REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Iran dipastikan tak hadir dalam konferensi perdamaian Suriah di Jenewa, Swiss, 22 Januari mendatang. Kepastian itu muncul setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak mengirimkan undangan kepada Iran untuk menghadiri konferensi Jenewa II tersebut.
Wakil Juru Bicara Sekjen PBB Ban Ki-moon, Farhan Haq, mengatakan, pihaknya telah mengirimkan undangan untuk menghadiri konferensi Jenewa II kepada 30 negara, Senin (6/1). “Namun, Iran tak diundang,” ujarnya, seperti dilansir kantor berita AFP.
Bagi Iran, tidak adanya undangan dari PBB bukanlah hal yang mengejutkan. Sebelumnya, Iran pun telah memunculkan isyarat untuk tidak menghadiri konferensi tersebut.
Dalam sebuah pernyataan untuk menanggapi ucapan Menlu AS John Kerry, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Marzieh Afkham menegaskan, ajakan AS agar Iran membantu perdamaian di Suriah dari “sisi luar” konferensi Jenewa II merupakan sesuatu yang tidak menghargai martabat Iran,” ujar Afkham.
Berbeda dengan AS, Negeri Beruang Merah, Rusia yang merupakan pendukung utama Presiden Suriah Bashar al-Assad sangat mendukung partisipasi Iran dalam perundingan Jenewa II.
Namun, menurut AS dan negara Barat lainnya, Iran harus mendukung deklarasi yang tertuang dalam perundingan Jenewa I pada 2012 sebelum bergabung dalam konferensi Jenewa II. Deklarasi tersebut menghendaki dibentuknya pemerintahan transisi di Suriah. Seorang pejabat AS juga mengatakan, Iran tidak siap untuk menghadiri Konferensi Jenewa II.
Sementara itu, Menlu AS John Kerry dan Menlu Rusia Sergei Lavrov akan bertemu pada 13 Januari mendatang untuk menentukan apakah Iran dapat berperan dalam misi perdamaian di Suriah. Kerry juga menegaskan, Iran masih dapat berperan dalam perundingan damai itu. PBB juga berharap Kerry dan Lavrov dapat mencapai kesepakatan mengenai partisipasi Iran.
“Kita semua tahu, dukungan aktif dari kekuatan regional merupakan hal yang sangat penting,” kata Farhan Haq.
Konferensi Jenewa II digelar atas prakarsa dua negara adidaya, AS dan Rusia. Menurut dua negara ini, konferensi tersebut sangat penting, mengingat kian memburuknya kondisi Suriah setelah dikoyak perang saudara selama hampir tiga tahun terakhir.
Menurut Haq, Konferensi Jenewa akan memberi ruang bagi wakil-wakil dari pemerintah Suriah dan pihak oposisi untuk berunding dan memulai transisi politik.
Sekjen PBB, menurut Haq, menilai perundingan ini sebagai kesempatan yang tepat untuk mengakhiri kekerasan dan memastikan bahwa perdamaian dapat dicapai di Suriah.
Perundingan itu, ia menambahkan, dilakukan untuk membentuk pemerintahan transisi berdasarkan kesepakatan bersama. Ke-30 negara yang masuk daftar undangan PBB, di antaranya Arab Saudi, Inggris, Cina, Prancis, Rusia, AS, dan negara-negara tetangga Suriah, seperti Turki, Irak, dan Yordania.
Sementara itu, Pemerintah Suriah yang sedang meningkatkan serangan kepada pihak oposisi di Aleppo mengatakan, masa depan Presiden Assad tidak dapat diselesaikan dalam sebuah konferensi perdamaian. n dessy suciati saputri ed: wachidah handasah
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.