Libur tahun baru 2017 usai. Tapi, tantangan bagi Menkeu Sri Mulyani dan jajaran Ditjen Pajak sudah kembali di depan mata. Ada dua tugas utama mereka. Pertama, penerimaan setoran pajak harus lebih baik dari tahun 2016. Kedua, program pengampunan pajak yang akan berakhir Maret harus sesuai target. Keduanya bukan tugas mudah.
Dalam APBN 2017, pemerintah menargetkan setoran pajak sebesar Rp 1.498,9 triliun. Jumlah ini dipandang realistis oleh pemerintah dengan berbagai asumsi situasi ekonomi dalam negeri dan internasional tahun ini.
Pada pengujung tahun 2016, Kemenkeu mengumumkan penerimaan pajak total hanya mencapai 83,26 persen dari pagu setoran pajak APBN-Perubahan 2016 yang sebesar Rp 1.539 triliun. Ada kekurangan sebesar Rp 219 triliun dari target awal di APBN. Besaran penerimaan pajak itu pun sudah memperhitungkan setoran pengampunan pajak selama dua periode.
Dalam program pengampunan pajak, pemerintah menargetkan mengumpulkan Rp 165 triliun selama sembilan bulan. Program ini sudah berjalan dua tahap. Ditjen Pajak pada tahap pertama berhasil mengumpulkan uang tebusan sebesar Rp 89,2 triliun.
Di tahap kedua, laju uang tebusan pengampunan pajak mulai seret. Ditjen Pajak lebih menyasar sektor UMKM pada tahap kedua itu. Sampai dengan 31 Desember, uang tebusan pajaknya baru terkumpul Rp 103,3 triliun. Berarti selama tiga bulan kemarin uang tebusan yang berhasil dikumpulkan hanya Rp 14,1 triliun. Amat jauh lebih rendah dari tahap pertama yang langsung melonjak nyaris ke Rp 90 triliun.
Bila mau tutup target penerimaan setoran pajak pada 2017, aparat pajak harus kerja keras. Dari hitung-hitungan sederhana, ada target Rp 124,9 triliun per bulan atau mengumpulkan Rp 4,1 triliun per hari untuk mencapai total setoran pajak Rp 1.498,9 triliun. Ini jumlah yang sangat besar!
Sedangkan terhadap target pengampunan pajak, Ditjen Pajak tinggal menyisakan Rp 61,7 triliun untuk bisa memenuhi targetnya. Ini berarti, dengan hitung-hitungan awam, paling tidak butuh uang tebusan pajak Rp 20,5 triliun per bulan atau mengumpulkan uang tebusan Rp 685 miliar per hari!
Masalahnya memang tidak sesederhana hitung-hitungan di atas. Padahal, solusi menggenapi setoran pajak itu sejatinya hanya dua: patuh membayar pajak dan memperbesar basis pajak.
Sialnya kedua faktor ini justru jadi titik lemah. Kepatuhan membayar pajak wajib pajak Indonesia amat rendah. Sudah begitupun jumlah wajib pajaknya yang terdaftar masih sedikit, yang membayar pun lebih sedikit lagi. Kemudian ada faktor eksternal, seperti aparat pajak yang masih menerima suap, yang membuat berang warga pembayar pajak.
Inilah 'kutukan' pajak di Indonesia. Minimal sejak era reformasi sampai sekarang soal kepatuhan wajib pajak dan jumlah ideal wajib pajak belum juga bisa terselesaikan. Pada saat yang sama pemerintah, di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menggelar reformasi birokrasi untuk meningkatkan kinerja aparat pajak.
Peran pajak amat penting dalam pembangunan. Uang pajak yang dikumpulkan pemerintah dikelola untuk membangun dari desa sampai Ibu Kota, termasuk membayar gaji aparatur sipil negara. Tanpa ada setoran pajak, pemerintah tak punya uang untuk menjalankan negara. Pemerintah bisa bisa bergantung pada utang untuk membiayai pembangunannya. Ini yang sudah terjadi di kita.
Ironisnya beban utang Indonesia sudah begitu tinggi. Sampai-sampai menurut Menkeu, pemerintah perlu berutang untuk membayar pokok utangnya itu sendiri. Jeratan utang ini tak bisa kita urai kalau kepatuhan membayar pajak warga negaranya masih letoi seperti sekarang.
Dalam jumpa pers Jumat pekan lalu, Menkeu sudah mengambil ancang-ancang. Pertama, Ditjen Pajak akan terus bekerja keras memenuhi target pajak tahun ini. Kerja itu mencakup perluasan basis pajak, penegakan hukum terhadap penunggak pajak, dan terus mengoptimalisasikan penerimaan dari pajak perorangan dan UMKM.
Satu hal penting lainnya adalah para orang kaya yang menyimpan hartanya di luar negeri dan tidak mendeklarasikan harta itu sebagai objek pajak. Inilah target program pengampunan pajak sesungguhnya. Kita melihat perburuan Ditjen Pajak terhadap orang-orang ini masih lemah dan cenderung malu-malu. Kita berharap pada tahun yang baru ini, perburuan pajak orang kaya yang disembunyikan itu lebih serius lagi.