Selasa 28 May 2013 01:27 WIB
Perdamaian Kolombia

Jalan Damai Kolombia Terbuka

Angkatan Kiri Bersenjata Revolusioner Kolombia, FARC
Foto: deadliestfiction.wikia.com
Angkatan Kiri Bersenjata Revolusioner Kolombia, FARC

REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA -- Pemerintah Kolombia dan pemberontak Angkatan Bersenjata Revolusi Kolombia (FARC) akhirnya memperoleh kata kesepakatan dalam isu reformasi agraria yang menjadi bagian penting dari butir prasyarat perdamaian. Kesepakatan ini diharapkan dapat mengakhiri konflik yang sudah berlangsung selama lebih dari lima dekade.

''Ini adalah sejarah perubahan. Lahirnya kembali wilayah pinggiran Kolombia yang dapat mengakhiri konflik,'' ujar ketua tim negosiasi pemerintah Kolombia, Humberto de la Calle, saat mengumumkan hasil kesepakatan, Ahad (26/5).

Reformasi agraria merupakan satu dari enam butir masalah yang dibicarakan dalam negosiasi perdamaian. Enam isu ini telah disepakati kedua belah pihak dalam pembicaraan awal enam bulan lalu di Havana, Kuba.

Selain reformasi agraria, lima butir persoalan lainnya yakni mengenai partisipasi politik, pelucutan senjata, obat-obatan terlarang, hak para korban, dan implementasi kesepakatan perdamaian. Kelima butir ini diharapkan bisa disetujui ke depan.

Dalam reformasi agraria, pemerintah sepakat akan menyediakan lahan bagi warga miskin, khususnya yang berada di wilayah pinggiran. Lahan yang tidak digunakan akan diserahkan kepada masyarakat miskin untuk digarap. Pemerintah juga akan membangun infrastruktur, menyediakan rumah bagi warga miskin dan memberikan pinjaman bagi petani.

Meski demikian, De la Calle mengatakan lahan milik perseorangan tidak akan terkena efek kesepakatan itu. ''Pemilik lahan pribadi tak perlu khawatir,'' kata De la Calle, seperti dikutip CNN

Isu reformasi agraria telah diusung oleh gerakan Marxis ini sejak 1964 sebagai bagian dari perjuangannya. Sekitar dua juta hektare lahan telah diserobot dari para petani oleh kelompok bersenjata selama konflik berlangsung.   Pemberontak menuding pemerintah telah menyita lahan itu secara ilegal. Sedangkan, pemerintah mengatakan, pemberontak FARC juga mengambil lahan secara paksa. 

''Perubahan penting pembangunan berada di hadapan pemerintah, keinginan penduduk berperan dalam kebijakan politik dan pilihan yang akan menentukan kehormatan masa depan mereka,'' kata ketua tim negosiasi FARC, Ivan Marquez.

Kedua pihak setuju bahwa kesepakatan lahan hanya akan berefek signifikan jika semua butir kesepakatan damai terpenuhi. Negosiator pemerintah mengatakan, setiap kesepakatan yang dibuat harus disetujui terlebih dahulu oleh referendum nasional sebelum diimplementasikan.

Kesepakatan lahan menandakan adanya kemajuan setelah enam bulan negosiasi antara pemerintah dan pemberontak. Presiden Kolombia Juan Manuel Santos menyambut baik keputusan itu. “Ini merupakan langkah fundamental untuk menyetujui butir kesepakatan lain yang disepakati di Kuba guna mengakhiri konflik,” ujarnya.

Dia berharap, negosiasi itu akan selesai dibicarakan akhir tahun ini. Santos, yang mencalonkan diri kembali untuk Pemilu 2014, juga berharap negosiasi kali ini akan berhasil dan tak akan berakhir dengan kegagalan seperti pada tahun 2002.

Pasukan pemerintah berhasil menyudutkan FARC ke area terpencil di Kolombia. Namun, mereka masih dapat melakukan serangan ke kilang minyak dan wilayah pertambangan. Pertambangan adalah sektor pendukung utama pertumbuhan ekonomi Kolombia. Tak jarang, mereka menculik warga asing sebagai bagian dari perjuangannya.

Kuba dan Norwegia merupakan penjamin kesepakatan perdamaian FARC dan pemerintah. Keduanya bersama Cile dan Venezuela juga turut mengawasi proses negosiasi itu. ''Apa yang telah terjadi sejauh ini adalah bagian dari kesepakatan yang lebih besar. Kami harap kesepakatan ini dapat terwujud dalam beberapa bulan ke depan,'' kata perwakilan Kuba, Carlos Fernandez de Cossio.

Beberapa isu pelik ke depan yang bisa mengganjal, di antaranya, tentang pemimpin pemberontak yang ditahan atas kasus perdagangan narkotika, pembunuhan, dan penculikan. Walaupun kesepakatan dengan FARC berhasil dijalankan, pemerintah masih harus berhadapan dengan Angkatan Pembebasan Nasional (ELN) dan kelompok kriminal yang berperan dalam perdagangan narkotika. n ap/reuters/c20 ed: teguh firmansyah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement