JAKARTA - Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi, mengungkapkan, beberapa hari menjelang pilpres, ada sejumlah potensi kecurangan yang harus diantisipasi. Publik dan timses diminta merespons hal tersebut untuk menjaga demokrasi Indonesia.
Pertama adalah kesiapan dan profesionalitas penyelenggara pemilu. Menurut Muradi, berkaca dari penyelenggaraan pileg lalu, potensi kecurangan diprediksi akan lebih masif dibandingkan dengan pelaksanaan pileg lalu. "Ini disebabkan semua struktur penyelenggara sulit untuk tetap netral," ujarnya, Senin (7/7).
Pada kondisi ini, simbiosis mutualisme antara timses dengan penyelenggara pemilu cenderung terjadi terjadi di semua tingkatan. Praktik politik uang sangat dimungkinkan terjadi.
Kedua, struktur birokrasi yang dibawahi oleh timses capres di tingkat provinsi hingga struktur terkecil di tingkat RT/RW. Hal tersebut karena para capres mengondisikan ketua timses di provinsi hingga kabupaten/kota dari kepala daerah yang berasal dari partai koalisinya.
Selanjutnya, manuver oknum institusi keamanan dari TNI, Polri, dan BIN. Langkah tersebut dilakukan baik sistematis maupun tidak sistematis, mengikuti irama politik yang terjadi dan terkondisikan. Muradi mengatakan, institusi keamanan tampak belum sepenuhnya menjalankan komitmen netral dan menjaga jarak dari politik praktis.
Yang terakhir, praktik politik uang yang melibatkan jual beli suara. "Ini melibatkan unsur masyarakat dalam melakukan mobilisasi publik. Langkah ini disinyalir melibatkan unsur birokrasi dan oknum aparat keamanan," kata dia.
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) juga memberikan beberapa catatan untuk menghadapi pemilu presiden/wakil presiden 9 Juli mendatang. JPPR menyebut ada hal yang harus menjadi perhatian untuk keberhasilan jalannya pemilu selain integritas penyelenggaraan.
Deputi Koordinator JPPR Masykurudin Hafidz mengatakan harus ada jaminan rasa aman bagi pemilih di tempat pemungutan suara (TPS). Menurut dia, semua pihak harus menciptakan situasi kondusif sehingga pemilih dapat tenang dalam menyalurkan suara tanpa adanya intimidasi. "Pemilih pada akhirnya dapat menentukan calonnya atas dasar pertimbangan rasional dan pilihan bebasnya," kata dia.
Integritas pemilu memang masuk juga dalam catatan JPPR. Masykurudin menekankan, semua elemen penyelenggara dan peserta pemilu harus menjaga kemurnian suara. Ia mengingatkan agar tidak ada pihak yang mencoba melakukan penyelewengan atau mencuri suara sejak di TPS hingga ke rekapitulasi suara. rep:erdy nasrul/irfan fitrat ed: fitriyan zamzami