JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengimbau umat Islam menaati putusan sidang itsbat pada Jumat (27/6). Sidang yang akan digelar Kementerian Agama tersebut bertujuan menentukan awal Ramadhan 1435 Hijriyah.
"Saat ini, kami belum bisa menentukan kapan jatuhnya 1 Ramadhan, tetapi kami mengharapkan hasilnya berlaku dan diikuti seluruh umat Islam di Indonesia," kata Ketua Lajnah Falakiyah PBNU KH Ahmad Ghazalie Masroeri di Jakarta, Kamis (26/6).
Ahmad Ghazalie mengatakan, PBNU juga akan menyelenggarakan ruqyatul hilal (melihat bulan baru/hilal) di seluruh Indonesia. Hasil dari hilal tersebut akan dilaporkan pada sidang itsbat.
"Kalau putusan sidang itsbat tersebut sesuai dengan pedoman NU maka kami mendukung, tapi jika tidak sesuai dengan ketentuan kami akan lakukan koreksi," katanya. Ghazalie mengatakan, pihaknya berupaya agar umat Islam di Indonesia bisa menjalani puasa Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha dengan kompak dan tidak terjebak perbedaan penentuan hari.
Dia mengaku, sedang mengajukan titik temu pemikiran ke arah kesatuan. Kendati NU menggunakan metode rukyat, ujarnya, metode hisab juga digunakan untuk memandu pelaksanaan rukyat supaya lebih efektif dan berkualitas.
"Menggunakan iptek dianjurkan oleh Islam, tetapi secerdas apa pun akal manusia tetap ada keterbatasan, sehingga iptek digunakan sebagai instrumen untuk memahamai teks Alquran, bukan untuk menggantikannya," katanya.
Ghazalie juga mengimbau, umat Islam lebih menghayati Ramadhan 1435 Hijriyah dengan cara mengendalikan diri. Dia meminta umat menghindari gaya hidup konsumtif dan menjauhi konflik menjelang pemilihan presiden.
Sementara itu, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah meminta agar kemungkinan terjadinya perbedaan waktu saat mengawali bulan suci tidak dipersoalkan. Muhammadiyah secara resmi telah menetapkan awal Ramadhan 1435 Hijriyah jatuh pada Sabtu (28/6). Penetapan 1 Ramadhan 1435 dengan metode hisab tersebut kemungkinanan akan berbeda dengan yang akan ditetapkan Kementerian Agama (Kemenag).
"Untuk perbedaan penetapan 1 Ramadhan biasa saja karena bukan pertama kali yang terjadi," ujar Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas saat dihubungi Republika, Kamis (26/6).
Ia menambahkan, perbedaan ini dikarenakan Muhammadiyah menggunakan metode penghitungan yang berbeda dengan pemerintah. "Yang satu hisab wujudul hilal, sementara yang lainnya menggunakan ruqyat," ujarnya.
Dia meminta agar masyarakat saling menghormati dan toleran terhadap perbedaan ini. Menurutnya, penetapan 1 Ramadhan menjadi hal yang tidak bisa dihindari karena banyaknya ormas Islam yang ada di Indonesia. "Yang mulai puasa Sabtu menghormati, yang mulai puasa Minggu, menghormati yang puasa Sabtu," paparnya.
Terkait dengan kenyamanan beribadah selama Ramadhan, Yunahar mengimbau agar tempat hiburan ditutup selama Ramadhan meski hal tersebut menjadi domain pemerintah. Menurutnya, penutupan tersebut dimaksudkan agar tidak mengundang orang yang berpuasa menuju ke tempat hiburan dan tempat maksiat yang buka. "Orang-orang yang tidak sabar akan mendatangi tempat-tempat seperti itu," ujarnya.
Ia menambahkan, Muhammadiyah sebenarnya menginginkan agar tempat hiburan tersebut ditutup bukan hanya pada saat bulan puasa saja. "Kita inginnya tempat hiburan dan tempat maksiat ditutup selamanya, tetapi itu kan pemerintah yang mengatur," paparnya. rep:c83 ed: a syalaby ichsan