Senin 16 Dec 2013 08:02 WIB
Subsidi BBM

IMF Usul Subsidi Tetap BBM

Petugas mengganti papan angka harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU
Foto: ANTARA FOTO
Petugas mengganti papan angka harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA — International Monetary Fund (IMF) mengusulkan agar Pemerintah Indonesia memberlakukan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dengan alokasi anggaran yang tetap. Pemberian subsidi tetap bagi BBM dinilai menjadi solusi untuk menghindari ketidakpastian dalam kebijakan fiskal.

Senior Resident Representatif IMF di Indonesia, Benedict Bingham, mengatakan, stabilitas makroekonomi penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah dan panjang. Untuk mencapai kondisi itu, peran kebijakan fiskal sangat penting manakala pengetatan kebijakan moneter terjadi seiring tingginya inflasi dan defisitnya neraca transaksi berjalan.

“Sayangnya, peran dan ruang gerak kebijakan fiskal sulit diharapkan, mengingat besarnya subsidi energi, khususnya subsidi BBM,” kata Bingham dalam acara seminar internasional bertajuk “Avoiding the Middle Income Trap: Lesson Learnt and Strategies for Indonesia to Grow Equitably and Sustainably” di Nusa Dua, Bali, akhir pekan lalu.

Menurut Bingham, subsidi BBM telah berimbas pada inefisiensi anggaran. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur dan mengembangkan pendidikan di dalam negeri menjadi tereduksi.

Di sisi lain, Bingham menyadari, kenaikan harga BBM untuk mengurangi beban subsidi pun sulit dilakukan, mengingat pengaruhnya yang besar terhadap inflasi. Oleh karena itu, subsidi tetap bagi BBM dapat menjadi solusi. “Subsidi tetap adalah jalan yang tepat. Dengan subsidi di bawah kontrol, ruang gerak anggaran pemerintah lebih baik. Plus, ketidakpastian dalam kebijakan makroekonomi pun terhindarkan,” kata Bingham.

Kepala Ekonom PT Bank Danamon Tbk Anton Gunawan menyetujui usulan alokasi subsidi tetap bagi BBM. Menurut Anton, pendekatan yang bisa digunakan adalah memberikan subsidi tetap per liter BBM, misalnya Rp 3.000 per liter. Apabila kemudian terjadi perubahan harga minyak atau rupiah melemah terhadap dolar AS, harga BBM juga otomatis naik tanpa mengurangi subsidi yang ditetapkan.

Model evaluasi harga BBM bersubsidi diperlakukan sama dengan moel evaluasi harga Pertamax (BBM nonsubsidi) yang dilakukan setiap 15 hari. Dengan demikian, dampak harga BBM ke inflasi tidak terlalu besar dan membiasakan orang untuk terjadinya pergerakan harga. “Selain itu, belanja subsidi tetap sehingga anggaran menjadi lebih pasti,” kata Anton.

Anton melanjutkan, pemberian subsidi tetap bagi BBM dapat menjadi solusi transformasi struktural di sektor energi. Selain itu, program lainnya, seperti pengendalian konsumsi, konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG), dan pengembangan kendaraan ramah lingkungan secara massal, dapat terwujud dengan cepat.

Kementerian Keuangan memandang, skema subsidi BBM yang berlaku saat ini kerap membuat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami pelebaran. Penyebabnya, besarnya subsidi BBM ditentukan oleh fluktuasi harga minyak dunia, kurs rupiah, dan produksi minyak siap jual.

 

Fluktuasi terhadap ketiga faktor tersebut kerap membuat subsidi BBM melonjak sehingga berujung pada tertekannya APBN. Subsidi tetap adalah subsidi dengan nilai tetap untuk setiap liter BBM bersubsidi.

Kalau harga keekonomian BBM Rp 9.000 per liter maka dengan subsidi tetap, misalnya Rp 2.500 per liter, harga yang dibayarkan konsumen Rp 6.500 per liter. Subsidi tetap BBM pernah diusulkan dalam RAPBN 2014, namun urung dilanjutkan pembahasannya.  Saat ini, subsidi tetap telah diberikan kepada bahan bakar nabati (BBN) Rp 3.000 per liter dan liquified gas for vehicle (LGV) Rp 1.500 per liter.

Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan memproyeksikan, realisasi subsidi BBM dalam APBN Perubahan 2013 diprediksi kembali melampaui pagu yang telah ditetapkan sebesar Rp 199,9 triliun. Besarannya di atas 12 persen dari pagu atau Rp 223,88 triliun.

Pada APBN-P 2011, realisasi subsidi mencapai Rp 165,1 triliun atau 127,3 persen terhadap pagu Rp 129,7 triliun. Sedangkan pada APBNP 2012, realisasi subsidi menyentuh Rp 211,8 triliun atau 154,2 persen terhadap pagu Rp 137,3 triliun.

Terdapat tiga faktor utama yang memicu pembengkakan subsidi. Pertama, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, kenaikan harga Indonesia crude price (ICP), dan volume konsumsi. Dalam asumsi makro APBN-P 2013, nilai tukar rupiah ditetapkan Rp 9.600 per dolar AS. Padahal, realisasi per 25 Oktober sudah mencapai Rp 10.161 per dolar AS. ICP ditetapkan 108 dolar AS per barel dengan realisasi per 25 Oktober 107 dolar AS. Adapun volume konsumsi ditetapkan 48 juta kiloliter dengan proyeksi berada di kisaran 46 juta sampai 47 juta kl.

Wakil Menteri Keuangan II Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengatakan, sebenarnya kajian pemberian subsidi tetap bagi BBM telah dilakukan sejak lama dan berkali-kali oleh Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. Akan tetapi, Bambang belum dapat menjawab secara pasti apakah skema ini akan diusulkan dalam Rancangan APBN 2015. “Nanti kita lihatlah. Sekarang kan tinggal kapan mau masuknya. Parlemen sudah setuju dalam pembahasan terakhir 2014.  Cuma memang kita belum memasukkan (waktu itu),” kata Bambang. n muhammad iqbal ed: eh ismail

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement