REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerimaan Kartu Jakarta Pintar (KJP) dinilai meleset sebesar 19,4 persen dari total 405 ribu penerima kartu ini. Artinya, KJP yang merupakan program dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak tepat sasaran dan memiliki sejumlah kelemahan lainnya.
Angka tersebut merupakan temuan hasil penelitian dari Indonesia Corruption Watch (ICW) sepanjang Februari - Maret 2013 yang dipaparkan dalam jumpa persnya, Senin (31/3). Hal ini menandakan, program KJP masih perlu dikaji ulang, terutama, menurut ICW, dalam pendataan penerima KJP.
Siti Julianti, Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, mengatakan, hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerima KJP ternyata tidak sesuai dengan kriteria penerimanya. Penerima KJP tidak sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) yang telah ditetapkan Pemprov DKI Jakarta.
Juknisnya, kata dia, antara lain, bagi mereka yang tidak merokok, tidak menggunakan narkoba, tidak menggunakan mobil pribadi ke sekolah, keluarga miskin, tidak memiliki kartu tanda penduduk (KTP), dan kartu keluarga (KK) wilayah Jakarta. “Sebagian penerima KJP itu tidak tepat sasaran karena tidak memenuhi juknis tersebut,” ujar Julianti.
Julianti menambahkan, penelitian ini dilakukan melalui pemantauan KJP pada 2013. Dalam penelitian itu, ICW menggunakan metode Citizen Report Cards (CRC). Sehingga, kata dia, ICW bisa menemukan sejumlah temuan kelemahan dalam program KJP.
Berikut temuan-temuan dalam Program KJP oleh ICW, yaitu akurasi data penerima dana KJP masih rendah. Selain itu, penerima KJP kurang up to date, sehingga beberapa penerima tidak dapat dikonfirmasi atau tidak diketahui keberadaannya.
Sementara itu, transfer dana KJP kurang tepat waktu. Tak hanya itu, dana KJP, kata Siti, tidak sepenuhnya digunakan untuk keperluan personal siswa, sebagaimana diatur dalam juknis KJP.
Kemudian, juknis KJP mensyaratkan masing-masing penerima harus membuat Surat Pertanggung Jawaban (SPJ), Rekening dana KJP tidak dipegang sebagian orang tua murid dan sebagian pihak masih melakukan pemotongan dana KJP pada penerima KJP.
Eni, dari Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), mengatakan, pihaknya juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam penerimaan KJP. Beberapa hal yang diperhatikan kejanggalannya, antara lain, terjadi pemotongan dana KJP oleh pihak sekolah sebesar Rp 100 ribu, pembagian KJP dilakukan di dalam kelas dan siswa tidak mengetahui saldo yang ada di rekening, dan tidak ada sosialisasi terlebih dahulu.
Kemudian, lanjutnya, prosedur untuk mendapatkan KJP juga ternyata dipersulit sekolah. Soalnya, sekolah mewajibkan penerima untuk melampirkan surat keterangan miskin serta surat dari RT/RW. Oleh karenanya, kata Eni, disimpulkan bahwa program KJP tersebut dalam prosesnya dipersulit dan dinilai tidak transparan.
Nur Shinta, warga Penjaringan, Jakarta Utara, menuturkan, masih banyak penerima KJP juga tidak tepat sasaran. Banyak anak dari keluarga miskin yang tidak mendapatkan KJP. Padahal, sasaran untuk program KJP itu justru anak-anak dari keluarga tak mampu. Namun, kartu itu malah didapatkan anak yang berasal dari keluarga mampu.
Oleh karena itulah, Jimi Paa, yang mengatasnamakan perwakilan dari masyarakat Jakarta, mengusulkan untuk mengkaji ulang sistem data penerima KJP. Hal ini ditujukan untuk mengatasi masalah penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang tidak tepat sasaran. n c67 ed: dewi mardiani
Informasi dan berita lain selengkapnya silakan dibaca di Republika, terimakasih.