Sabtu 26 Jul 2014 14:30 WIB

Silaturahim dan Idul Fitri

Red: operator

NASARUDDIN UMAR Wakil Menteri Agama RI -- Silaturahim tersusun dari dua kata yang berasal dari bahasa Arab, shilahberarti menghubungkan (to connect) dan rahimyakni kasih sayang (unconditional love). Menjalin kasih sayang satu sama lain itulah hakikat silaturahim.Menjalin silaturahim bukan hanya dengan sesama manusia atau sesama orang hidup, melainkan juga dilakukan dengan sesama makhluk (ukhuwwah makhluqiyyah), baik manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, atau benda mati (tapi ingat: Tidak ada benda mati dalam kamus Tuhan, "semuanya bertasbih").

Sila turahim juga bukan hanya pada sesama orang hidup, melainkan juga dengan keluarga dan handai tolan yang sudah mendahului kita.Hadis Nabi mengingatkan kita pada sebuah kalimat pendek, tetapi memiliki makna yang amat penting, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat.

Kalimat tersebut "silaturahim memper- panjang umur". Pernyataan lainnya, "silaturahim memperbanyak rezeki".Dari kedua hadis ini tersirat sesuatu yang luar biasa seolah-olah Allah SWT membukakan rahasianya kepada kita.Bukankah umur dan rezeki menurut ayat dan hadis merupakan rahasia dan ditentukan langsung oleh Allah SWT.

Ada orang kaya yang sakit berikhtiar sampai keliling dunia mencari dokter superspesialis, tetapi nyawanya tidak tertolong. Sementara, ada orang miskin terdera kanker ganas bertahun-tahun masih tetap menjalankan aktivitas ruti- nnya. Ada orang mandi keringat setiap hari mencari rezeki, tetapi pendapatannya pas-pasan. Sementara, ada orang sekali menggores tanda tangan, tapi rezekinya bermiliar-miliar.

Silaturahim dalam Islam bukan hanya menjalin hubungan antara sesama orang hidup, melainkan juga dengan orang yang sudah wafat. Banyak dalil me nunjukkan hal ini, antara lain, dalam QS al-Ahzab [33]:56). Ayat ini meng- gunkaan fi'il mudhari'(yushalluna), yakni Allah SWT beserta para malaikat- nya sedang dan akan terus bershalawat untuk Nabi SAW dan kita para umatnya juga disuruh bershalawat kepadanya meskipun beliau sudah wafat.

Dalam banyak hadis, Rasul juga menganjurkan kita mendoakan orang yang sudah wafat. Semuanya ini menun- jukkan bahwa kematian bukan alasan menghentikan silaturahim.

Idul Fitri

Momentum Idul Fitri menjadi kesem- patan besar bagi umat Islam (khususnya)untuk meningkatkan silaturahim. Bagi mereka yang berada di rantau, Idul Fitri menjadi kesempatan untuk pulang kampung halaman. Tujuan utamanya, tentu saja bersilaturahim dengan kedua orang tua, saudara, kerabat, tetangga, dan handai tolan.

Namun, dalam dunia tasawuf, pulang ke kampung halaman ialah kembali ke jati diri kita paling luhur setelah digodok dan ditempa selama sebulan penuh melalui Ramadhan (secara harfiah berarti: "membakar, menghanguskan". Diharapkan dengan amaliah yang maksimum yang kita lakukan selama Ramadhan senantiasa mendapatkan ridha Allah SWT sehingga pada saatnya kita juga akan memperoleh suasana bahagia di surga. (QS Thaha [20]: 118-119).

Di Indonesia, silaturahim antarkeluarga, teman, tetangga, relasi, dan lainnya yang digelar seusai Rama dhan, umumnya disebut dengan istilah halal bihalal.

Ini adalah produk asli Indonesia. Halal bi halal menjadi produk lokal (local product) dari silaturahim Indonesia. Namun, kini sudah menyebar hingga ke Malaysia, Brunei, dan Singapura.

Di Malaysia berawal dari perkebunan kelapa sawit yang di sana jutaan WNI kita bekerja. Setiap usai Lebaran mereka berpindah-pindah dari blok ke blok, biasanya berdasarkan asal daerah masing-masing. Lama kelamaan tradisi ini berlangsung di kota-kota yang semula hanya menjadi arena silaturahim antara sesama WNI. Kemudian, halal bihalal ini menjadi familier di Malaysia.

Hal yang sama terjadi di Riyadh, Kuwait, dan AS.Asal-usul halal bihalal ini bermula ketika anak-anak muda Masjid Kauman Yogyakarta sekitar Agustus 1945 kebin- gungan mencari tema karena terjadi dua peristiwa istimewa. Di satu sisi, perayaan Idul Fitri sebagai wujud kemerdekaan spiritual dan sisi lain baru saja dilakukan Proklamasi Kemerdekaan RI.

Bagaimana supaya kedua peristiwa ini terangkum menjadi satu. Maka, diadakanlah sayembara kecil-kecilan untuk menemukan tema yang akan ditulis di dalam spanduk.

Salah seorang seniman mengusung tema halal bihalal, yang intinya saling memaafkan, saling merelakan, dan saling menghalalkan. Warga yang pernah dikucilkan masyarakat karena terlibat mata-mata Belanda atau pengkhianat bangsa, diserukan untuk dimaafkan.

Momentum Idul Fitri digunakan untuk menggalang persatuan dan kesat- uan dalam mengisi kemerdekaan. Sejak itu, halal bihalal dilakukan di Jakarta yang pada mulanya berisi pesan kuat integrasi nasional. Jangan lagi ada dendam antara satu sama lain. Lapangkan dada dan hilangkan warna-warni lokal di hadapan kebesaran Allah SWT.

Kini, halal bihalal menjadi istilah khas dan menjadi budaya Indonesia.Halal bihalal adalah bahasa Arab yang tidak diketahui maknanya oleh orang- orang Arab. Kalau halal minal haram mungkin bisa dipahami, tetapi halal bihalal sebuah kata majemuk yang tidak lazim. Itulah keajaiban halal bihalal.

Namun, apa pun namanya, silaturahim akan memberikan energi spiritual untuk lebih eksis bagi kita dalam menjalani kehidupan. Mari memupuk silaturahim.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement