REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Tak hanya menyadap pembicaraan telepon, intelijen Amerika Serikat (AS) juga memata-matai komunikasi yang dilakukan melalui jaringan internet. Seperti diakui Kepala Dinas Intelijen AS James Clapper, pemerintah memang mengumpulkan komunikasi dari berbagai perusahaan internet. Hanya saja, kebijakan itu bukan untuk warga AS.
“Kebijakan ini hanya menargetkan orang-orang non-AS,” katanya seperti dikutip BBC, Jumat (7/6). Pernyataan ini dikeluarkan untuk menanggapi artikel mengenai dugaan adanya program rahasia, Prism. Seperti ditulis the Washington Post, agen-agen AS secara rahasia menyadap server sembilan perusahaan internet untuk melacak dan memata-matai orang. Namun, raksasa-raksasa internet AS membantah memberikan akses langsung kepada agen-agen AS untuk memasuki server pusat mereka.
Artikel tentang Prism memunculkan kecurigaan dan pertanyaan-pertanyaan baru tentang seberapa jauh Pemerintah AS berhak menyadap atau memata-matai privasi warga dengan alasan keamanan nasional. Prism dilaporkan dibuat pada 2007 dari program pemantauan domestik tanpa garansi yang digagas oleh Presiden George W Bush menyusul tragedi 11 September. Konon, Prism tidak mengumpulkan data pengguna, tetapi bisa menarik materi yang cocok dengan kata pencarian.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan Kamis (6/6) malam, Clapper mengatakan, laporan the Washington Post dan the Guardian tentang Prism memiliki banyak ketidakakuratan. Namun, Clapper tidak memerinci hal-hal tidak akurat yang ia maksud. Yang pasti, kata dia, program pengumpulan komunikasi itu didesain untuk memfasilitasi akuisisi informasi intelijen asing menyangkut orang non-AS yang tinggal di luar AS.
“Program ini tidak menargetkan warga AS atau siapa saja yang berada dalam wilayah AS,” ujar Clapper.
Program yang didukung Pasal 702 Undang-Undang Pengintaian Intelijen Asing itu, lanjut dia, belum lama ini telah disetujui ulang oleh Kongres setelah melalui rapat dengar pendapat dan debat. “Informasi yang kami kumpulkan dalam program ini merupakan informasi intelijen asing yang sangat penting dan berharga, dan digunakan untuk melindungi negara kita dari berbagai macam ancaman.”
The Washington Post juga menulis, terdapat sembilan perusahaan yang ambil bagian dalam program ini, yaitu Microsoft, Yahoo, Google, Facebook, PalTalk, AOL, Skype, Youtube, dan Apple. Namun, kepada BBC, Microsoft mengatakan, pihaknya hanya menyerahkan data pelanggan jika ada perintah yang berkaitan dengan hukum. “Jika pemerintah memiliki program keamanan nasional untuk mengumpulkan data komunikasi semacam itu maka kami tidak ikut di dalamnya,” kata Microsoft dalam pernyataannya.
Sementara itu, Yahoo, Apple, dan Facebook menyatakan, mereka tidak pernah memberikan akses langsung kepada pemerintah untuk mengakses server mereka. “Google tidak punya 'pintu belakang' untuk memberikan akses khusus kepada pemerintah.”
Percakapan telepon
Sebelumnya, Badan Keamanan Nasional AS (NSA) mengonfirmasi bahwa mereka secara rahasia telah mengumpulkan jutaan percakapan telepon. Jutaan nomor telepon pelanggan di AS “diserahkan” ke badan intelijen.
Membela tindakan NSA, Gedung Putih mengatakan, pengumpulan percakapan telepon itu penting untuk mencegah ancaman teroris. Seorang pejabat AS mengatakan, ini merupakan langkah kontraterorisme dan bertujuan untuk mengetahui apakah para tersangka teroris melakukan kontak dengan pihak-pihak lain, terutama yang berada di dalam wilayah Amerika.
Sebelumnya, surat kabar the Guardian menerbitkan laporan tentang putusan pengadilan AS yang memerintahkan salah satu operator telepon terbesar di negara tersebut, Verizon, untuk menyerahkan informasi kepada NSA tentang semua data panggilan telepon pada sistemnya. Tidak hanya catatan telepon domestik, tapi juga panggilan internasional. n c20 ed: wachidah handasah
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.