REPUBLIKA.CO.ID, KABUL — Pemerintah Amerika Serikat (AS) sangat keberatan dengan rencana Pemerintah Afghanistan untuk membebaskan 72 tahanannya. AS menganggap para terpidana itu berbahaya karena terkait kejahatan teror.
Hubungan kedua negara kembali memburuk pada Kamis (9/1) setelah Presiden Afghanistan Hamid Karzai mengatakan tak cukup bukti untuk terus memenjarakan para tahanan itu di penjara di Bagram. Penjara di Bagram sebelumnya merupakan milik AS dan kini dikendalikan oleh Pemerintah Afghanistan.
“Kami tak bisa membiarkan warga Afghanistan yang tak bersalah ditahan selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun tanpa pengadilan sama sekali,” ujar Juru Bicara Karzai, Aimal Faizi, pada kantor berita Reuters. “Hal ini ilegal dan melanggar kedaulatan Afghanistan.”
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Jen Psaki mengatakan, 72 tahanan tersebut merupakan penjahat berbahaya dan memiliki hubungan dengan kejahatan teror. Salah satu bentuk kejahatan mereka, yakni menggunakan alat peledak rakitan dan melakukan pembunuhan terhadap warga sipil Afghanistan.
Psaki mengatakan, waktu akan memberi tahu, pelepasan tahanan itu akan berpengaruh negatif terhadap penandatanganan pakta perjanjian kehadiran personel militer AS pascapenarikan pasukan asing pada akhir 2014.
Jenderal AS Joseph Dunford yang kini menjadi komandan di Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) berencana membuat pernyataan keberatannya secara resmi. Ia menegaskan, keputusan Karzai tersebut bertentangan dengan perjanjian yang ditandatangani saat Penjara Bagram diserahkan pada Afghanistan.
Di sana disebutkan jaminan bahwa narapidana yang membahayakan bagi Afghanistan dan pasukan internasional akan terus ditahan di bawah hukum Afghanistan.
Dalam tinjauan kasus yang dilakukan intelijen Afghanistan dan pejabat peradilan dinyatakan, dari 88 terpidana, 45 tahanan tak terbukti bersalah, sementara 27 lainnya tak cukup bukti. Untuk itu, menurut Karzai, ke-72 tahanan tersebut harus dibebaskan. Sementara, 16 lainnya tetap dipenjara.
Namun, ia tak memberikan perincian kapan pembebasan tahanan akan berlangsung. Identitas tahanan dan lamanya masa penahanan juga tak diungkapkan secara perinci. AS menyatakan, ke-88 tahanan tersebut harus menghadapi pengadilan di Afghanistan. AS menyatakan memiliki bukti yang melibatkan mereka dengan kematian atau melukai 60 pasukan koalisi dan 57 pasukan Afghanistan.
Sementara itu, dua pelaku bom bunuh diri menyerang sebuah kantor polisi di Lashkar Gah, ibu kota Helmand, Kamis malam. Menurut Juru Bicara Helmand Omar Zawak, peristiwa tersebut menewaskan seorang polisi dan melukai sembilan orang lainnya, termasuk enam warga sipil. Polisi berhasil menembak mati dua penyerang lain sebelum mereka meledakkan diri. n gita amanda/ap/reuters ed: teguh firmansyah
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.