REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali mengemukakan rasa bangganya kepada prajurit TNI Angkatan Darat (AD). Pernyataan tersebut terkait pengungkapan kasus penyerangan Lapas Kelas IIB Cebongan, Sleman.
“Khusus kasus Yogya, biarlah hukum dan keadilan bekerja. Meski, saya bangga dengan kejujurannya,” kata SBY usai melaksanakan olah aga pagi bersama TNI AD di silang Monas, Selasa (9/4). Sehari setelah pelaku penyerangan Lapas Cebongan diumumkan TNI AD, SBY juga menyebut para penyerang kesatria karena mengakui kesalahan.
Ia meminta setiap prajurit mempertahankan nilai-nilai seperti itu. Menurutnya, seiring waktu, terus terjadi perubahan dan persoalan yang harus dihadapi prajurit. Pemimpin dan prajurit TNI, kata Presiden, harus bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
SBY mengatakan, tak jarang muncul bentrokan yang melibatkan satuan-satuan di militer. Komandan satuan mesti memahami persoalan serta peka dan peduli dengan apa yang terjadi di kesatuannya.
Komentar SBY diamini Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Pramono Edhie Wibowo. Menurutnya, kejujuran prajurit dengan berani bertanggung jawab sudah sangat jarang dimiliki orang kebanyakan.
Ia menegaskan bahwa proses hukum akan terus berjalan untuk para penyerang Lapas Cebongan. “Kejujuran kesatria bertanggung jawab mulai langka. Meskipun mereka melakukan, tetap barus ada hukumannya,” katanya.
Penyerangan terhadap Lapas Cebongan terjadi Sabtu (23/3). Kala itu, sebelas prajurit dari Kopassus Grup II kandang Menjangan Surakarta menerobos masuk lapas dan menembak mati empat tahanan.
Mabes TNI AD mengatakan, tindakan para prajurit Kopassus didasari semangat korsa atau pembelaan rekan satu korps. Keempat tahanan yang tewas ditembak adalah tersangka pengeroyokan yang menewaskan salah seorang anggota Kopassus di Hugo’s Café, Yogyakarta.
Pramono mengatakan penanaman jiwa korsa pada prajurit tak salah. Semangat tersebut diperlukan di medan pertempuran. Meskipun begitu, ia sepakat penerapan jiwa korsa dalam kasus Cebongan perlu dievaluasi.
Terkait aneka pujian terhadap TNI AD terhadap kasus Cebongan, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Budiaman Sujatmiko, tak sepakat. Ia menolak menyebut para prajurit Kopassus yang melakukan penyerangan sebagai kesatria. “Menembak tahanan bukan tindakan kesatria,” kata Budiman, Selasa.
Masyarakat, ujar Budiman, harus disadarkan bahwa mengeksekusi tahanan yang sudah lemah di dalam penjara bukanlah tindakan kesatria. Apalagi, seorang tahanan itu sudah tidak bisa berbuat apa-apa.
Sebagai contoh, katanya, dalam kondisi perang jika musuh sudah mengibarkan bendera putih alias menyerah, mereka tidak boleh ditembak. Menembak atau melukai musuh yang sudah menyerah termasuk kejahatan perang.
Tindakan balas dendam, Budiman melanjutkan, juga tidak bisa dibenarkan. Misalnya, ketika seseorang dijahati, orang tersebut tidak serta-merta memiliki hak untuk membalas dendam. Di negara hukum, seharusnya hukum ditegakkan, bukan main hakim sendiri.
Budiman tak menampik terdapat rasa frustasi masyarakat terkait penegakan hukum. Namun, masyarakat tetap harus diberi pendidikan, mana perbuatan yang benar dan mana yang salah.
Untuk mencegah premanisme kian marak, pemerintah harus meningkatkan pembangunan ekonomi untuk mengurangi pengangguran. “Saya yakin mereka tidak ingin menjadi preman. Mereka terpaksa menjadi preman untuk memenuhi kebutuhan hidup,” kata Budiman.
Inisial
Detasemen Polisi Militer Kodam IV/ Diponegoro mengumumkan 11 inisial nama para penyerang Lapas Cebongan, Selasa (9/4). “Oknum TNI yang menjadi tersangka sebanyak 11 orang saat ini berada di Semarang untuk menjalani pemeriksaan,” kata Kepala Penerangan Kodam IV/ Diponegoro Kolonel Widodo Raharjo di Semarang, Jawa Tengah.
Inisial 11 tersangka kasus Cebongan tersebut masing-masing Sersan Dua (Serda) US, Serda SS, Sersan Satu (Sertu) S, Sertu TJ, Sertu AR, Sertu MRPB, dan Sertu HS. Selain itu, Serda IS, Kopral Satu K, Sersan Mayor R, serta Sersan Mayor MR.
Ke-11 tersangka tersebut, ujar Widodo, mulai diperiksa di Denpom Semarang mulai Senin (8/4) sore. “Pemeriksaan mulai administrasi serta kesehatan yang merupakan bagian dari prosedur penyidikan,” katanya.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap 11 petugas LP Cebongan di Yogyakarta dan telah diselesaikan. Menurut Widodo, 31 narapidana penghuni LP Cebongan juga akan diperiksa.
Ia mengungkapkan 38 penyidik ditugaskan dalam menuntaskan pemeriksaan kasus ini. Masing-masing berasal dari Detasemen Pusat Polisi Militer sebanyak tiga perwira dan 35 penyidik dari Detasemen Pusat Polisi Militer Kodam IV.
Setelah selesai penyidikan, katanya, berkas kasus ini akan dilimpahkan ke Oditur Militer II-11 Yogyakarta. “Peradilan akan digelar terbuka, silakan masyarakat mengikuti,” Ujar Widodo. n esthi maharani, dyah ratna meta novia/antara ed: fitriyan zamzami