Ramadhan segera tiba. Selain menyiapkan mental untuk memperbanyak ibadah, kondisi fisik, terutama area perut, perlu beradaptasi terlebih dahulu agar ibadah puasa berjalan optimal.
"Organ kita selama puasa itu berbenah. Organ pencernaan bekerja minimal, tidak melakukan sistem metabolisme sekitar 14 jam. Kita tidak bisa memaksa sel untuk bekerja terus-terusan," kata ahli gizi dari Departemen Nutrisi Fakultas Ekologi IPB Prof Hardinsyah MS PhD.
Saat berbenah itulah, tubuh melakukan proses pembuangan racun atau detoksifikasi. Seharusnya, dengan pola tersebut, Hardinsyah meyakini, berpuasa menambah kebugaran tubuh serta menyehatkan organ-organ dalam tubuh. Bukan justru merasa makin lemas dan tidak bergairah beraktivitas.
Keuntungan lain dengan pola makan saat Ramadhan, bisa menurunkan berat badan dan memperbaiki kebiasaan makan. Sayangnya, kala berbuka puasa, banyak orang cenderung kalap makan dan tak selektif memilih makanan yang sehat.
Sehingga, fungsi utama puasa sebagai sarana detoksifikasi tubuh dan membantu menjaga fungsi sistem pencernaan lebih efisien kerap tak tercapai. "Agar badan mudah beradaptasi, biasakan dalam keseharian atau maksimal sehari sebelum puasa, pastikan tubuh terhidrasi dengan baik," jelas Hardinsyah.
Saat sahur, sebaiknya mengonsumsi makanan yang sehat dan jumlah karbohidrat yang baik sebagai sumber energi dan juga penyimpan energi beraktivitas sampai malam. Hal yang perlu dihindari, imbuh Hardinsyah, seperti menghindari minum teh atau mengonsumsi makanan bercita rasa asam saat sahur.
Tak perlu berlebihan pula saat buka puasa. Cukup makan dua butir kurma sebagai sumber gula pertama yang membangkitkan kalori tubuh. "Berkonsultasilah dengan dokter jika menderita diabetes, penyakit jantung, masalah paru-paru, hati, dan ginjal yang memerlukan perhatian khusus di segi asupan makanan," papar Hardiansyah.
Internist dari Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI - RSCM dr Edy Rizal Wahyudi SpPD KGer FINASIM mengungkapkan, penelitian terbaru menunjukkan, puasa memengaruhi fungsi ginjal para orang tua.
Studi yang dilakukan pada pasien berusia 60 tahun ke atas membuktikan, fungsi ginjal mereka membaik pada hari ke-28 Ramadan dan hari ke-14 setelah Ramadan. "Intinya, tidak ada gangguan fungsi ginjal pada pasien usia lanjut yang sedang berpuasa, selama asupan cairannya mencukupi," tuturnya.
Selain memengaruhi ginjal, penelitian lain menyebutkan, puasa juga memperbaiki profil lemak. Terdapat penurunan kadar trigliserida, yaitu sejenis lemak dalam darah yang bermanfaat sebagai sumber energi pada orang berusia lanjut dari 145,8 mg/dl menjadi 130,87 mg/dl.
Sementara, kadar kolesterol total pada orang dewasa juga mengalami penurunan. Puasa juga diketahui dapat mengurangi kadar radikal bebas secara bermakna sejak hari ketujuh dan 17 selama Ramadan. Tapi, meningkat kembali pada hari ke-14 setelah puasa.
"Namun, kadarnya lebih rendah dibandingkan sebelum puasa," sebut Edy.
Edy mengakui, saat berusia lanjut, cairan dalam tubuh manusia berkurang, sehingga ketika menjalankan puasa akan lebih cepat haus dan berisiko mengalami dehidrasi.
Nafsu makan pun mulai menghilang, biasanya karena faktor sosial, psikologis, penyakit, dan sensasi rasa lapar yang menurun. Rasa lelah, lemah, dan bingung pun selalu merasuki orang yang sudah lanjut usia.
Untuk menyiasatinya, dia menyarankan para manula untuk minum dan makan dengan otak, bukan dengan lidah. Penuhi asupan kalori seperti biasanya karena kebutuhan kalori sama dengan ketika tidak berpuasa.
Hanya, pola makan diubah menjadi 40 persen kalori saat sahur, 50 persen saat berbuka puasa, dan 10 persen sesudah Tarawih. Konsumsi cairan sebanyak 30-50 cc/kg berat badan/hari atau setara dengan delapan sampai 10 gelas setiap hari.
Asupan tadi dapat dibagi menjadi dua gelas saat berbuka puasa, tiga hingga empat gelas setelah Tarawih sampai dengan sebelum tidur, satu gelas saat bangun tidur sebelum sahur, dan satu hingga dua gelas saat sahur. rep:indah wulandari ed: anjar fahmiarto