Rabu 02 Oct 2013 06:10 WIB
KTT APEC

APEC Inginkan Emisi Nol

Emisi karbon
Foto: concurringopinions.com
Emisi karbon

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA - Energi terbarukan menjadi salah satu isu penting dalam forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) untuk mencapai zero emission (emisi nol). Hingga kini masih banyak negara di kawasan Asia Pasifik yang mengeluarkan subsidi besar untuk memenuhi kebutuhan energi fosil.

Direktur International Renewable Energy Agency (IRENA) Dolf Gielen menyatakan, saat ini setidaknya sejumlah negara mengeluarkan lebih dari 10 persen pendapatan. Padahal, harga bahan bakar tersebut akan terus mengalami peningkatan. “Sementara, cadangannya terus menurun,” katanya, Selasa (1/10).

Cadangan batu bara dunia saat ini mencapai 21,13 juta ton dan diperkirakan akan habis 59,8 tahun lagi. Sedangkan, minyak memiliki usia yang lebih pendek, hanya 12,8 tahun dengan cadangan saat ini 4,23 juta barel. Selain itu, gas alam akan habis dalam kurun waktu 30,8 tahun dengan cadangan tersisa 104,71 triliun standar kaki kubik (TSCF).

“Pemakaian bahan bakar fosil juga dapat memberikan efek samping terhadap lingkungan, yaitu menaikkan emisi,” ujarnya. Oleh karena itu, penggunaan energi terbarukan sangat diperlukan. Lagi pula potensi energi bersih ini sangat besar dan pasarnya bahkan mencapai 269 miliar dolar AS per tahun.

Namun, untuk mendorong pemakaian energi terbarukan secara global dan massal, diperlukan komitmen yang tinggi dari seluruh negara di kawasan. Pemerintah harus menerapkan kebijakan yang mendukung penggunakan energi ini. “Inovasi juga harus dilakukan terus-menerus sehingga teknologi pendukung energi terbarukan menjadi lebih terjangkau dan semakin praktis bagi masyarakat,” ujar Dolf Gielen.

Hal yang sama diungkapkan Presiden Asia Pacific Energy Research Centre Takato Ojimi. Ia menyatakan, untuk memperbanyak penggunaan energi terbarukan, memang bukan hal yang mudah. “Butuh komitmen yang besar dari pemerintah dan pihak terkait lainnya untuk merealisasikan hal tersebut,” katanya.

Pemerintah harus meluncurkan kebijakan yang efektif untuk mengurangi permintaan energi fosil energi dalam waktu dekat. Selain itu, mengganti penggunaan batu bara atau minyak dengan gas untuk mengurangi emisi. Caranya dengan membuat harga gas di bawah harga pasar dan membatasi ekspor gas. “Dengan begitu cita-cita APEC, yaitu emisi nol, bisa dicapai,” ujarTakato.

Kepala BPPT Marzan Aziz Iskandar menyatakan, Indonesia memiliki sumber energi terbarukan yang sangat banyak dan bervariasi. “Kita tinggal memilih energi terbarukan mana yang harus digarap lebih dulu,” katanya, Selasa (1/10). Menurutnya, dari semua potensi yang ada, energi yang paling bisa dieksploitasi dalam waktu dekat adalah panas bumi atau geotermal, biofuel, dan photovoltaic.

Sayangnya, saat ini produksi energi tersebut masih rendah. Kapasitas terpasang panas bumi, misalnya baru sekitar 3.442 megawatt (mw). Sedangkan, target yang dikehendaki mencapai 9.500 mw pada 2025. Untuk mencapainya, menurut Marzan, bukan hal yang mudah. BPPT terus mengembangkan sejumlah teknologi untuk meningkatkan kapasitas eksplorasi panas bumi bersama perusahaan lokal dengan konten lokal sebanyak 64 persen.

Demi mengembangkan energi terbarukan, Indonesia disarankan untuk menghapus subsidi bahan bakar minyak (BBM). Dengan dihapusnya subsidi, anggaran untuk subsidi BBM dapat dialokasikan untuk pengembangan energi terbarukan.

Selain itu, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Herman Darnel Ibrahim mengharapkan adanya konsensus nasional untuk menghapus subsidi. “Elemen politik satu kata. Hapus subsidi. Jangan gunakan isu subsidi untuk promosi partai politik,” ujar Herman yang ditemui di tengah-tengah APEC Conference on Clean, Renewable and Sustainable Use of Energy, Nusa dua, Bali, Selasa (1/10).

Menurutnya, subsidi harus dihapus agar tak menjadi beban dalam pengembangan energi terbarukan. Ia mengatakan, subsidi membuat APBN jebol, tetapi membuat negara memiliki sedikit kemampuan untuk membangun. Di sisi lain, Indonesia memiliki banyak potensi energi terbarukan. “Tantangannya membawa harga turun. Dengan adanya research, harapannya harga turun,” ujar Herman. n fitria andayani/satya festiani ed: irwan kelana

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement