Rabu 24 Apr 2013 01:32 WIB

Motif Pelaku tak Disebut dalam Dakwaan

Red: Zaky Al Hamzah
Solidaritas rakyat Suriah terhadap pengeboman Boston
Foto: FACEBOOK/Kafranbel
Solidaritas rakyat Suriah terhadap pengeboman Boston

REPUBLIKA.CO.ID, BOSTON - Motif sebenarnya di balik bom Boston masih belum jelas meskipun Jaksa Federal Amerika Serikat (AS) telah mengajukan tuntutan kepada tersangka Djohar Tsarnaev (19 tahun), Senin (22/4).

Jaksa menuntutnya dengan pasal penggunaan senjata pemusnah massal yang mengakibatkan kerusakan fasilitas publik dan kematian. Jika terbukti, dia dapat dikenakan hukuman mati. Pembacaan tuntutan itu dilakukan di Rumah Sakit Beth Israel, Kota Boston, tempat Djohar dirawat.

Meskipun mengalami luka tembak di bagian leher, Djohar sudah mampu menjawab “tidak,” ketika ditanya apakah dia mampu menyewa pengacara.  Ini sekaligus menepis pendapat awal yang menyatakan Djohar sudah tidak mampu berbicara kembali.

Pada saat pembacaan tuntutan, setidaknya terdapat 10 orang di ruang tempat Djohar dirawat. Mereka, di antaranya, hakim, seorang juru tulis, dua perwakilan kantor Kejaksaan Federal, tiga orang dari kantor pengacara publik, seorang reporter persidangan, dan dokter. Proses persidangan pembacaan dakwaan awal dibuka dengan permintaan hakim Marianne B Bowler kepada dokter untuk menanyakan kabar tersangka.  

“Bagaimana kabarmu Djohar? Apakah kamu dapat menjawab sejumlah pertanyaan?” tanya dokter bedah Dr Stephen Odom. “Tergugat (Djohar) mengangguk secara jelas,” tulis laporan persidangan. Setelah proses pembacaan tuntutan, Bowler baru membacakan hak Miranda atau hak-hak dia sebagai  seorang terdakwa.

Pembacaan hak Miranda ini sekaligus mengakhiri perdebatan sebelumnya yang menyatakan Djohar tidak akan mendapatkan hak itu karena dia adalah musuh yang membahayakan negara. Bowler lalu bertanya, “Apakah kamu mengerti apa yang saya tanyakan tentang hak Anda untuk tetap diam?” Djohar hanya mengangguk. Djohar tidak membuat pernyataan lainnya selain mengindikasikan mengerti tentang tuntutan jaksa tersebut.

Karena Djohar tidak sanggup menyewa pengacara maka pengadilan akan menyediakan pengacara publik. Reuters melansir tiga pengacara negara sudah disiapkan untuk Djohar, antara lain, Miriam Conrad, Timothy Watkins, dan William Fick. Tiga nama ini adalah pengacara asal Massachusetts untuk hukuman pidana paling berat di AS.

Dalam dakwaan setebal 10 halaman itu, pejabat peradilan tidak menyebutkan motif di balik aksi pengeboman ini. Hal itu membuat kasus ini semakin misteri. Hanya, dakwaan itu menyebutkan Djohar yang merupakan keturunan Chechnya menaruh tas gemblok hitam dekat garis finis sepekan lalu.

Terdakwa melakukan aksinya tersebut bersama kakak laki-lakinya, Tamerlan Tsarnaev, yang tewas saat terjadinya kontak senjata dengan polisi, Jumat (19/4) dini hari. Tindakan keduanya terekam oleh kamera pengawas.

Persidangan selanjutnya akan dilakukan pada 31 Mei mendatang. Keputusan untuk membawa kasus ini ke pengadilan sipil bukan ke militer menunjukan bahwa dia akan menjalani proses sama dengan terdakwa kasus kejahatan lainnya di AS. Gedung putih sebelumnya mengatakan tidak akan memperlakukan Djohar seperti anggota teroris atau gerilyawan musus AS.

Djohar dan Tamerlan telah tinggal di AS selama satu dekade. Djohar telah mendapatkan kewarganegaraan AS pada tahun lalu. Tidak seperti Tamerlan yang kesulitan untuk memperoleh kewarganegaraan Paman Sam ini karena dia pernah diinterogasi oleh FBI.

Dia diinterogasi atas permintaan Rusia pada 2011 tentang kemungkinan terlibat dengan kelompok pejuang Chechnya. Penyidik sempat mencurigai kunjungan Tamerlan ke kampung halaman ayahnya di Dagestan pada 2012 adalah untuk berhubungan dengan kelompok teroris.

Namun, orang tua korban membantahnya. Tamerlan dan Djohar, kata mereka, tidak pernah berhubungan dengan teroris apalagi membuat bom. Mereka juga tidak menyangka keduanya terlibat dalam aksi pengeboman Boston yang menewaskan tiga orang dan mencederai 200 orang lainnya, Senin pekan lalu.

Seorang pejabat AS kepada AP, setelah proses interogasi dan pembacaan tuntutan kepada Djohar, mengatakan, pelaku sepertinya tidak terkait dengan kelompok garis keras Islam. Namun, mereka terinspirasi dengan cara gerakan radikal Islam. n bambang noroyono ed: teguh firmansyah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement