Rabu 13 Aug 2014 12:00 WIB

Penghulu Dilarang Palsukan Catatan Nikah

Red:

BEKASI -- Penghulu diminta untuk tidak membuat catatan fiktif usai terbitnya Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2014 tentang pengaturan biaya nikah di Kantor Urusan Agama (KUA).

Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama Muchtar Ali meminta para penghulu dan petugas Kantor Urusan Agama (KUA) tidak mencoba-coba melakukan perbuatan tercela tersebut.

"Saya minta ini menjadi perhatian serius," kata Muchtar Ali ketika berbicara di hadapan para penghulu atau petugas KUA se-Provinsi Jawa Barat di Asrama Haji Bekasi, Selasa (12/8).

Muchtar tampil sebagai narasumber dalam sosialisasi terbitnya Peraturan Pemerintah atau PP 48 yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 27 Juni 2014. PP ini disebut sebagai regulasi emas bagi KUA pascapelarangan "salam tempel" untuk penghulu.

Selain itu, PP menjawab permasalahan nikah di luar kantor dan di luar jam kerja. PP ini menjadi payung untuk mencegah "pungli" dan gratifikasi. Ia menjelaskan, petugas KUA harus mengedepankan kejujuran dalam memberi pelayanan kepada masyarakat. Dengan adanya aturan tersebut, dia meminta penghulu tidak coba-coba untuk melanggar karena dapat berakibat buruk bagi yang bersangkutan.

Muchtar minta para penghulu agar mengedepankan sifat amanah, tabligh, fatanah dan sidik. Menurutnya, penghulu adalah ruh dan urat nadi dari Kementerian Agama. Sekali pegawainya berbuat kesalahan akan mendapat sorotan publik.

Saat ini, ujar dia, pelayanan di KUA gratis alias nol rupiah, termasuk bagi kalangan orang miskin. Pencatatan nikah tidak dikenai biaya. Tapi, jika dilakukan di luar jam kantor, hari libur dan di luar KUA, biayanya pun sudah jelas sebesar Rp 600 ribu.

"Tapi, sekali lagi saya ingatkan, jangan membuat catatan nikah di kantor KUA, tetapi dicatatkan di luar kantor KUA," katanya. Menurutnya, hal tersebut perlu ditegaskan karena tidak mustahil ada penghulu berbuat nakal.

Jumlah Penghulu

Keluhan kurangnya jumlah penghulu di daerah tak ditampik oleh pemerintah. Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin menjelaskan, jumlah penghulu saat ini masih cukup untuk menangani peristiwa nikah di daerah.

"Sejauh ini masih dalam batas yang ditoleransi, kecuali kalau memang di satu daerah betul-betul tidak ada, tapi sejauh ini masih dalam batas yang bisa di-handle," kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

Tidak meratanya persebaran jumlah penghulu dikeluhkan oleh Ketua Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI) Wagimun AW. Dia menyebutkan, dari 5.600 KUA se-Indonesia, hanya ada sekitar 8.000 penghulu. Padahal, dengan jumlah penduduk mayoritas Muslim di Indonesia, idealnya terdapat 12 ribu penghulu.

Pelaksana Sementara Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam Abdul Djamil menegaskan, saat ini belum ada rencana Kemenag untuk melakukan pemerataan maupun penambahan penghulu. Menurutnya, keberadaan penghulu disesuaikan dengan jumlah penduduk Islam yang tidak sama di setiap wilayah Indonesia. "Sekarang sudah merata karena mengukurnya itu harus dari segi jumlah pemeluk Islam di suatu wilayah," tuturnya.

Persebaran penghulu disesuaikan dengan jumlah penduduk Muslim di suatu tempat. Dia menjelaskan, jumlah penghulu yang ada di wilayah yang penduduk Muslimnya sedikit tidak sama dengan jumlah penghulu di wilayah mayoritas Muslim seperti di Pulau Jawa. Semakin banyak orang Islam, kebutuhan akan penghulu pun semakin bertambah.

Dia mengakui, untuk menuju kondisi ideal butuh proses. Hanya, sejauh ini tidak ada masalah di daerah. Lagi pula, penambahan penghulu bergantung pada kebijakan tentang pengadaan pegawai. "Kalau ada kebijakan untuk penambahan pegawai, mungkin penambahan tenaga penghulu tadi bisa juga jadi salah satu komponen yang perlu dipertimbangkan," ujarnya.

Menurutnya, masalah penting saat ini adalah jarak tempuh penghulu yang bekerja di daerah luar Jawa dengan akses yang belum maksimal. "Dalam kasus ini, penghulu menikahkan warga di luar kerja dan di luar KUA, tapi harus menempuh jarak yang jauh dan sulit," katanya. Karena itu, pemerintah sedang mengkaji optimalisasi dan sarana transportasi untuk para penghulu yang mengalami masalah tersebut.

c78 ed: a syalaby ichsan

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement