Dewasa ini tidak sedikit warga negara asing yang peduli dengan bahasa kita, bahasa Indonesia, baik dalam pengucapan maupun penulisan. Sementara itu, tidak sedikit di antara warga negara kita yang kurang peduli terhadap bahasa kita sendiri.
Ironisnya, tidak sedikit di antara kita yang terkesan lebih bangga dengan pemakaian bahasa asing khususnya bahasa Inggris. Atau, tidak sedikit di antara kita yang terkesan kurang bangga kalau dalam bertutur tidak menyisipkan kata-kata asing ke dalamnya. Entahlah, mungkin agar mereka dinilai lebih terpelajar.
Memang dalam berbahasa lisan, katakanlah demikian, masih dapat ditoleransi. Kecuali kalau percakapan tersebut diabadikan dalam bentuk rekaman. Akan tetapi, dalam berbahasa tulisan kesalahan kecil pun akan dengan mudah terlihat.
Baik dalam berbahasa lisan maupun tulisan kita kerap mendengar dan/atau melihat kata "praktek". Misalnya, di depan rumah sakit, balai pengobatan, dan sebagainya kita melihat tulisan Dokter Semar, "praktek" setiap hari kecuali hari libur/Ahad: pagi jam 08.00-10.00, malam jam 18.00-20.00. Silakan Anda lihat dalam kamus, mana yang baku "praktek" atau "praktik"? Mana yang baku, "jam" atau "pukul"? Lalu, perlukah menggunakan kata "pagi" saat Anda menuliskan pukul 08.00 - 10.00, dan kata malam saat Anda menuliskan pukul 18.00 - 20.00?
Baik dalam berbahasa lisan maupun tulisan kita kerap mendengar dan/atau melihat kata apotek, antri, sekedar, hutang, handal, himbau, dan banyak lagi. Silakan Anda lihat dalam kamus, mana yang baku "apotek" atau "apotik", "antri" atau "antre", "sekedar" atau "sekadar", "hutang" atau "utang", "handal" atau "andal", "himbau" atau "imbau"?
Sering juga kita membaca identitas penulis di media massa yang patut kita pertanyakan. Misalnya, dicantumkan di bawah nama penulis artikel sebagai berikut, "alumni program doktoral dari Universitas Reading, Inggris". Pertanyaan kita, tepatkah penggunaan kata "alumni" dan "dari" dalam kalimat tersebut?
Belum lagi soal keterampilan membedakan penulisan awalan dan kata depan, bahkan di media massa nasional sekalipun. Semuanya itu hemat saya karena kita kurang peduli dengan bahasa kita sendiri. Sangat disayangkan.
Mahmud Yunus
Lingkungan Parunglesang, Kota Banjar, Jawa Barat