Selasa 10 Jan 2017 14:00 WIB

Gagal Stabilkan Harga Cabai

Red:

Harga cabai di Tanah Air sudah sangat pedas. Satu kilogram cabai sudah dihargai sampai dengan Rp 250 ribu di daerah Papua (Republika, 2016). Daerah lain berkisar Rp 100 ribu hingga Rp 150  ribu per kilogram. Harga cabai ini sangat mahal. Kenaikan harga bermula karena cabai gagal panen. Musim penghujan sebagai salah satu faktor yang menyebabkan cabai gagal panen. Hujan deras membuat buah cabai mudah terserang penyakit jamur.

Buah cabai mulai dari pentil cabai hingga buah siap petik terserang penyakit Antraknosa. Terdapat bercak kecoklatan pada buah cabai lalu melebar ke seluruh buah cabai. Buah cabai kemudian membusuk dan berwarna kecoklatan. Penyakit ini tumbuh menjamur saat musim penghujan dan kondisi lingkungan lembap. Di samping itu, sentra produksi cabai berpusat di Pulau Jawa.

Terdapat tiga provinsi dengan sawah terluas di Indonesia menjadi sentra cabai merah. Propinsi Jawa Timur termasuk daerah dengan luas sawah terluas mencapai 862.590 hektare (ha), kemudian Jawa Barat dengan luas 744.090 ha, dan terakhir Jawa Tengah dengan luas 683. 735 ha. Cabai merah dan cabai rawit ditanam pada lahan sawah di atas. Lahan sawah biasanya dibuat bedengan terlebih dahulu setelah musim tanam padi dan jagung selesai dilakukan.

Sementara itu, lahan sawah di Pulau Jawa rentan terkena banjir. Satu sisi sentra cabai seperti pulau Jawa harus memasok cabai kepada seluruh provinsi di Tanah Air. Selain itu, cabai merah dan cabai rawit gagal panen karena serangan hama dan penyakit. Serangan hama dan penyakit berkaitan dengan penanaman intensif pada lahan sawah dan penggunaan input pertanian tidak ramah ekologis. Bahkan, lahan sawah di Pulau Jawa tidak pernah diistirahatkan. Setelah selesai satu musim tanam, langsung ditanam lagi dengan tanaman jenis lainnya.

Pola tanam seperti ini tidak memutus mata rantai perkembangbiakan hama dan penyakit. Harusnya lahan sawah dibiarkan dulu jangan ditanami sampai ditumbuhi rerumputan. Pembiaran sawah dapat memutus rantai hama dan penyakit. Sekaligus untuk mengembalikan kesuburan tanah yang hilang akibat banjir dan terserap tanaman. Hama juga makin kebal lantaran petani di Pulau Jawa tidak berhenti menggunakan pestisida.

Padahal, pestisida dapat membuat hama beradaptasi dengan racun. Kemudian, petani meningkatkan lagi dosis pestisida sampai di luar batas normal. Hama tidak kunjung mati karena beradaptasi dengan racun hama. Hama menjadi kebal racun hama. Contoh sederhana, saat kita menggunakan losion pengendali nyamuk. Hari ini dioleskan ke badan, tetapi hari berikutnya nyamuk sudah menggigit badan. Untuk itu, harus diganti dengan merek lain.

Petani juga sama, selalu berganti merek pestisida dan menimbun kandungan racun pada lingkungan. Air akhirnya tercemar, udara beracun, dan hama makin parah. Kenyataan ini sangat miris, permasahalan cabai bukan hanya karena bencana dan menyempitnya lahan, melainkan buah cabai mengandung racun. Permasalahan di atas membuat daerah sentra cabai merah dan rawit tidak dapat memasok cabai ke pasar. Sementara kebutuhan manusia akan cabai sangat tinggi.

Orang Indonesia kebanyakan tidak bisa lepas dari cabai. Makan tidak nikmat kalau tidak bersama dengan sambal. Sayuran dan gulai terasa hambar kalau tidak pakai cabai. Permintaan akhirnya tidak sesuai dengan pasokan cabai. Minimnya produksi cabai membuat ongkos pengiriman cabai ke daerah yang bukan sentra cabai jadi mahal.

Ditambah lagi dengan kurangnya kehadiran pemerintah untuk memantau pasar cabai yang sehat. Selama ini rantai pasar cabai juga sangat panjang sampai kepada konsumen.

Untuk itu, ada beberapa strategi yang harus dilakukan oleh pemerintah. Pertama, pemerintah harus segera mewujudkan pertanian dengan teknologi canggih. Termasuk membiayai pembangunan rumah kaca seperti green house.

Teknologi ini membuat petani mudah berproduksi cabai kapan saja. Penanaman cabai tidak lagi dilakukan pada lahan sawah yang dikeringkan. Cabai bisa ditanam pada pot-pot yang ditata dalam green house. Teknik ini tidak membutuhkan lahan yang luas. Teknologi ini sangat cocok untuk negeri ini karena sisi yang lain lahan sawah makin sempit.

Lahan kering juga makin sempit. Green house mempunyai keuntungan lain seperti budi daya tidak lagi bergantung pada musim penghujan dan musim kering. Hemat air dan bebas dari hama dan penyakit. Selama ini pemerintah belum berangsur-angsur mengubah paradigma pertanian lama ke pertanian modern.

Sampai kini petani selalu bergantung pada iklim. Petani akhirnya kesulitan sebab telah terjadi perubahan musim penghujan dan kemarau. Iklim tadi akhirnya menjebak petani. Kalau saat ini petani terjebak gagal panen karena hujan, musim berikutnya produksi bisa gagal karena musim kering.

Kedua, integrasi pertanian dan ternak. Pulau Jawa seperti Jawa Timur termasuk daerah sentra ternak. Kotoran ternak sangat banyak di daerah itu. Mengapa dalam produksi pertanian masih saja menggunakan pupuk anorganik, seperti Za, Urea, dan Kcl. Hubungkanlah petani ternak dengan petani cabai. Bangunlah rumah pupuk kandang pada setiap kelompok petani sehingga dapat memproduksi kompos matang.

Pupuk organik seperti kotoran ternak terlihat memang kotor tetapi sangat baik untuk memperbaiki struktur tanah. Tanah jadi gembur dan tidak padat. Bencana banjir dapat diatasi dan hujan mudah masuk ke dalam tanah. Pupuk itu juga mengundang cacing tanah. Lahan yang terdapat cacing tanah termasuk tanah yang subur. Pergerakan cacing dalam tanah ikut mendukung masuknya air ke dalam tanah. Meskipun hujan deras tetapi tidak menyebabkan bencana.

Ketiga, penggunaan pestisida nabati. Indonesia sangat kaya dengan tembakau. Jadikanlah tembakau untuk pestisida nabati daripada buat rokok. Mengapa perusahan rokok malah berkembang, tetapi perusahaan pestisida nabati nyaris tidak bermunculan.

Penggunaan tembakau dapat membuat hama jadi mabuk dan akhirnya mati jika menggunakan dosis tinggi. Apalagi, kalau ditambah tumbuhan lain seperti akar tuba. Kombinasi tumbuhan beracun membuat hama mudah mati. Buah cabai akhirnya sehat untuk dikonsumsi. Lingkungan jadi sehat dan manusia jadi sehat.

Keempat, lakukan penyuluhan iklim kepada petani. Penyuluhan ke depannya harus meningkatkan pengetahuan ekologis petani. Terakhir, atur tata niaga cabai merah dan rawit. Pemerintah harus hadir untuk memperpendek mata rantai cabai dan bukan impor cabai. Impor hanya menguntungkan mafia impor dan pasti bukan petani yang untung. Pemerintah juga bersedia memberikan subsidi kepada petani saat produksi cabai sedikit sehingga harga terkendalikan.

Bahagia

Alumnus Fakultas Pertanian UGM dan Sedang Menempuh Program Doktor Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan IPB

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement