Tahun 2015 menghadirkan tantangan tersendiri bagi desainer interior Ary Juwono. Lebih dari 12 tahun terjun dalam dunia interior, kali ini ia harus melawan sisi egois di dalam dirinya.
Ini semua karena keterlibatannya menjadi desainer tamu untuk perusahaan furnitur asli dalam negeri Rosewood Living. "Saya memang tengah meninggalkan zona nyaman," ungkap Ary. Selama ini, ia bekerja di beberapa perusahaan furnitur dengan konsep desain yang selalu sama. Ary juga bebas berekspresi dalam bekerja.
Namun, kali ini ada cerita yang berbeda. Rosewood Living menantangnya mendesain furnitur di luar keleluasaan. Desain Ary cenderung bergaya modern klasik khas Indonesia. Untuk sebuah kursi yang ia desain biasanya selalu berukuran besar.
Kali ini, ia tak bisa berbuat demikian. Konsep kursi harus bisa dibeli oleh semua kalangan, baik mereka sebagai pemilik rumah besar, sedang, atau kecil. Lain lagi ceritanya untuk gaya modern klasik. Meski ruang bekerja menjadi terbatas, Ary justru menikmati perannya.
Belasan tahun berkarya menjadi waktu yang tepat untuk berbagi dengan orang lain. Karyanya harus bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat.
Ketika setuju bergabung, Ary harus siap dengan segala risiko pekerjaan. Ide kreatif tak boleh putus. Selain harus menciptakan desain modern, pekerjaan menuntutnya bekerja cepat. Setelah melalui proses desain barang langsung siap produksi. Pada furnitur perdananya di Rosewood Living ia mendesain jenis kursi tiga dudukan, dua dudukan, serta kursi tunggal.
Ary membutuhkan waktu selama tiga bulan menuntaskan pekerjaannya. Ia memang tak bisa bekerja setengah hati. Sebab, namanya dipertaruhkan melalui karya yang ia buat.
Menjadi seorang desainer interior memang bukan pekerjaan mudah. Ia harus mampu menyampaikan pesan desain yang terselip melalui karyanya. Mendesain furnitur harus mampu mengimplementasikan pikiran konsumen.
Keinginan dan fantasi masyarakat harus bisa terwakili dari satu perkakas yang dijual. Tentunya, semua juga perlu beriringan dengan kualitas furnitur. Jangan hanya tampak indah dari luar, tetapi tidak kuat dari segi bahan.
Dalam mendesain, Ary terinspirasi dari budaya Indonesia. Salah satunya, budaya Jawa. Unsur eksentrik dari seni lokal selalu menarik di matanya. Dalam pembuatan kursi selalu mengandung napas tropis. Kemudian, ia memadukannya dengan gaya modern.
Akhirnya, lahir furnitur bergaya modern klasik. "Furnitur eksentrik masih menjadi primadona di negara asing," jelas desainer interior lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini. Gaya furnitur ini memang paling memikat di mata konsumen internasional. Ini pula yang menjadi tiket emasnya masuk ke pasar global. Oleh Nora Azizah ed: Endah Hapsari