Senin 05 Dec 2016 16:00 WIB

Membaca Arah Perekonomian 2017

Red:

Tahun 2016 bisa dibilang menjadi tahun pemulihan bagi Indonesia. Setelah harga komoditas seperti karet, CPO, dan batu bara terus melorot sejak 2014, tahun ini ada angin segar dengan adanya perbaikan harga. Dari sisi anggaran, pemerintah juga memberikan keyakinan kepada pasar dengan melakukan sejumlah langkah berani seperti pemangkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), penundaan dana transfer ke daerah, dan pelebaran defisit anggaran yang lebih realistis.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo selama ini dinilai terlalu ambisius dalam memasang target penerimaan negara yang tinggi. Melesetnya penerimaan negara selama ini juga menurunkan kepercayaan pasar kepada pemerintah dalam menyusun anggaran. Padahal, anggaran yang kredibel merupakan salah satu kunci menjaga kokohnya fondasi ekonomi negara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pada tahun pemulihan ekonomi ini, pemerintah mendorong pertumbuhan permintaan dalam negeri atau domestic demand growth. Langkah ini dilakukan untuk mengompensasi lemahnya permintaan dari luar negeri yang terimbas pelemahan ekonomi global. Menurut dia, Indonesia masih patut berbangga diri karena memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih tinggi dibanding dengan negara berkembang lainnya. Saingan ketat Indonesia hanya India dan Cina dengan pertumbuhan ekonominya mencapai angka 6 dan 7 persen tahun ini.

Negara yang sekelompok dengan Indonesia seperti Brasil, Rusia, dan Afrika Selatan juga mengalami perlambatan ekonomi. Sri menjelaskan, hal ini terjadi lantaran negara-negara seperti Indonesia, Brasil, dan Rusia sama-sama memosisikan diri sebagai negara produsen komoditas. Dengan anjloknya harga komoditas sejak dua tahun belakangan, tak heran bila negara-negara ini ikut melambat ekonominya. Nasib Indonesia masih lebih mujur karena pertumbuhan domestik tertopang tingginya permintaan dalam negeri.

Pemerintah optimistis perekonomian tahun ini akan ditutup dengan pertumbuhan ekonomi di atas lima persen. Penopangnya terdiri dari konsumsi yang sehat baik dari pemerintah maupun masyarakat, inflasi sepanjang tahun yang masih rendah di bawah 4 persen, dan investasi yang masih bisa tumbuh mendekati 5 persen tahun ini.

Tahun depan, pemerintah masih melihat adanya ketidakpastian global dari sisi eksternal. Sedangkan, dari sisi domestik, ada optimisme peningkatan konsumsi masyarakat dan tumbuhnya investasi yang mendorong terbukanya lapangan kerja. Sri menjelaskan, terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) memunculkan spekulasi pasar atas kebijakannya di masa mendatang. Isu proteksionisme yang ia usung ikut menambah kekhawatiran bahwa rantai perdagangan dunia yang selama ini sudah terjalin akan terancam putus di sejumlah bagian.

Kenyataan bahwa AS menjadi negara tujuan ekspor terbesar keempat bagi Indonesia membuat pemerintah harus berjaga-jaga dengan semua kemungkinan. Sri mengungkapkan, bila benar Trump akan menjalankan prinsip proteksionisme, arus modal di negara-negara berkembang akan mengalami keseimbangan baru seiring dengan berubahnya kebijakan AS.

Di dalam negeri, pemerintah akan bertopang kepada konsumsi masyarakat, investasi dalam negeri, dan belanja pemerintah agar tidak terlalu goyah oleh ketidakstabilan ekonomi global. Pemerintah masih akan melanjutkan pembangunan di bidang infrastruktur, pengembangan pariwisata, dan komunikasi agar tetap tumbuh positif.

"Kita masih berharap di sektor pangan atau pertanian yang banyak menciptakan lapangan kerja atau banyak menyerap tenaga kerja juga mengalami pertumbuhan yang relatif kuat. Dengan demikian ekonomi domestik akan ditopang oleh investasi yang seimbang antara pemerintah, BUMN, dan swasta," ujar Sri akhir pekan ini.

Sri memproyeksikan, upaya-upaya tersebut bisa membawa Indonesia mencapai  pertumbuhan ekonomi di atas lima ersen pada 2017. Pertumbuhan ekonomi tahun depan harus sejalan dengan pengurangan kemiskinan, menyempitnya kesenjangan pendapatan, dan kesenjangan antardaerah.

Dari sisi anggaran, pemerintah memasang proyeksi defisit 2017 di angka 2,41 persen. Sri menyebutkan, patokan defisit anggaran tersebut tergolong prudent atau hati-hati dibandingkan negara lain.

Pemerintah menargetkan pertumbuhan investasi dalam negeri dan luar negeri lebih tinggi pada tahun depan.  Catatan pemerintah, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) tahun ini menyentuh 23 persen. Sedangkan, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai 8 persen.

"Saya bertemu salah satu pejabat bank Dunia, dan mereka mengatakan pertumbuhan dari investasi di indonesia sekitar 33 persen dan mereka mengatakan itu termasuk sangat tinggi. Terus saya mengatakan, kalau kamu ngomong sama orang Indonesia, mereka tidak puas dengan angka segitu. Itu dirasakan kurang," ujar Sri.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mencoba memberikan proyeksi yang lebih optimistis. Darmin menyebut pertumbuhan ekonomi tahun 2017 memiliki peluang di rentang 5,2 - 5,4 persen. Angka ini terbilang tinggi bila dibandingkan target pertumbuhan ekonomi yang tercatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar 5,1 persen.

Kata Darmin, pemerintah akan bertumpu pada tiga hal mendasar untuk mengejar pertumbuhan. Yakni pembangunan infrastruktur, pendidikan vokasional, dan pertumbuhan industri sektoral.

Darmin menjelaskan, pembangunan infrastruktur memang menghabiskan banyak anggaran. Pemerintah memperbesar anggaran infrastruktur dengan mengalihkan subsidi-subsidi yang tidak tepat sasaran. 

Tahun depan, anggaran pembangunan infrastruktur sebesar Rp 387,3 triliun. Angggaran sebanyak ini akan dimanfaatkan untuk pembangunan jalan, jembatan, bandara, pelabuhan laut, jalur kereta api, dan terminal penumpang.

"Infrastruktur (memang) mahal. Namun, sekali dia jadi, dia akan berlangsung puluhan tahun ke depan," ujar Darmin.

Penopang pertumbuhan kedua setelah pembangunan infrastruktur, menurut Darmin, adalah pengembangan pendidikan vokasional. Darmin menyebutkan, ide awal pengembangan sekolah vokasional bermula dari kunjungan Presiden Jokowi ke Jerman 4 bulan lalu. Dalam kunjungan singkat tersebut, Presiden menemukan satu kunci bagi Jerman yang bisa memimpin dalam hal teknologi dan industrinya, yakni keseriusan pemerintah dalam membangun pendidikan vokasional.

Berkaca dari kesadaran akan pentingnya membangun pendidikan vokasional, pemerintah akan mengoordinasikan sejumlah kementerian untuk menyusun peta jalan jangka panjang untuk memperbanyak sekolah vokasional.

"Kurikulum kita harus bergerak ke arah modul, kalau modulnya bikin rumah ya bikin rumah, tak usah mengurus yang lain. Kita ingin tahun pertama ada keahlian bagi yang lulus dan kompetensi sertifikat, tidak perlu nunggu ijazah lulus," katanya.

Pemerintah akan fokus kepada dua bidang dalam mengembangkan pendidikan vokasi, yakni kelistrikan dan pertanahan. Bidang kelistrikan didorong karena sejalan dengan target pemerintah meningkatkan akses listrik bagi masyarakat dan pembangunan pembangkit listrik 35 ribu MW hingga 2019.

Sedangkan, bidang pertanahan dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan juru ukur tanah yang diperlukan untuk melakukan sertifikasi tanah rakyat di Indonesia. Saat ini, baru 46 persen tanah rakyat di perkotaan yang sudah disertifikasi. Sementara di perdesaan baru 30 persen. Sertifikasi tanah rakyat dibutuhkan untuk memudahkan masyarakat dalam mengajukan kredit usaha rakyat (KUR) kepada perbankan.

Sedangkan, tumpuan ketiga untuk memacu pertumbuhan  pertumbuhan industri sektoral. Salah satu industri yang akan digenjot besar-besaran adalah industri petrokimia. Pembangunan dan pemutakhiran fasilitas dan kapasitas sejumlah kilang minyak, seperti Bontang di Kalimantan Timur, Cilacap di Jawa Tengah, dan Tuban di Jawa Timur, merupakan langkah konkret negara mendorong pengembangan industri petrokimia. Pertamina sebagai BUMN yang bergerak di sektor migas didapuk menjalankan tugas besar ini.

Tak hanya pembangunan kilang, industri besi dan baja juga didorong dengan melakukan sejumlah kerja sama luar negeri. PT Krakatau Steel misalnya, telah melakukan kerja sama dengan Korea Selatan untuk menginjeksi modal dan menambah kemampuan produksi di dalam negeri.

"Dengan semua langkah tersebut, kita masih bisa di atas pertumbuhan yang secara aktif dimuat dalam APBN. Antara 5,2 dan 5,4 persen," kata dia.

Kepala Ekonom CIMB Niaga Adrian Panggabean menilai, konsumsi domestik tetap akan menjadi penyumban terbesar perekonomian Indonesia dengan kontribusi mencapai 55 persen.

Ia juga menilai bahwa peningkatan tax ratio memberikan dampak besar pada naik atau  tidaknya pertumbuhan ekonomi. Adrian memproyeksikan, bila tax ratio tidak menyentuh angka 14 persen pada 2020, pertumbuhan ekonomi 7 persen seperti yang diharapkan akan sulit tercapai.

Pertumbuhan ekonomi apabila masih berkisar di angka lima atau enam persen, belum cukup memberikan ruang bagi terbukanya lapangan pekerjaan.

 Ia mengatakan, hingga 2025 mendatang terdapat 2,7 juta penduduk yang menambah ketersediaan angkatan kerja. Artinya, dalam sepuluh tahun ke depan, dengan penambahan tiga orang yang masuk dalam usia angkatan kerja, hanya diimbangi dengan pengurangan 1 orang saja.

"Tahun 2025, tekanan untuk menciptakan lapangan kerja akan besar. Minimum pertumbuhan (ekonomi) 7 persen baru bisa menyerap tenaga kerja," ujar dia. rep: Sapto Andika Chandra ed: Satria Kartika Yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement