Jumat 06 Jan 2017 14:00 WIB

Tradisi Literasi di Kalangan Dai

Red:

Salah satu sarana dakwah yang masih kurang mendapatkan perhatian dari  kalangan dai adalah berdakwah bilqalam atau melalui tulisan.  Tidak banyak dai yang mau mengambil sarana ini. Padahal, dakwah melalui tulisan tidak kalah pentingnya dari dakwah lisan (ceramah).

Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Ahmad Satori Ismail, menyarankan para ulama giat berdakwah tidak hanya melalui lisan (ceramah), tetapi juga dibarengi dengan tulisan atau kemampuan literasi.

Sebab, dakwah melalui tulisan dapat menjadikan seorang ulama abadi meskipun ulama tersebut telah meninggal dunia. Seringkali kita menyaksikan seorang dai yang tampil memukau di hadapan pendengarnya.

Tetapi, tidak banyak dai yang mau menuliskan materi ceramahnya itu dalam bentuk tulisan. Padahal, sejatinya kemampuan berceramah seorang dai itu tidak akan dapat memukau pendengar atau dangkal isi materi ceramahnya jika tidak dibarengi kemampuan dalam membaca.

Aktivitas ceramah dimulai dari membaca, aktivitas menulis (literasi) juga dimulai dari membaca. Jadi,keduanya sama-sama diawali dengan membaca.

Raghib as-Sirjani dalam bukunya Spiritual Reading mengingatkan kita semua, setengah jam setelah membaca 50 persen isi buku hilang dari ingatan, setelah 24 jam berlalu pembaca akan melupakan 80 persen isi buku.

Karena itu, ikatlah ilmu dengan menuliskannya. Demikian pesan singkat seorang sahabat Nabi Muhammad SAW, Ali bin Abi Thalib. Lebih khusus, Asy-Syahid Hasan al-Banna berpesan kepada para dai, hendaknya setiap dai memiliki kompetensi membaca dan menulis.

Hal ini menunjukkan pentingnya setiap dai mau menuliskan materi ceramahnya. Lalu dikumpulkan, sehingga cepat atau lambat materi ceramah itu dapat dikumpulkan menjadi sebuah buku yang dapat dinikmati (dibaca) kapan saja oleh umat.

Ala kulli hal, kegiatan menulis di kalangan dai ini hendaknya menjadi tradisi yang terus dikembangkan. Menulis adalah tindakan konkret dan praktis. Agar dapat menulis, seseorang harus melakukannya.

Hanya dengan menulis seseorang akan dapat belajar menulis. Tanpa melakukannya seseorang tidak akan pernah dapat menulis dengan baik.

Bambang Trim dalam bukunya Menjadi Power Da'i dengan Menulis Buku memberikan tiga langkah yang dapat memunculkan stimulan dan gagasan untuk menulis. Yaitu, banyak membaca, banyak berjalan, dan banyak silaturahim.

Karenanya, gabungkan ketiga langkah itu sebagai kebiasaan sehari-hari. Lebih lanjut, Bambang menyebutkan beberapa mitos yang dapat melemahkan semangat untuk menulis. Pertama, menulis butuh mood (menulis adalah azam yang bisa mengalahkan mood).

Kedua, ide buruk akan tertutupi oleh tulisan yang bagus (ide buruk akan tetap tampak buruk di tangan seorang penulis profesional sekalipun). Ketiga, bahasa indah dan menarik dibuat dengan puitis (terkadang bahasa yang terlalu berbunga-bunga malah membosankan).

Keempat, bahasa yang rumit lebih bergengsi dan intelek (yang kita cari bukan gengsi, melainkan pemahaman). Kelima, menulis adalah permainan kata-kata (kata-kata yang dipermainkan adalah bagian dari kebohongan).

Keenam, para penulis adalah orang yang memiliki bakat menulis (tidak ada bakat menulis yang dibawa sejak lahir). Jika kita menengok ke belakang, sebenarnya aktivitas menulis ini sudah menjadi tradisi para ulama terdahulu.

Kita mengenal Imam Syafii, Imam Hambali, Imam Malik, Imam Ahmad, dan imam-imam lainnya, termasuk ulama terkemuka saat ini, Yusuf Qaradhawi, bukan karena bertemu mereka, tetapi melalui karya-karya tulisnya.

Melalui ketajaman pena itulah mereka akan selalu terkenang sampai akhir zaman. Ibnu Taimiyah telah menulis 300 buku dari berbagai disiplin ilmu, Abu Amru bin Al-Bashri menulis buku yang jumlahnya sampai memenuhi rumahnya hingga hampir mencapai atap.

Dan, sang teladan Rasulullah SAW sendiri memiliki sekretaris pribadi dari kalangan sahabat sejumlah 65 orang (lihat dalam buku 65 Sekretaris Nabi SAW karya Prof Dr Muhammad Mustafa Azami).

Al-Jahidz pernah mengutip ucapan seorang penyair, "Mereka meninggal dan tersisalah apa-apa yang mereka perbuat, seakan-akan peninggalan abadi mereka hanyalah apa yang mereka tulis dengan pena."

Saking pentingnya berdakwah melalui tulisan ini, Rasulullah SAW menegaskan melalui sabdanya, "Barang siapa meninggal dan warisannya berupa tinta dan pena (yang dituliskan dalam buku) akan masuk surga."

Maha Benar Allah yang telah berfirman, "Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis. Berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukanlah orang gila." (QS al-Qalam [68]: 1-2).

Semoga Allah memberikan kemampuan kepada para dai agar dapat menuliskan materi dakwahnya menjadi sebuah tulisan, sehingga dapat mencerahkan aktifitas dakwah di negeri ini. Amin. 

Imam Nur Suharno

Kepala Divisi HRD dan Personalia Yayasan Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement