REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia adalah negara besar dengan jumlah penduduk yang besar pula. Lebih dari 200 juta jiwa penduduk Indonesia terbagi atau masuk ke dalam beragam komunitas dan organisasi. Di antara beragam organisasi massa tersebut, ada yang memiliki aturan dan AD/ART, ada pula yang tak punya aturan yang jelas dan mengikat. Terkadang, kepentingan dan aturan yang dijalankan oleh para ormas tersebut berbenturan.
Untuk itu, pemerintah berencana untuk menyusun Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan yang bisa mendata dan mengatur ormas-ormas yang ada di Indonesia. "Fungsi Undang-Undang Ormas adalah agar bisa mengatur sistem bernegara yang baik," kata staf ahli Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar, akhir pekan lalu.
Menurutnya, undang-undang ini akan mengelola ormas yang ada di Indonesia. Ormas-ormas tersebut tumbuh berkembang semakin besar dan perlu lembaga yang lebih tinggi dari mereka untuk mengelolanya. "Juga untuk mempermudah tujuan organisasi yang kadang berbeda-beda," jelasnya.
Jumlah ormas yang ada di Indonesia dan telah terdaftar di Kemendagri sebanyak 65 577. Bayangkan saja, dalam satu organisasi tersebut ada yang beranggotakan cukup besar, hingga jutaan jiwa, ada pula yang berisikan segelintir orang. Namun, program dan kegiatan yang dilakukan banyak bersinggungan dengan rakyat Indonesia lainnya.
Selain untuk mengelola sistem organisasi, Undang-Undang Ormas ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap ormas itu sendiri. Terutama, ormas yang berasal dari luar negeri.
Hingga kini, menurut Bahtiar, masih butuh penyelarasan sejumlah hal dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Organisasi Masyarakat (Ormas). Salah satunya adalah terminologi tentang organisasi kemasyarakatan itu sendiri.
Organisasi kemasyarakatan yang dimaksud di sini adalah organisasi yang sifatnya sosial atau gerakan kemanusiaan. "Disingkat ormas, namun sebenarnya di dalamnya ada lembaga swadaya masyarakat (LSM), yayasan, dan organisasi kemasyarakatan lain, baik yang berbasis anggota atau tidak," jelasnya.
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menolak RUU Ormas yang saat ini sedang digodok di parlemen. “HTI menolak RUU Ormas lebih pada soal ideologi ormas. Sedangkan, bagi LSM atau ormas yang berpaham liberal, mereka lebih menolak karena ketatnya bantuan dana asing ke LSM atau ormas," ujar Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto.
Sejak awal, kata dia, perjuangan penolakan RUU Ormas ini dilakukan bersama antara ormas Islam dan ormas lain atau LSM yang berideologi liberal. Namun, kata Ismail, isi dan isu yang dibawa HTI berbeda, yakni berkaitan dengan ideologi Islam. "Ini perbedaan antara kami ormas Islam dengan ormas yang berafiliasi dengan partai politik dan LSM atau ormas lain yang mengusung ideologi luar," katanya.
Sebagai salah satu ormas besar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) meminta pengesahan RUU Ormas ditunda. Wasekjen PBNU Adnan Adwar mengatakan, sikap yang diambil NU sudah tepat, mengingat RUU ini masih memunculkan kontroversi. “Masih ada yang belum sepakat, termasuk kami,” ujarnya.
Penundaan ini, menurut Adnan, perlu dilakukan karena beberapa hal dalam draf RUU itu masih perlu kajian yang mendalam agar lebih komprehensif. Misalnya, tentang aspek eksplorasi. Bentuk kontribusi ormas yang telah lahir sebelum Indonesia merdeka tentu statusnya berbeda dengan ormas-ormas baru.
Ia memaparkan banyak aspek yang tertuang dalam RUU ini menggunakan perspektif Barat, seperti asas berserikat dan berkumpul serta instrumen internasional. Kekhasan prinsip ormas asli Indonesia tidak tampak di dalamnya.
Hal ini menyebabkan RUU yang sedang disusun itu kurang mengakomodasi banyak ormas yang ada di Indonesia. “RUU ini perlu ditunda terlebih dahulu, jangan dipaksakan. Karena, nanti bisa berakibat fatal. RUU ini rawan diintervensi,” kata Adnan.
Pemerintah sendiri beralasan pengaturan ormas dalam undang-undang dilakukan untuk mendorong pembangunan dengan berbasis sistem informasi data ormas di masyarakat. n rosita budi suryaningsih/amri amrullah ed: chairul akhmad
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.