REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Fenomena membludaknya caleg artis dipandang sebagai ketidaksiapan parpol dalam menyiapkan kader sebagai anggota legislatif. Maraknya artis membuktikan bahwa partai tidak memilki sistem rekrutmen yang mapan. “Hanya mempersiapkan caleg jelang pemilu. Partai tidak punya sistem rekrutmen yang mapan,” kata pengamat politik dari Universitas Gajah Mada, Arie Sudjito, Kamis (25/4).
Partai, ujar dia, akan mengabaikan aspek kompetensi, jejak rekam, dan komitmen. Karena, semua berpikir caleg artis akan mempermudah kerja partai dalam mendulang suara pemilih. Dengan memanfaatkan psikologis pemilih yang masih silau akan sosok-sosok popular, beban persyaratan pemilu yang semakin bertambah juga membuat partai berpikir instan.
Ini tanpa memikirkan hal-hal yang sifatnya substansial. Misalnya, untuk memenuhi kuota caleg perempuan dan menembus ambang batas parlemen, partai akan menghalalkan cara apa pun. Termasuk, mengusung artis menjadi caleg. Di waktu yang sama, pragmatisme partai itu akan bertemu dengan disorientasi pemilih.
“Ini kebangkrutan partai. Parlemen akan semakin mengalami penurunan kualitas,” katanya. Karena itu, menurut Arie, rekrutmen partai menjadi tantangan yang harus dibenahi parpol. Mengingat, beban pelaksanaan pemilu semakin bertambah.
Pengamat Politik Hanta Yunda mengatakan partai politik (parpol) tidak serius mempersiapkan calon legislatif (caleg) di Pemilu 2014. Ini tercermin dari banyaknya artis yang tak memiliki rekam jejak jelas di dunia politik, namun tetap direkrut sebagai caleg.
Hanta mengatakan parpol semestinya memiliki kriteria yang jelas dalam menetapkan caleg. Kriteria akan menjadi parameter seberapa berkualitas caleg yang mereka usung.
Persoalannya sekarang, ujar Hanta, partai terjebak pada pragmatisme politik. Caleg dipilih hanya karena dua alasan: populer dan bermodal. “Partai terjebak popularitas dan kapital,” katanya.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berkilah akan menerapkan sistem rekrutmen yang sama ke semua kader, termasuk artis. “Semua melalui tahapan yang sama. Dalam soal rekrutmen caleg tidak ada keistimewaan,” kata Sekretaris Fraksi PPP Arwani Thomafi kepada Republika.
Arwani menyatakan PPP tidak membedakan caleg berlatar belakang artis dan nonartis. Hal ini karena PPP merekrut caleg berdasarkan kriteria yang ditetapkan partai. “Ada parameternya, misalnya dinilai sejauh mana tingkat elektabilitasnya di dapil tersebut,” kata Arwani.
Selain itu, PPP juga melakukan uji kompetensi terhadap caleg berlatarbelakang artis. Hal ini dilakukan agar artis yang terpilih bisa menjalankan fungsi kedewanan dengan baik. “Dilihat sejauh mana kompetensinya nanti dalam menjalankan fungsi kedewanan,” ujarnya.
Selain itu, Partai Amanat Nasional (PAN), salah satu partai yang memiliki caleg artis, tengah menyiapkan sekolah politik untuk para artis tersebut. “Kami bekerja sama dengan lembaga konsultan politik. Selama tiga bulan akan meningkatkan pendidikan politik bagi mereka. Tidak hanya artis, tapi caleg yang terbilang baru,” kata Ketua Badan Pemenangan Pemilu PAN Viva Yoga Mauladi.
Melalui sekolah politik itu, caleg akan diajarkan pendidikan dasar politik. Kemampuan yang harus dimiliki saat bertugas di parlemen, seperti penyusunan legislasi, bekerja dalam Pansus, Panja, dan alat kelengkapan lainnya. Caleg juga diajarkan cara bersosialisasi dan bagaimana membangun komunikasi politik. n m akbar wijaya/c51 ed : muhammad hafil
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.