JAKARTA — Gubernur Maluku Said Assagaff mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku akan terus mendorong disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi Kepulauan. Hal tersebut, menurutnya, akan menjadi salah satu program yang akan ia prioritaskan.
Menurut Said, RUU Provinsi Kepulauan merupakan bentuk perlakuan khusus pemerintah pusat untuk provinsi kepulauan. Menurut Said, RUU Provinsi Kepulauan juga diperjuangkan bersama-sama oleh tujuh pemprov lainnya. Di antaranya, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Bali.
RUU Provinsi Kepulauan mula-mula diajukan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) oleh gubernur-gubernur dari provinsi tersebut pada 2011 silam. Saat itu, menurut Gubernur Sulawesi Utara Sinyo H Sarundajang, Mendagri Gamawan Fauzi merespons positif usulan tersebut.
Dalam RUU tersebut, para pengusul menilai daerah kepulauan perlu perlakuan dan regulasi berbeda dari provinsi-provinsi daratan. Salah satu yang diusulkan dalam RUU Provinsi Kepulauan, yaitu formulasi perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU) yang ikut memperhitungkan luas lautan sebagai ruang publik yang menghubungkan pulau-pulau di provinsi kepulauan.
Di DPR RUU tersebut kemudian disebut RUU Percepatan Pembangunan Provinsi Kepulauan. Kendati demikian, ketika disahkan DPR pada 2012, Kemendagri menolak menyetujui pengesahan tersebut dan menilai sebaiknya poin-poin dalam RUU tersebut dicantumkan dalam UU Pemerintah Daerah.
Wakil Menteri (Wamen) Kelautan dan Perikanan (KP) Alex WS Retraubun yang juga putra asli Maluku menyatakan secara nasional, bargaining politik Maluku rendah di level nasional. "Itu sebabnya Maluku sangat bergantung pada sumber daya alam (SDA) sebagai bargaining politik dengan pemerintah pusat. Pasalnya, SDA bisa menghidupi bangsa Indonesia," ujar Alex.
Menurut Alex, kendala utama lainnya pembangunan Provinsi Maluku, yakni kebijakan nasional yang menyebabkan pemprov kesulitan membangun Maluku. Di antaranya, penolakan pengesahan RUU Percepatan Pembangunan Provinsi Kepulauan.
Ia menyayangkan sejumlah pihak yang menganggap RUU tersebut seakan membuat negara dalam negara. Selain itu, sebagian juga beranggapan hukum laut internasional tidak menyebut provinsi kepulauan, tetapi negara kepulauan. "Anggapan itu hanya omong kosong. Pasalnya, tidak mungkin NKRI disebut negara kepulauan tanpa adanya Provinsi Kepulauan. Jadi, tanpa Kepulauan Maluku, NKRI tidak ada," kata Alex.
Alex menegaskan, Maluku dan provinsi-provinsi kepulauan lainnya bukannya meminta otonomi khusus melalui RUU tersebut. Menurutnya, Maluku hanya meminta perlakuan khusus dari pemerintah pusat sebagai provinsi yang memiliki karakter khas kepulauan. rep:c57 ed: fitriyan zamzami