Foto : Republika/Riga Nurul Iman
Pertengahan Desember lalu, belasan warga Cirebon diduga mengalami keracunan makanan usai menyantap kerang hijau. Keracunan ini bahkan membuat dua warga yang berusia dua dan 53 tahun meninggal dunia.
Dokter spesialis penyakit dalam dan saluran cerna dari RS Setya Mitra Fatmawati Dr Agasjtya Wisnu Wardhana SpPD mengatakan, keracunan makanan pada dasarnya dapat menimpa siapa saja, baik anak-anak, orang dewasa, maupun lanjut usia. Tapi, gejala yang muncul tidak sama pada setiap orang dan bergantung pada sumber keracunannya juga.
Biasanya, orang dewasa yang mengalami keracunan makanan akan menunjukkan gejala mual dan muntah-muntah. Berbeda dengan anak-anak, mereka biasanya mengalami gejala lebih ringan, seperti perut mulas dan mencret. "Sebagian anak ada yang muntah ataupun mual, tapi pada umumnya tidak separah yang dirasakan oleh orang dewasa. Gejala orang dewasa lebih konkret dibanding anak-anak," kata Wisnu kepada Republika, pekan lalu.
Meski gejala yang ditimbulkan tidak sama, keracunan makanan memiliki risiko fatal jika tidak ditangani dengan segera. Terlebih, jika korban keracunan juga memiliki riwayat penyakit kronis lainnya, seperti jantung. Selain itu, menurut Wisnu, ringan atau beratnya risiko keracunan makanan juga bergantung kepada lambat atau cepatnya gejala yang muncul.
"Reaksi racun yang berlebih, kekurangan cairan, hingga gangguan elektrolit bahkan dapat menyebabkan risiko kematian bagi orang yang keracunan," kata Wisnu.
Gejala keracunan
Jika dilihat dari jenis keracunannya, lanjutnya, gejala keracunan yang disebabkan bakteri atau kuman akan berbeda dengan keracunan akibat bahan kimia. Gejala keracunan akibat bakteri biasanya akan diikuti dengan panas tinggi hingga mencapai 40 derajat Celsius dan disertai muntah-muntah yang berkelanjutan.
Gejala panas tinggi akibat keracunan bakteri diproduksi dari peradangan karena infeksi. Sedangkan, keracunan yang disebabkan oleh bahan kimia cenderung tidak diikuti dengan gejala panas tinggi.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia Cabang Jakarta Raya (PAPDI Jaya) Dr dr Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH mengatakan, keracunan makanan dapat terjadi akibat mengonsumsi makanan yang sudah terkontaminasi. Sumber kontaminasinya bisa berupa virus maupun bakteri. Kontaminasi dapat terjadi saat makanan sedang diproses atau dimasak dengan tidak benar.
Selain itu, menurut Ari, ada tiga faktor yang membuat seseorang bisa keracunan makanan. Pertama, daya tahan tubuh yang lemah. Ari mencontohkan, dalam sebuah pesta yang menghidangkan makanan terkontaminasi kuman, bisa jadi tidak semua orang yang memakan hidangan akan keracunan. Bagi mereka yang memiliki daya tahan tubuh kuat dan bisa melawan kuman maka kondisinya tidak akan memburuk dan begitu pun sebaliknya.
Faktor kedua, lanjutnya, yaitu jumlah kuman atau bakteri yang mengontaminasi makanan. Semakin banyak seseorang mengonsumsi makanan yang terkontaminasi kuman atau bakteri, semakin besar kemungkinan dia mengalami keracunan. Faktor terakhir adalah kondisi lingkungan yang tidak bersih.
Lain lagi halnya dengan gejala akibat keracunan bahan kimia. Keracunan logam, seperti timbal akibat pencemaran lingkungan, memiliki efek jangka panjang menjadi kanker. "Contoh lainnya adalah keracunan sianida yang gejalanya terlihat pada warna kulit yang berubah kemerahan, sesak napas, hingga mengalami kematian," kata Ari.
Untuk kasus keracunan makanan karena bakteri, Ari menambahkan, bisa diminimalisasi risikonya dengan memberikan pertolongan pertama. Orang yang keracunan makanan sangat rentan mengalami dehidrasi. Untuk mencegahnya, usahakan agar pasien yang keracunan meminum banyak air. Cairan akan membantu tubuh untuk mengeluarkan racun.
Jika pasien mengalami diare maka asupan air juga membantu agar tubuh tidak kehilangan banyak cairan. Air juga akan membantu pasien tidak lemah, sehingga kondisinya bisa cepat pulih. Larutan oralit merupakan pilihan tepat untuk menjaga cairan dalam tubuh pasien agar tidak terjadi dehidrasi.
Bagi pasien yang mengalami keracunan parah, Ari menyarankan agar segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis. "Prinsipnya, tindakan medis yang diambil memperbaiki tekanan darah dan melancarkan sirkulasi pernapasan."
Sedangkan, untuk kasus keracunan makanan karena bahan kimia, seperti timbal, tindakan medis yang diambil adalah meminimalisasi jumlah kandungan racun tersebut di dalam tubuh. Pasien juga bisa memperbanyak minum susu untuk mencegah penyerapan zat timbal dalam tubuh.
Untuk itulah, Ari mengatakan, perlu ketelitian dalam memilih makanan atau memproses makanan sebelum dikonsumsi untuk menghindari terjadinya keracunan makanan. Sebagai pencegahan, dia menyarankan untuk menghindari mengonsumsi makanan yang mungkin memiliki aroma yang tidak segar, perubahan warna, dan bentuk pada makanan. rep: retno Wulandari ed: Dewi Mardiani