Sabtu 26 Nov 2016 20:58 WIB

Mengenal Pelari Antarkota Antarprovinsi

Red: Arifin

Christopher Tobing dan temannya, Jurian Andika, sebelumnya tidak pernah menyangka ide gila mereka bisa berdampak luas bagi masyarakat. Suatu hari usai melakukan kegiatan kegemaran mereka, yaitu berlari bersama komunitas iRun uRun, Christoper dan Jurian bercengkerama tentang impian yang ingin mereka capai di dunia mengayun kaki itu. Timbullah gagasan di luar akal sehat: pulang ke kampung halaman bermodal berlari.

Masalahnya, kedua sahabat tersebut kerja di Jakarta dan kampung halaman mereka ada di Sumatra. Jurian di Sumatra Barat dan Christopher di Sumatra Utara. Awalnya, memang dirasa tidak mungkin, tetapi ternyata, alih-alih berlari "benaran" ke sana, mereka berdua punya jalan lain mewujudkannya.

Rencana pun disusun. Pulau Sumatra tetap menjadi tujuan, namun perjalanan akan dimulai dari Jakarta ke Bogor, Jawa Barat. Agar kegiatan itu tidak menjadi sekadar lari, ide lain tercetus. Mereka meminta partisipasi orang lain membiayai langkah kaki mereka. Bukan untuk dana perjalanan, tetapi membantu sesama, sama seperti yang dilakukan Oxfam Trailwalker di berbagai negara dan Roparun di Eropa. "Kesannya kami ini lagi 'ngamen' dengan berlari. Uangnya dikumpulkan untuk kegiatan sosial," ujar Christopher.

Demi memaksimalkan jumlah donasi, Christopher dan Jurian meminta pertolongan dari teman-temannya, baik dari dalam komunitas maupun dari luar. Tidak disangka, ternyata rencana mereka mendapat dukungan dan 50 orang yang bersedia ikut berlari Jakarta-Bogor, 28 Desember 2013. Mula-mula, donasi yang selanjutnya diberikan kepada Yayasan Care 4 Kids Indonesia tersebut ditargetkan sejumlah Rp 3,5 juta. Tetapi, ternyata mereka berhasil mengumpulkan dana Rp 137 juta.

Terang saja Christopher dan Jurian senang bukan kepalang. Acara yang berawal dari celetukan tersebut ternyata ditanggapi dengan baik oleh banyak pihak. Kegiatan yang kemudian dikenal dengan nama "NusantaRun" itu pun dijadwalkan untuk dilaksanakan setiap tahun.

Demi menjamin keberlangsungan itu, dibentuklah sebuah lembaga nonprofit bernama Yayasan Lari Nusantara pada 2014. Anggota intinya berjumlah 19 orang dan merupakan sukarelawan yang seluruhnya sudah memiliki pekerjaan tetap di luar NusantaRun. NusantaRun akhirnya bisa terus berlangsung setiap tahun. NusantaRun bagian kedua dilakukan pada 2014, mengambil rute dari Bogor sampai Bandung yang berjarak 118 kilometer. Donasi yang berhasil dikumpulkan adalah Rp 549 juta.

Selanjutnya, bagian ketiga berlangsung pada 2015 dari Bandung ke Cirebon yang berjarak 135 kilometer (km). Pada masa itu mereka berhasil meraih donasi sebesar Rp 1 miliar. Pada tahun ini, NusantaRun menargetkan donasi Rp 1,5 miliar dari berlari sejauh 145 km dari Cirebon (Jawa Barat) ke Purwokerto, Jawa Tengah, pada 16-18 Desember 2016. Dana itu akan dimanfaatkan untuk membangun sekolah menengah pertama inklusif di Purwokerto yang berada di bawah naungan Yayasan Intan Permata.

"Sumbangan digunakan untuk menyediakan gedung baru beserta fasilitas untuk SMP Intan Permata yang sampai saat ini masih menumpang di tanah wakaf. Kami akan membeli tanah seluas 760 meter persegi dengan gedung sekolah baru berstandar nasional di atasnya, dengan sedikitnya tiga kelas yang masing-masing bisa ditempati maksimal 40 siswa," tutur Jurian.

Jauhnya jarak tempuh pelari NusantaRun, mencapai 145 kilometer dan melewati batas provinsi, membuat pelarinya menamakan diri sendiri sebagai pelari AKAP atau antarkota antarprovinsi. Hal itu meniru sebuah istilah yang sering dipakai untuk bus umum. Di dalam dunia atletik, jarak lebih dari nomor maraton 42,195 kilometer disebut ultramaraton. Tidak sembarangan orang bisa mengikuti nomor lari ini. Selain mesti dalam keadaan sehat 100 persen, pelari juga diharapkan sudah pernah mengikuti kompetisi, turnamen, atau kegiatan lari dengan catatan waktu resmi.

Syarat yang ketat ini diterapkan pula dalam NusantaRun. Itu belum lagi ditambah komitmen pelari untuk bersusah payah mencari donor yang mau "membayar" keringat mereka untuk donasi. Mereka juga diwajibkan membayar uang pendaftaran sebesar Rp 450 ribu per orang.

Adapun NusantaRun ini terbagi atas tiga nomor, yaitu lari penuh dari start sampai finis, kemudian lari estafet atau bersambung dan ketiga lari half distance atau setengah jarak tempuh. Nantinya terdapat lokasi check point atau tempat beristirahat di setiap 15-17 km.

Satu catatan penting, karena sifatnya bukan kompetisi, NusantaRun tidak menyediakan hadiah apa pun bagi pelari tercepat. "Juara NusantaRun tidak dinilai dari lari, tetapi dari dua hal, yaitu pertama, besar donasi yang berhasil dikumpulkannya dan kedua, seberapa banyak donatur yang terlibat dalam transaksinya. Bagi mereka yang berhasil memenuhi dua hal itu, nantinya akan dapat hadiah dari sponsor," tutur Christoper.

Akan tetapi, semua susah payah itu tidak dihiraukan oleh pelari. Walau tidak mendapatkan apa-apa dari NusantaRun, mereka tetap memberikan kemampuan maksimal saat kegiatan. Bagi mereka, segala emosi, letih, dan rasa lapar terbayar ketika menyentuh garis "finis", saat di mana tanggung jawab terhadap donatur digenapi. "Kami juga menemukan teman-teman baru. Apa yang kami rasakan saat NusantaRun membuat pelari mau tidak mau menjadi dekat," ujar Amelia Chan, pelari perempuan asal Jakarta yang pada NusantaRun 2015 berhasil menyelesaikan lari sejauh 77 km.

Menurut Amelia, berlari di jalanan lintas provinsi bersama kendaraan umum yang berseliweran merupakan pengalaman tidak terlupakan. Belum lagi kalau mengingat bagaimana 'menodong' orang-orang untuk berdonasi, Amelia menganggap itu usaha keras yang membuatnya semakin kreatif.     antara, ed: Erik Purnama Putra

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement