Ketika anak-anak libur sekolah, orang tua biasanya akan mencari waktu yang tepat untuk cuti. Tahun ini, ayah dan ibu tentu akan lebih tertantang dalam mengatur waktu cutinya. Soalnya, libur kenaikan kelas berada pada bulan yang sama dengan libur lebaran. Cuti sekarang apa nanti, ya?
Risna Wandansari beruntung tak merasakan kehebohan mengatur jadwal cuti. Bekerja di perusahaan asuransi, waktu kerjanya lebih fleksibel. Ia masih dapat menemani anak-anaknya mengisi liburan. Lebaran nanti, ia mendapat jatah libur sehingga tak memerlukan cuti. Keluarganya pun dapat mudik ke Solo, Jawa Tengah. "Kami akan berangkat menjelang Lebaran, pakai mobil pribadi agar lebih santai," ujar ibu dua anak yang akrab disapa Nina ini.
Meski akan memakan waktu seharian di jalan, Nina tak khawatir anak-anaknya akan rewel. Pasalnya, sebelum mudik, ia biasa mempersiapkan segalanya dengan matang. "Saya selalu sediakan mainan serta gadget yang sudah banyak diisi aplikasi hiburan dan musik-musik kesukaan mereka," kata dia. Selain itu, kecukupan perbekalan selama di perjalanan sangat penting. Itu sebabnya Nina kerap menyediakan camilan dan minuman sehat yang aman dikonsumsi anak-anak. Ia menghindari makanan yang banyak mengandung pengawet seperti keripik. Bekal utama keluarganya adalah biskuti, roti, buah-buahan, susu, dan air mineral.
Di sepanjang jalur mudik, Nina kerap singgah ke tempat-tempat menarik yang dilewatinya. Sambil istirahat, mereka bisa menikmati pemandangan alam sekitar dan mencicipi makanan lokal. "Anak-anak sudah saya prakondisikan dengan menjelaskan daerah tujuan dan yang dilewati berikut kegiatan yang dapat kami lakukan selama itu," kata Nina yang berencana mengajak anandanya ke Keraton Surakarta dan Pasar Klewer agar mereka mengenal budaya dan sejarah daerah asalnya.
Nina juga memanfaatkan kesempatan mudik untuk mengakrabkan anak-anaknya dengan cabuk rambak, timlo, dan sate kare yang sangat terkenal di Solo. Awalnya tak mudah mengenalkan makanan daerah kepada anak-anaknya. Apalagi, kedua buah hatinya lebih akrab dengan junk food. Nina tak memaksa mereka menyukai makanan khas Solo. Ia hanya memberi penjelasan, terutama pada si sulung Andrea (12 tahun), makanan tersebut merupakan makanan khas daerah asalnya dan sudah sepantasnya dilestarikan.
"Melestarikannya dengan cara membeli dan memakannya. Kalau nggak ada yang beli, nanti penjualnya tidak laku dan makanan ini bisa hilang dari pasaran," ujar Nina mencontohkan pembicaraan dengan anaknya.
Silvia Herlina juga selalu mencoba mengenalkan makanan daerah asal kepada anaknya Rifa. Fokusnya ialah makanan yang berasal dari Bogor, Jawa Barat, kampung halaman suaminya. Silvi yang berasal dari Jakarta tak merasa perlu mengenalkan makanan khas Jakarta pada Rifa. "Dia sudah tahu gado-gado, nasi uduk, dan kerak telor," kata dia.
Rifa belum banyak mengetahui kuliner khas Bogor. Mengingat jarak Bogor cukup dekat dengan Jakarta, Silvi bisa ke sana tiap sempat. Akhir pekan lalu, mereka baru saja berwisata kuliner di Bogor. "Kami makan asinan bogor, bajigur, kue lapis talas, bakso boboho, dan jajanan lain," ujarnya.
Rifa kini masih berusia lima tahun. Tak mudah bagi ibunda Rifa untuk mengajaknya berwisata kuliner. Berbeda dengan orang dewasa, anak-anak lebih suka diajak ke arena permainan dibanding berwisata kuliner. Namun, Silvi punya trik tersendiri. "Biasanya saya ajak ke tempat makan yang ada arena bermainnya, sekarang banyak kok di Bogor," ucapnya.
Dengan begitu, Rifa bisa terhindar dari kejenuhan sekaligus dapat mencicipi makanan lokal daerah asal ayahnya. Perempuan yang bekerja di salah satu pusat perbelanjaan ini mengatakan memperkenalkan kuliner daerah ke anak adalah salah satu bentuk mengajarkan kecintaan pada budaya Indonesia. Sebagai ibu, Silvi merasa punya tanggung jawab besar mendidik dan memperkenalkan si buah hati akan berbagai hal yang ada di sekitarnya, termasuk mengetahui jati dirinya.
Dari Pasar ke Bazar
Mayoritas anak yang ikut merantau bersama orang tuanya ke kota-kota besar kurang mengenal daerah asalnya. Tidak demikian dengan anak-anak Retno Tri Agustin. Tinggal di Jakarta, ia masih bisa memperkenalkan budaya daerah tanpa harus datang langsung ke daerah tersebut. Jakarta ibarat miniatur Indonesia, apa saja ada di sini. "Hampir semua kuliner daerah ada di Jakarta," ucap Retno.
Meski belum pernah mengajak kedua anaknya mudik, Retno tetap bisa mengakrabkan buah hatinya dengan makanan makanan khas Sragen, Jawa Tengah. Setahun sekali ia mengajak anandanya menyambangi bazar jajanan nusantara di Jakarta. Abid (7) dan Kaisa (4) pun memiliki wawasan kuliner daerah yang cukup baik.
Retno tak kesulitan menemukan kuliner khas Indonesia di Jakarta. Makanan dari Sabang sampai Merauke dengan mudah bisa dicicipi di sejumlah sentra kuliner. Ia tinggal memberi contoh pada anaknya agar mau mencoba makanan baru. "Jika kita sebagai orang tua terbiasa mengonsumsi makanan lokal, secara langsung anak akan melihat dan terbiasa," kata Retno yang berprofesi guru.
Selain ke festival jajanan nusantara dan sentra kuliner, Retno juga kerap mengajak Abid dan Kaisa ke pasar tradisional. Di sana, mereka mencicipi kue tradisional, seperti kue cucur, kue pisang, kue cubit, dan lainnya.
Menolak Mencoba
Disodorkan makanan yang masih asing di mata dan lidah, banyak anak otomatis menghindari makanan tersebut masuk ke mulut mungilnya. Balita lebih suka dengan makanan yang sudah pernah dicoba sebelumnya. Makanan yang terbuat dari bahan pangan favoritnya akan lebih mudah diterima. Mengapa mereka berpolah seperti itu?
Rupanya, wajar saja jika anak mengunci mulut ketika disuguhkan makanan baru. Mereka butuh waktu untuk beradaptasi. Untuk itu, orang tua perlu bersabar. Coba tawarkan lagi lain waktu, tawarkan berkali-kali. Bisa jadi, setelah lusinan kali mencoba, mereka baru bisa menerima rasa baru tersebut.
Ketika menawarkannya pada anak, suguhkan dalam porsi kecil. Jabarkan rasa, tekstur, dan aromanya kepada si kecil. Pastikan Anda juga menyukai makanan itu. Sebagai orang tua, ayah dan ibu mesti menjadi contoh yang baik. Perlihatkan kepada buah hati, Anda pun tak segan mencicipi makanan baru.
Upayakan untuk memperkenalkan satu makanan asing dalam satu waktu. Mengenalkan terlalu banyak rasa baru hanya akan membuat anak kewalahan mencernanya. Sodorkan makanan yang kira-kira paling disambut baik oleh si kecil. Tawarkan ketika mereka sedang sangat lapar. choosemyplate.gov
rep:qommarria rostanti ed: reiny dwinanda