REPUBLIKA.CO.ID,
Tak sedikit orang tua yang menerapkan kebiasaan untuk memberi instruksi kepada anak.
Setiap habis makan, Ilham selalu saja meninggalkan piring kotornya tergeletak begitu saja di atas meja.
Begitu dari hari ke hari. Yuli merasa agak kesal juga. Apalagi, saat bocah yang sudah duduk di kelas lima SD itu langsung menonton televisi atau masuk kamar.
\"Sudah dari dulu dikasih tahu setiap habis makan, paling enggakbawa kekpiringnya ke dapur.
Itu saja susahnya minta am pun, kalaupun akhirnya mau karena saya suruh sambil marah-marah dan dianya juga ngedumel,\" ungkap perempuan kelahiran Wonogiri ini. Ilham bersikap seolah tak mendengar.
Bagi Yuli, butuh kesabar an ekstra untuk memberi pe nger tian pada sang putra bungsu. Padahal, sejak kecil, ia merasa sering mengajarkan anak-anaknya agar dapat membantu pekerjaan-pekerjaan rumah yang ringan. Saat masih usia kanak-kanak, ia sering meminta mereka membantu mencuci piring, melipat selimut, merapikan kasur saat bangun tidur, dan pada akhir pekan menyapu rumah ber sama-sama.
Menurut Yuli, sikap Ilham berbeda jauh dengan si sulung. \"Kalau kakaknya, sekali diminta bantu saja sudah sadar sendiri besok- besoknya bisa kerjainsendiri,\'\' katanya.
`\'Bahkan, lama-lama tanpa diminta tolong.\'\'
Ia bercerita saat mereka berdua berlibur di rumah tantenya yang berada di Solo, Jawa Tengah. Yuli menanyakan bagaimana kebiasaan si bungsu selama berada di sana. \"Saya pikir pas di rumah orang mungkin ada rasa enggak enaknya, tapi sepertinya sama saja,\" kata Yuli.
Tentunya, umumnya, orang tua menginginkan anak yang memiliki inisiatif untuk membantu banyak hal sesuai dengan kapasitas mereka. Kesadaran untuk bertindak seperti ini memang tak selalu ada di dalam diri masing-masing individu.
Banyak faktor yang melatar belakangi anak- anak tidak memiliki inisiatif. Psi kolog anak, Anita Chandra, menga ta kan, tak sedikit orang tua yang mene rap kan ke bia saan untuk mem beri in struksi pada sang anak. Mu lai dari meminta mereka membersihkan tempat tidur, men cuci piring, hingga membantu pekerjaan rumah dan pri badinya.
\"Karena, sejak kecil, anak-anak berpikir bahwa me la kukan pekerjaan, seperti mem bantu orang tua itu adalah instruksi, mereka jadi memiliki kebiasaan untuk menunggu hingga disuruh. Ini akhirnya membuat inisiatif mereka tak terbentuk,\" ujar Anita.
Usia dua tahun Psikolog dari Klinik Anakku, Kelapa Gading, Jakarta Utara, ini menjelaskan, inisiatif atau kemampuan seseorang bertindak lebih dari yang dibutuhkan muncul dalam diri masing- masing individu mulai usia dua tahun. Ia mengatakan, banyak anak-anak pada umur tersebut yang cenderung aktif dan ingin mengikuti apa yang orang tua lakukan.
\"Saat anak mulai berusia dua tahun, kemampuan motorik mereka sedang terasah sehingga dengan mudah, inisiatif mereka muncul melihat orang tuanya melakukan sesuatu, seperti cuci piring. Mereka ingin ikut membantu, tapi sayangnya, banyak orang tua yang tak memberi kesempatan ini,\" ungkap Anita.
Hal tersebut karena orang tua berpikir anak- anaknya sekadar iseng. Bahkan, tak sedikit yang merasa keinginan anak seperti ini hanya akan membuat kerepotan.
\"Banyak orang tua yang melarang karena meng anggap anak-anaknya belum bisa membantu mereka dan justru hanya menambah beban pekerjaan yang ada. Akhirnya, secara perlahan, inisiatif sang anak pun mati,\" jelas Anita.
Perlu diketahui, inisiatif bukanlah sesuatu yang ada dalam diri seseorang sejak lahir.
Karena itu, lingkungan sangat memengaruhi hal ini dapat terbentuk kepada setiap individu sejak usia dini.
Bisa dikondisikan Anita menuturkan, beberapa karakter kepribadian bisa memengaruhi inisiatif yang muncul pada sang anak. Anak-anak yang memiliki kepribadian introvertatau cenderung menutup diri dari kehidupan luar biasanya memiliki inisiatif lebih rendah dibandingkan mereka yang extrovertatau lebih terbuka terhadap banyak orang.
\"Tetapi, meski ada sedikit pengaruh dari kepribadian, inisiatif itu sesuatu yang bisa ditumbuhkan. Jadi, selama orang tua memberikan pemahaman dan kesempatan walaupun anak-anak introvert, mereka tetap bisa memiliki inisiatif,\" jelas Anita.
Dalam memberi kesempatan agar inisiatif dalam diri anak-anak bisa tumbuh, para orang tua juga bisa mengondisikan situasi agar membuat kemampuan mereka lebih terasah.
Salah satunya adalah dengan tutur bahasa yang tepat sehingga anak-anak tak merasa diberikan instruksi, tetapi merasa begitu dibutuhkan untuk menolong.
\"Misalnya, sang ibu bilang seperti ini, mama lagi sibuk, nih, siapa yang bisa bantuincuci piring, ya. Dari sana, kita bisa lihat apakah anak tergerak atau tidak,\" ujar Anita.
Biasanya, anak-anak pada usia dini lebih mudah tergerak dengan tutur kata seperti itu.
Namun, setelah melakukan pekerjaan, seperti membantu atau apa pun yang didasari oleh inisiatif anak-anak itu sendiri, para orang tua tak boleh lupa mengucapkan terima kasih dan memberi pujian.
Dari sana, orang tua juga bisa lebih mudah mengajarkan anak-anak betapa pentingnya untuk melakukan sesuatu sendiri. Seperti, merapikan tempat tidur, menyiapkan baju yang akan dipakai ke sekolah, dan apa pun yang membuat mereka menjadi lebih mandiri serta memiliki inisiatif yang kuat.
Selain pola pengasuhan yang tepat di rumah, anak-anak bisa diberikan pengertian tentang inisiatif saat berada di sekolah, khu - susnya saat mereka berada di jenjang pen - didikan anak usia dini (PAUD). Para pengajar bisa mencoba menumbuhkan inisiatif dengan kegiatan yang menyenangkan.
Anita mencontohkan saat ada pelajaran mewarnai. Guru di kelas tersebut bisa meminta bantuan dari anak-anak, seperti mengambil dan membagikan pensil warna yang akan digunakan.
\"Misalnya, ibu guru mengatakan siapa yang mau membantu membagikan pensil warna ke teman-teman? Nah, kadang ada anak yang langsung percaya diri berinisiatif dan ada yang tidak,\" kata Anita.
Untuk mengatasi anak-anak yang masih belum percaya diri seperti ini, ada beberapa cara yang bisa para guru lakukan. Di antaranya, dengan mengatakan setiap anak di dalam kelas harus bergantian membantu serta menjanjikan rewardyang sesuai untuk mereka.
\"Jadi, para guru bisa mengatakan, misalnya, kemarin si A sudah bantu, sekarang siapa lagi ya yang lain. Lalu, bagi mereka yang mau membantu berikan rewardapa pun yang membuat anak berpikir bahwa membantu orang lain menyenangkan dan inisiatif mereka dapat terus berkembang,\" jelas Anita. (ed:nina chairani)
Kemampuan seseorang bertindak lebih dari yang dibutuhkan muncul dalam diri masing-masing individu, mulai usia dua tahun.
Sudah Besar, Masih Disuruh-suruh
Apa jadinya bila sudah besar anak tak kunjung punya inisiatif? `\'Tidak ada kata terlambat untuk menumbuhkan inisiatif dalam diri individu,\'\' kata Anita Chandra, psikolog anak.
Para orang tua yang anak-anaknya kini telah berusia remaja bisa memberi pemahaman dengan cara berdiskusi.
\"Anak-anak yang mulai beranjak dewasa harus lebih diberi pengertian secara lembut, seperti mengajak mereka berdiskusi. Jangan pernah mengatakan hal berupa instruksi karena ini justru memperburuk situasi,\" katanya.
Selain diskusi, orang tua bisa lebih membiasakan sang anak dalam menentukan pilihan. Misalkan, dengan mengajak anak melakukan sesuatu di rumah. Orang tua bisa mengatakan apakah ada yang ingin lebih dulu mereka kerjakan.
\"Misalnya, ini ada waktu satu jam, kamu mungkin mau mandi atau makan dulu. Biarkan mereka memilih sendiri.
Dari sini, terbentuk keyakinan mereka bisa menentukan sikap dan pada akhirnya cepat atau lambat menumbuhkan inisiatif,\" jelas Anita.
Tidak lupa, meski tak lagi ada pada usia kanak-kanak, para orang tua tetap harus memberikan putra-putri mereka apresiasi dan rewardsaat inisiatif mulai muncul dalam dirinya. Anda sebagai orang tua juga harus mencontohkan sikap yang membuat anak-anak lebih tergerak untuk berinisiatif dalam berbagai hal.
Seperti, membersihkan lingkungan luar rumah atau apa pun yang bisa menolong orang di sekitar. Dari sana, Anda juga bisa lebih mudah mengajak anak- anak untuk mengerjakan suatu kegiatan positif bersama-sama dan tentu, inisiatif mereka dapat terus tumbuh kapan pun dan di manapun berada. (ed:nina chairani)