Selasa 03 Jan 2017 17:15 WIB

Memahami Infertilitas dari Sisi Pria

Red:

Sebanyak 15 persen dari pasangan pada usia subur mengalami gangguan kesuburan atau infertilitas yang menyulitkan mereka untuk memiliki keturunan. Sayangnya, wanita masih menjadi pihak yang paling disoroti dalam masalah infertilitas yang dihadapi oleh pasangan suami istri.

Padahal, masalah infertilitas juga bisa terjadi karena faktor kualitas sperma yang kurang baik pada pria. Dr dr Silvia W Lestari MBiomed dari Klinik SMART IVF RS Permata Depok mengatakan, kualitas sperma pada pria tidak bisa ditentukan dengan mata telanjang.

Alasannya, semen atau air mani yang dikeluarkan pria belum tentu memiliki sperma yang dibutuhkan untuk melakukan pembuahan.

"Sperma harus dilihat di bawah mikroskop. Jadi, tidak benar jika pria tidak mau periksa (kesuburan) karena bisa mengeluarkan semen atau mani," jelas Silvia saat ditemui usai Smart Course ON IVF untuk dokter di Klinik SMART IVF RS Permata Depok, beberapa waktu lalu.

Silvia mengatakan, kualitas sperma pria bisa dilihat dari hasil analisis semen. Sperma yang normal, jelas dia, harus memenuhi beberapa standar baik dari jumlah, bentuk, maupun gerak. Dalam keadaan normal, sperma pria minimal harus berjumlah 15 juta per ml. Sedangkan, gerak sperma minimal harus 32 persen yang berarti dari 100 sperma, 32 di antaranya bergerak. Di samping itu, morfologi bentuk sperma juga harus memenuhi minimal empat persen.

"Kalau normal semua, itu bagus," kata Silvia.

Sebaliknya, sperma yang memiliki jumlah di bawah 15 juta per ml dikenal sebagai oligospermia atau oligozoospermia. Jumlah sperma yang sangat sedikit, di bawah 5 juta per ml, dikenal sebagai severe oligospermia atau oligozoospermia berat. Sedangkan, tidak adanya sperma pada mani dikenal dengan istilah azoospermia. Di sisi lain, Silvia mengatakan, gerakan sperma yang kurang dari 32 persen dikenal sebagai gangguan sperma asthenozoospermia.

Kondisi di mana morfologi bentuk sperma kurang dari empat persen dikenal sebagai teratospermia. Silvia mengatakan, ada banyak hal yang bisa memengaruhi terjadinya penurunan kuantitas dan kualitas sperma ini. Salah satu hal yang paling umum terjadi ialah varikokel.

Varikokel pada dasarnya merupakan pembengkakan atau pembesaran abnormal pada pembuluh darah vena yang terjadi di dalam kantong zakar atau skrotum. Penanganan varikokel ini akan sangat bergantung pada tingkat varikokel yang dialami sekaligus kondisi dari pria tersebut.

Silvia mengatakan, varikokel yang sudah memasuki grade tiga butuh penanganan dengan tindak operasi. Tetapi, varikokel grade satu dan dua hanya perlu pemberian obat untuk kembali menaikkan kualitas ataupun kuantitas sperma pada pria.

Hal lain yang tak kalah penting dalam memengaruhi kualitas dan kuantitas sperma ialah gaya hidup serta pekerjaan yang dijalani pria. Faktor rokok merupakan faktor terbesar yang menyebabkan masalah kesuburan pria dari sisi gaya hidup.

Ancaman ini tak hanya menghantui pria yang merokok, tapi juga pria yang menjadi perokok pasif di lingkungan yang gemar merokok. Gaya hidup lain yang juga memengaruhi kualitas dan kuantitas sperma ialah kebiasaan minum alkohol, baik sekali-sekali maupun setiap hari.

Penggunaan celana dalam ataupun bawahan yang terlalu ketat juga dapat mengganggu proses spermatogenesis atau pemmbentukan sperma pada pria.

Celana dalam berbentuk segitiga yang ketat dan celana jeans skinny, misalnya, membuat posisi testis menempel pada tubuh dalam jangka waktu yang lama. Hal ini membuat suhu testis menjadi sama dengan tubuh.

"Testis itu suhunya tiga derajat lebih dingin. Kalau suhunya sama, akan mengganggu proses spermatogenesis," kata Silvia.

Oleh karena itu, Silvia menganjurkan agar pria memilih pakaian dalam longgar berbahan katun dibandingkan pakaian dalam berbentuk celana segitiga. Silvia juga menyarankan agar pria menghindari penggunaan celana yang ketat.

Di sisi lain, Silvia juga mengungkapkan, banyak kebiasaan lain yang dapat memicu suhu testis meningkat dari normal dan mengganggu spermatogenesis. Beberapa dari kebiasaan tersebut ialah mandi atau berendam dengan air panas atau berkendara lebih dari empat jam per hari.

Atlet sepeda juga rentan terhadap penurunan kualitas ataupun kuantitas sperma. Alasannya, trauma testis ringan yang terjadi terus-menerus selama bersepeda dapat memengaruhi pembentukan sperma.

Silvia mengatakan, radiasi dari ponsel yang diletakkan di kantong celana ataupun laptop yang diletakkan di atas paha juga turut mengganggu proses spermatogenesis ini. "Kalau jumlah (sperma) pas-pasan, lalu merokok, kemudian ada varikokel, suatu saat dia akan nol, nggak ada," kata Silvia.

Dengan terapi pengobatan dan perbaikan gaya hidup, perbaikan kualitas sperma bisa dilihat dalam waktu tiga bulan, satu siklus spermatogenesis. Tetapi, hal ini tidak berlaku dalam kasus severe oligospermia ataupun azoospermia.

Meski begitu, bukan berarti pria dengan kualitas sperma yang buruk tidak memiliki harapan untuk memiliki keturunan. Pria dengan jumlah sperma yang rendah, sangat rendah (severe oligospermia), ataupun azoospermia bisa memanfaatkan teknik reproduksi berbantu baik inseminasi dan bayi tabung.

Senada dengan Silvia, spesialis obstetri dan ginekologi sekaligus pendiri SMART IVF Dr dr Budi Wiweko SpOG(K) mengatakan, pria dengan jumlah sperma rendah sekitar 10-11 juta per ml dapat menjalani inseminasi.

Budi mengatakan, inseminasi adalah sebuah tindakan yang mendekatkan sperma dengan sel telur. "Sperma yang dicuci kemudian disemprotkan ke dalam rahim perempuan dengan tujuan sperma mencapai saluran telur mendekati sel telur," jelas Budi dalam kesempatan yang sama.

Sementara, dalam kasus severe oligosperia dengan jumlah sperma di bawah 5 juta per ml ataupun azoospermia dengan jumlah sperma nol, bisa melakukan proses in vitro fertilization (IVF) atau bayi tabung. Budi mengatakan, proses bayi tabung biasanya menjadi opsi terakhir dalam menangani masalah kesuburan yang dihadapi oleh pasangan. Tetapi, dalam kasus severe oligospermia ataupun azoospermia, bayi tabung merupakan opsi pertama. "Bayi tabung jadi pilihan pertama untuk kasus severe ologospermia, sperma yang sangat sedikit, bahkan sperma yang tidak ada (azoospermia)," kata Budi.

Keberhasilan penanganan masalah kesuburan ini tentu tidak terlepas dari usia pasien. Oleh karena itu, Budi menyarankan agar pasangan yang mengalami masalah infertilitas untuk segera melakukan pemeriksaan dasar infertilitas.

Pemeriksaan dasar infertilitas ini, lanjut Budi, tak boleh hanya dititikberatkan pada wanita seperti paradigma yang selama ini berlaku di masyarakat. Sebaliknya, pria merupakan pihak pertama yang harus diperiksa dalam pemeriksaan dasar infertilitas.

Alasannya, 35 persen gangguan kesuburan pada pasangan disebabkan oleh faktor pria. "Nggak ada alasan istrinya harus diperiksa duluan. Nomor satu yang diperiksa harus laki-lakinya, sperma harus diperiksa," kata Budi.

Budi mengatakan, masalah kesuburan saat ini dialami oleh sekitar 15 persen pasangan usia subur di Indonesia. Pada dasarnya masalah infertilitas bisa disebabkan oleh faktor pria, wanita, keduanya, ataupun faktor lain yang tidak bisa dijelaskan.

Oleh karena itu, butuh pemeriksaan yang komprehensif untuk menangani masalah kesuburan atau infertilitas ini. Pasangan disarankan untuk mulai memeriksakan diri ketika tanda infertilitas sudah terjadi.

Pasangan dikatakan mengalami masalah infertilitas jika sudah 12 bulan menikah dan melakukan hubungan seksual berturut-turut dan rutin tanpa kontrasepsi, tetapi pembuahan tidak kunjung terjadi.

Dengan pemeriksaan dasar infertilitas, Budi mengatakan, dokter dapat mengetahui penyebab dari infertilitas yang dihadapi oleh pasangan. Dari situ, dokter dapat memberikan rencana penanganan yang tepat untuk membantu pasangan mendapat keturunan.

"(Selain reproduksi berbantu), penanganan gangguan kesuburan ini bisa dimulai dari yang sangat konservatif, seperti gaya hidup atau kebiasaan," jelas Budi. rep: Adhysa Citra Ramadhani ed: Ferry Kisihandi

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement