REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah AS tak memiliki bukti kuat untuk mendukung serangan terhadap Suriah. Menurut Kepala Staf Gedung Putih Denis McDonough, ini akan membuat warga AS termasuk parlemen ragu.
AS mendesak adanya serangan setelah Suriah dituding menggunakan senjata kimia berupa gas sarin. Ribuan orang meninggal. Pandangan umum menyatakan, Presiden Suriah Bashar al-Assad yang bertanggung jawab. Kejadian ini terjadi di suburban Damaskus, Ghouta.
McDonough mengakui, AS tak punya bukti konkret bahwa Assad berada di balik serangan senjata kimia itu. Survei juga menunjukkan, warga AS skeptis dengan intervensi militer ke Suriah, termasuk mereka yang memercayai Assad berada di balik penggunaan senjata kimia.
Associated Press (AP) dalam laporannya juga menyebutkan, publik Suriah belum melihat bukti kuat dari intelijen. Tak ada citra satelit dan transkrip komunikasi militer Suriah dengan Assad yang memerintahkan serangan senjata kimia.
Presiden AS Barack Obama mengklaim, data mereka berdasarkan satelit intelijen. Citra dan komunikasi satelit menunjukkan, ada indikasi persiapan penggunaan sarin tiga hari sebelum kejadian, yaitu pada 21 Agustus 2013 lalu.
Dalam wawancara dengan Charlie Rose dari CBS, Assad mengelak tudingan pemerintahannya menggunakan senjata kimia. Ia tak bertanggung jawab atas kematian mereka. Namun, ia enggan mengatakan apakah memiliki akses dalam senjata kimia.
Bahkan, ia menegaskan bisa jadi serangan itu dilakukan oleh kelompok perlawanan. “Saya tak dapat mengonfirmasi atau menyangkal kami mempunyai senjata kimia,’’ kata Assad. Dan, tak ada bukti yang menunjukkan ia menggunakan senjata kimia terhadap warganya.
Assad mengingatkan akan membalas bila negaranya diserang. Ada orang yang beraliansi dengannya melakukan pembalasan. Ia menambahkan, bukan sebuah pengalaman bagus bagi AS terlibat dalam perang serta konflik di Timur Tengah.
Jadi, sebaiknya AS juga tak meminta Kongres mereka untuk mengesahkan serangan ke Suriah. Serangan akan mengubah peta kekuatan kelompok perlawanan di negaranya. Menurut Assad, di sana terdapat pula Alqaidah yang berperan.
Rusia dan Suriah, Senin (9/9), mendesak AS untuk fokus mewujudkan perdamaian bukan aksi militer. Hal ini disampaikan Menlu Suriah Walid al-Moualem dan Menlu Rusia Sergei Lavrov di sela-sela pertemuan di Moskow, Rusia.
“Kami bertemu di Moskow saat genderang perang ditabuh oleh Pemerintah AS,’’ ujar Moualem. Ia menegaskan, saluran diplomasi untuk memecahkan isu Suriah masih berfungsi. Dengan rencananya, Obama dianggap mendukung ekstremis. “Kami bertanya bagaimana Obama bisa mendukung mereka yang menghancurkan Gedung World Trade Center, New York,’’ kata Moualem. Lavrov mengingatkan, serangan justru akan memperluas terorisme.
Cina mendesak AS berhati-hati dengan langkahnya. Mereka diminta menyerahkan persoalan suriah dikembalikan ke PBB. Ini merupakan respons Cina atas keinginan AS bertindak sendiri dengan melakukan serangan terbatas ke Suriah.
AS dan Prancis mendesak agar Suriah diserang. Alasannya, Suriah menggunakan senjata kimia yang menyebabkan ribuan orang tewas. “Negara-negara ini dituntut berpikir tiga kali sebelum bertindak,’’ kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Cina Wang Yi.
Wang menyampaikan hal itu saat berbicara dengan Menlu AS John Kerry melalui telepon, Ahad (8/9) malam. Ia mengatakan, kembalikan semua ke Dewan Keamanan PBB. Ia meminta semua menunggu hasil penyelidikan PBB soal senjata kimia Suriah itu.
Xinhua, Senin (9/9), melaporkan bahwa serangan militer ke Suriah adalah pelanggaran hukum internasional. Menlu AS John Kerry selepas bertemu Menlu Inggris William Hague mengatakan, serangan militer tak bakal terjadi kalau Suriah menyerahkan seluruh senjata kimianya. Ia mensyaratkan penyerahan senjata itu ke komunitas internasional dilakukan dalam kurun sepekan. Namun, ia ragu Assad akan melakukan langkah tersebut. n bambang noroyono/ap/reuters ed: ferry kisihandi
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.