REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan Narkotika Nasional (BNN) menilai penjara umum gagal membuat jera para pelaku kasus narkoba. Karena itu, BNN mengusulkan agar narapidana (napi) pengedar narkoba ditempatkan di penjara superketat, yakni penjara kategori register F.
“Semua napi narkoba yang saya tanya semua takut dengan hukuman dari aturan ini. Peraturan ini dikenal sebagai Register F,” kata Benny. Benny berujar, Register F ialah sebuah kategori bagi napi yang masih berbuat kejahatan di dalam lapas. Bila mendapat kategori Register F, maka seorang napi akan dihilangkan haknya mendapat remisi, cuti mengunjungi keluarga, cuti bersyarat, asimilasi, cuti menjelang bebas, serta pembebasan bersyarat.
Selain itu, BNN juga mengusulkan agar pecandu narkoba tidak ditempatkan di penjara yang sama dengan para pengedar. Menurut BNN, pelaku yang hanya berstatus pecandu lebih baik ditempatkan di pusat rehabilitasi. Dalam hal ini, BNN memiliki tempat rehabilitasi khusus bagi pecandu di Lido, Jawa Barat. “Kalau pengguna atau pecandu tidak direhabilitasi maka akan memakai (mengonsumsi) narkoba lagi,” jelas Kepala Bidang Hubungan Masyarakat BNN Kombes Sumirat kepada Republika di Jakarta, Jumat (21/6).
Sumirat mengatakan, sudah lama visi BNN beralih dari cara pemberantasan melalui pemidanaan ke metode rehabilitasi bagi pengguna narkoba. Menurut dia, proses menyembuhkan pecandu dari ketergantungan lebih penting daripada menghukum mereka atas perbuatannya.
Sumirat menambahkan, cara memperlakukan pecandu harus berbeda dengan pengedar. “Ini penting sekali. Maka wajar, kalau dipenjara, residivis waktu bebas kembali menggunakan narkoba lagi,” ujarnya. Sumirat berujar, faktanya, pecandu yang pernah dipenjara rata-rata kembali dijebloskan ke sel karena kasus yang sama. Atas dasar itu, solusi rehabilitasi harus diprioritaskan ketimbang hukuman.
Dia mengatakan, di 19 lapas narkotika yang dimiliki Indonesia, ruang khusus bagi rehabilitasi sejatinya sudah diterapkan. Perjanjian di atas kertas antara BNN dengan pihak lapas narkotika pun sudah ditandatangani. Sehingga, upaya menyembuhkan pecandu dari jerat narkoba juga dapat dilakukan di balik jeruji besi.
“Sekali lagi saya tekankan, memang seharusnya pecandu itu disembuhkan, supaya tidak suka lagi dengan narkoba. Kalau sudah tidak suka lagi narkoba, itu pasti amanlah,” ujarnya. Gerakan Anti Narkotika (Granat) mengamini pernyataan BNN. “Di Lapas saja jaringan narkoba bisa terbentuk, bagaimana mau lepas (dari jerat narkoba),” kata Ketua Umum Granat Henry Yosodiningrat kepada Republika.
Henry mengatakan, sorotan sebenarnya harus diarahkan kepada penjara tempat menghukum pecandu itu sendiri. Menurutnya, sudah menjadi rahasia umum lapas malah menjadi surga bagi para pengedar narkoba untuk menjual barang haramnya. Sehingga, jika pecandu ditempatkan di penjara, mereka justru akan mendapat akses untuk mendapat barang haram itu.
Untuk itu, Henry mengusulkan kepada aparat agar membersihkan penjara dari barang haram narkoba. “Lapasnya dulu bersihkan dari oknum, sistem bobrok, agar peredaran narkoba tak terjadi lagi di penjara,” ujar Henry.
Kasubdit Komunikasi Ditjenpas Kemenkumham Akbar Hadi Prabowo mengakui, peredaran narkoba di penjara masih jadi persoalan. Ia beralasan, hal itu tak terlepas dari keterbatasan jumlah petugas dibandingkan jumlah tahanan. Jumlah yang tak seimbang itu, menurutnya, membuat rentang pengawasan jadi terlalu luas.
Akbar menegaskan, Ditjenpas Kemenkumham sudah menempuh banyak upaya untuk menekan pelanggaran-pelanggaran dalam penjara. Meski begitu, ia tak memungkiri, para narapidana terus berinovasi untuk mengelabui petugas. n gilang akbar prambadi ed: abdullah sammy
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.