REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) memenuhi janjinya untuk mulai melonggarkan sanksi ekonomi terhadap Iran. Hal ini dilakukan setelah Teheran melaksanakan isi kesepakatan nuklir yang telah ditandanganinya bersama kelompok P5+1 dengan menghentikan pengayaan uranium 20 persen sejak Senin (20/1).
Kepala Badan Energi Atom Iran Ali Akbar Salehi, seperti dilaporkan Reuters, Selasa (21/1), mengatakan, sanksi terhadap Iran mulai dilonggarkan setelah Iran melaksanakan kesepakatan tersebut. Berkat pelonggaran sanksi itu, Iran dapat mencairkan asetnya yang telah dibekukan di luar negeri senilai 4,2 miliar dolar AS.
Pada saat yang sama, Iran pun dapat melanjutkan aktivitas ekspor-impor emas serta logam mulia lainnya serta mendatangkan barang-barang impor untuk kepentingan industri otomotif. Selain itu, Iran juga akan kembali dapat melakukan perdagangan petrokimia.
Terkait hal ini, Kementerian Keuangan AS dalam sebuah pernyataan mengatakan, saat ini Iran benar-benar telah membatasi program nuklirnya. ''Karena itu, Pemerintah AS telah mengambil langkah untuk menghapus sanksi perdagangan minyak Iran,'' demikian pernyataan Kementerian Keuangan AS, seperti dilansir Aljazirah.
Sementara, UE dalam pernyataan yang dikeluarkan, Senin (20/1), mengatakan, blok yang menaungi 28 negara Eropa ini menangguhkan sanksi perdagangan terhadap Iran, hingga enam bulan ke depan bergantung penilaian lebih lanjut.
Keputusan AS dan UE untuk melonggarkan sanksi diambil setelah Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengonfirmasi bahwa Iran telah menghentikan aktivitas pengayaan uranium 20 persen sesuai dengan kesepakatan yang telah ditandatangani Iran dan enam negara besar yang tergabung dalam kelompok P5+1, yakni AS, Rusia, Inggris, Prancis, Cina, dan Jerman. Penghentian pengayaan uranium selama enam bulan ke depan, menurut IAEA, dapat mengakhiri kekhawatiran negara-negara Barat atas dugaan pengembangan senjata nuklir oleh Iran.
Untuk mengawasi implementasi kesepakatan nuklir ini, para inspektur IAEA telah berada di Teheran sejak Sabtu (18/1). Tim ini mengunjungi fasilitas nuklir Natanz dan Fordo untuk menjamin bahwa Iran benar-benar menghentikan pengayaan uranium sesuai kesepakatan. Mereka pun ditugaskan untuk melaporkan hasil pengawasan mereka ke markas pusat IAEA di Wina, Austria.
Wakil Direktur Jenderal IAEA Tero Varjoranta menginformasikan, Iran telah menunjukkan kerja sama yang baik. "Kami memiliki sistem yang kuat di Iran untuk memastikan Iran melaksanakan kesepakatan," katanya, seperti dikutip New York Times.
Implementasi kesepakatan nuklir antara Iran dan kelompok P5+1, menurut Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Catherine Ashton, merupakan langkah yang penting bagi dunia. Sedangkan, Juru Bicara Gedung Putih Jay Carney mengatakan, pihaknya akan tetap menggunakan langkah yang tegas terkait sanksi atas Iran.
Seorang pejabat senior AS menilai, pelonggaran sejumlah sanksi belum akan memperbaiki perekonomian Iran. "Iran tidak akan menjalin hubungan bisnis hingga tercapai kesepakatan yang komprehensif," katanya.
Pelonggaran sanksi atas Iran juga tidak disetujui semua kalangan di AS. Dalam hal ini, Pemerintah Presiden Barack Obama menghadapi penentangan dari Israel serta kalangan garis keras di Kongres. Sejumlah tokoh di AS juga mengkritik pelonggaran sanksi ini. Salah satunya adalah Mark Dubowits, ketua Yayasan Pertahanan Demokrasi di Washington. ''Barat justru akan kehilangan kekuatan dalam perundingan dengan Teheran apabila memberikan bantuan ekonomi jangka pendek,'' ujar dia.
Pelonggaran sanksi AS terhadap Iran diperkirakan mencapai nilai tujuh miliar dolar AS. Meskipun begitu, sejumlah pejabat melihat, nilai tersebut bergantung ketertarikan perusahan Barat untuk kembali masuk dalam pasar Iran. Pemerintah AS sendiri berpendapat, masih terlalu dini bagi kalangan industri untuk menjalin bisnis dengan Iran karena sanksi belum sepenuhnya dicabut. n dessy suciati saputri/ap ed: wachidah handasah
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.