MAKASSAR -- Pangdam VII/Wirabuana Mayor Jenderal TNI Bachtiar menyatakan memerintahkan personel yang bertugas mengawal tempat pemungutan suara (TPS) juga merekam data hasil penghitungan (formulir C1). Pencatatan yang dilakukan TNI tersebut akan digunakan jika dibutuhkan sebagai alat bukti dan pembanding.
Menurut Bachtiar, data formulir C1 yang dipegang prajurit TNI adalah salinan dan gambar hasil jepretan kamera. Data-data C1 itu sementara diambil sebagai dokumen pribadi.
Dia menegaskan, dokumen berupa gambar maupun salinan C1 itu tidak untuk dijadikan pembanding dan bukan untuk kebutuhan pihak-pihak lain selain dari Kodam VII/Wirabuana. Karena itu, ia berjanji tidak akan menyebarkan salinan C1 itu kepada siapa pun.
Kendati demikian, jika memang dibutuhkan oleh negara sebagai alat bukti dan pembanding, rekaman data tersebut akan diberikan. "Itu hanya dokumen untuk kita pegang dan bukan untuk siapa pun. Kita berharap semuanya berjalan lancar sampai ada penetapan dari KPU, tetapi kalau suatu saat nanti dibutuhkan, maka kita siap," katanya.
Bachtiar juga memerintahkan prajurit memantau perkembangan hasil penghitungan mulai dari tingkat TPS hingga KPU. "Anak buah saya secara rutin terus melaporkan kondisi penghitungan suara manual. Setengah jam sekali perwira-perwira saya melaporkannya," kata Bachtiar.
Sebelumnya, Kapuspen TNI Mayjen TNI Fuad Basya mengatakan, secara formal ia tak mengintruksikan personel yang bertugas di TPS untuk mencatat hasil penghitungan suara di sana. "Kami tidak urus formulir C1. Itu menjadi urusan penyelenggara pemilu," kata Fuad.
Ketika dikonfirmasi soal tindakan pangdam VII/Wirabuana menginstruksikan perekaman, Fuad mengatakan hal tersebut bisa jadi untuk pemetaan kekuatan dan antisipasi konflik. "Memang tak ada imbauan secara formal. Tapi, kalau ada yang mencatat hasil, itu hanya pendataan teritorial mereka," kata Fuad kepada Republika, kemarin.
Menurutnya, personel TNI yang bertugas di daerah tentu mengamati betul peta kekuatan pemilu. Itulah mengapa mereka harus memantau siapa pihak yang menang di sana. Termasuk berapa angka kemenangan dan jumlah persentase perolehan suara mereka. Dengan begitu, ada antisipasi atas potensi perselisihan yang muncul.
Laporan aparat
Tak seperti TNI, Mabes Polri secara jelas mengeluarkan instruksi pada seluruh jajaran yang bertugas di TPS untuk merekam formulir C1. Perekaman tersebut bertujuan untuk dijadikan rujukan jika ada sengketa hasil Pilpres 2014 nantinya.
Kendati demikian, belakangan masuk laporan bahwa beberapa oknum petugas melakukan lebih dari sekadar perekaman. Laporan itu dikeluarkan oleh Koordinator Tim Advokasi Pasangan Calon Presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Habiburrakhman.
Menurut Habiburrakhman, dugaan keberpihakan oknum Polri terjadi di tiga daerah. Di antaranya, Kabupaten Barito Kuala dan Kota Waringin Barat, Provinsi Kalimantan Selatan, serta di Sulawesi Tengah.
Di Barito Kuala, Habiburrakhman mengklaim ada manipulasi formulir C1 yang dibuat oleh oknum anggota Polsek Marabahan. Sementara di Kotawaringin, diduga terjadi perampasan formulir C1 oleh oknum aparat kepolisian dari Polsek Kumai. Selain itu, ia mengatakan ada dugaan pemaksaan dari KPU Provinsi Sulawesi Tenggara untuk melakukan rapat pleno rekapitulasi suara satu hari setelah Pilpres 2014.
Terkait laporan tersebut, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divhumas, Mabes Polri, Brigjen Boy Raffi Amar, membantah oknum polisi bersangkuan menyalahi prinsip netralitas. ''Ternyata, tidak benar ada perampasan formulir. Yang di Sulawesi perlu diperjelas dulu infonya, apa benar ada pemaksaan,'' kata dia, kemarin.
Boy menjelaskan, ia juga belum mendengar ada manipulasi formulir C1 yang dilakukan oleh anggota Polri. Namun, ia menjanjikan kepolisian tetap akan memeriksa kebenaran dari informasi tersebut. ''Info tersebut perlu dicek kebenarannya,'' kata dia. rep:antara/andi mohammad ikhbal/wahyu syahputra ed: fitriyan zamzami