandika, Rizma Riyandi, Yulianingsih, Bowo Pribad, Andrian Saputra/antara, ed: Stevy Maradona

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement