Selasa 28 Jan 2014 07:49 WIB
Demokrasi di Tunisia

Konstitusi, Sejarah Baru Tunisia

A general view shows Tunisia's Constituent Assembly during a vote over the composition of an election commission to oversee a vote later this year in Tunis January 8 , 2014.
Foto: Reuters/Zoubeir Souissi
A general view shows Tunisia's Constituent Assembly during a vote over the composition of an election commission to oversee a vote later this year in Tunis January 8 , 2014.

REPUBLIKA.CO.ID, Majelis Nasional Tunisia akhirnya menyetujui konstitusi baru negara itu, Ahad (26/1). Pengesahan konstitusi ini merupakan langkah maju untuk membangun demokrasi Tunisia setelah tiga tahun jatuhnya diktaktor Zine Abidine Ben Ali.

 

Persetujuan atas landasan negara tersebut tak lama setelah Perdana Menteri Mehdi Jomaa menunjuk kabinet sementara yang merupakan kesepakatan untuk mengakhiri krisis antara partai Islam Tunisia dan oposisi sekuler.

“Konstitusi ini merupakan impian rakyat Tunisia. Konstitusi ini membuktikan kebangkitan revolusi, konsitusi ini menciptakan bangsa sipil demokratik,” ujar Ketua Majelis Mustaphan Ben Jaafar.

Tunisia merupakan negara pertama yang menjadi pencetus Arab Spring. Negara ini bergelut dengan beragam persoalan pada masa transisi. Persetujuan konstitusi dan kemajuan Tunisia kontras dengan negara-negara lainnya di kawasan yang sedang mengalami transisi pasca-Arab Spring. Libya, Mesir, dan Yaman kini masih bergulat dengan konflik internal setelah revolusi 2011. 

Setelah pemungutan suara, bendera Tunisia, merah dan putih, dikibarkan. Para anggota kongres saling berpelukan, menari, dan bernyanyi di dalam gedung dewan. Sebanyak 200 suara dari 216 anggota majelis menyetujui konstitusi baru pada Ahad malam.

Seperti dilansir Aljazirah, konstitusi baru Tunisia menjadi salah satu konstitusi paling progresif di kawasan. Konstitusi memuat beberapa hal, di antaranya, menjamin hak yang sama bagi pria dan wanita.

Konstitusi juga menuntut negara untuk mengatasi masalah korupsi. Kekuasaan eksekutif juga dibagi antara perdana menteri dan presiden.

Perdana menteri akan memiliki peran dominan, sementara presiden mempertahankan hak prerogatif penting, terutama dalam urusan pertahanan dan luar negeri.

Konstitusi tidak memasukkan Islam sebagai sumber legislasi. Namun, undang-undang dasar ini mencatumkan Islam sebagai agama resmi negara.

Meski demikian, terdapat sejumlah kritik, yakni soal konstitusi yang tak melarang hukuman mati dan peraturan mengenai kebebasan berbicara. Selain itu, penyerangan terhadap agama dan menuduh orang sebagai kafir atau tak beragama merupakan tindakan ilegal.

Tunisia berharap, disusunnya konstitusi baru dapat membawa perubahan dalam mengembalikan stabilitas negara. Mereka juga berharap hal ini bisa meyakinkan investor dan sekutu Barat seperti Amerika Serikat.

Pemerintahan sementara

Selain konstitusi, keberhasilan Perdana Menteri Mehdi Jomaa membentuk susunan pemerintahan sementara juga merupakan langkah positif.  Kabinet baru ini akan memerintah negara hingga pemilu digelar.

Kabinet sementara terdiri atas 21 menteri, termasuk di antaranya dua menteri perempuan. Hanya satu menteri yang berasal dari kabinet sebelumnya, yakni menteri dalam negeri.

Pihak oposisi awalnya menentang Lotfi Ben Jeddou tetap berada di posisinya sebagai menteri dalam negeri. Namun, Jomaa mengatakan, Ben Jeddou dipertahankan karena keadaan keamanan negara yang masih rapuh dan membutuhkan kesinambungan.

Dalam pemerintahan baru, Hakim Ben Hammouda, seorang ekonom dengan pengalaman di Bank Pembangunan Afrika, akan menjadi menteri keuangan. Sementara, Mongi Hamdi, seorang mantan pejabat PBB, akan menjadi menteri luar negeri.

Salah satu tantangan pemerintah ke depan adalah ekonomi. Pemerintah baru diminta mengatasi tuntutan lembaga donor internasional yang mendesak pemotongan pengeluaran publik. Mereka juga diminta mengekang defisit anggaran tanpa memicu protes atas kesejahteraan sosial.

Pemerintah diminta menangani kelompok-kelompok bersenjata terkait dengan operasi Alqaidah di Afrika Utara juga merupakan ancaman besar bagi negara yang sangat bergantung pada pariwisata. n gita amanda/ap/reuters ed: teguh firmansyah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement