oleh: Indra Sjafri(Pelatih Kepala Tim Nasional U-19) -- Kemenangan adalah sesuatu yang menyenangkan. Tentu saja, hal itu berlaku untuk semua pemain sepak bola di belahan dunia manapun. Tapi, apakah memang tujuan utama dari permainan sepak bola itu kemenangan?
Sekilas, mungkin jawaban pertama yang muncul dari para pelaku sepak bola adalah iya. Tapi, ada catatan yang mengiringi di belakangnya, yaitu ketika kemenangan itu diraih pemain-pemain yang sudah matang.
Keikutsertaan di Piala Dunia, Piala Asia, atau turnamen-turnamen utama lainnya yang mempertandingkan pemain-pemain profesional tentu saja selalu bertujuan meraih kemenangan. Karena, kemenangan menjadi salah satu ukuran utama kemapanan sepak bola suatu bangsa.
Tapi, ketika berbicara tentang sepak bola di level pembinaan, kata kemenangan harus dikaji lebih dalam lagi. Sepak bola di level usia muda bertujuan utama untuk membentuk individu-individu menjadi pemain yang matang kemudian hari. Kemenangan untuk sepak bola level perkembangan ini terkadang justru menjerumuskan.
Kasus curi umur, pemalsuan dokumen, atau praktik-praktik curang lainnya salah satunya didasari keinginan menang yang sangat besar dari para pelaku sepak bola level usia dini. Para pelaku yang biasanya adalah pengelola tim, pelatih, hingga orang tua, terdorong untuk melihat hasil instan yang bakal diraih para pemainnya.
Menyadari hal itu, Asian Football Confederation (AFC) sebagai lembaga sepak bola tertinggi di Asia merumuskan sebuah konsep turnamen yang bisa mengurangi praktik-praktik curang tersebut. Salah satunya adalah dengan membuat format festival untuk menggantikan format turnamen yang diukur dari kemenangan.
Di dalam format festival, semua tim bertanding dengan jumlah yang sama dan tidak semua tim saling bertemu. Hal itu untuk mengurangi kecenderungan tim menghitung poin.
FIFA dalam program grassroot fooball-nya juga menyarankan untuk pemain-pemain usia di bawah 12 tahun tidak menjalani turnamen yang sifatnya menang-kalah. Pertandingan-pertandingan dalam level usia sangat dini tersebut harus diarahkan untuk merangsang kecintaan para pemain cilik agar lebih menyenangi aktivitas bermain sepak bola.
Selain itu, efek yang muncul dari keinginan menang yang berlebihan adalah praktik kepelatihan yang kurang benar. Anak-anak dipaksa bekerja melebihi kapasitas fisiknya. Tumbuh kembang secara fisik otomatis akan mengalami gangguan. Latihan fisik yang terlalu berat sering dipaksakan pelatih usia muda hanya untuk membuat anak-anak bertambah kuat dan mampu bermain lebih keras. Dampaknya ke depan, otot, tulang, dan semua organ akan bekerja melebihi beban yang seharusnya ditanggung. Pertumbuhan pun terhambat.
Namun, di luar itu semua, yang pertama harus disadarkan adalah para pelaku sepak bola. Para pelatih, ofisial, manajer, bahkan orang tua harus diberi edukasi yang memadai agar kecenderungan berbuat curang tersebut menjadi lebih rendah.
Sepak bola usia muda adalah proses pengembangan bakat-bakat muda agar kelak bisa tumbuh menjadi pemain-pemain profesional yang memang benar-benar matang pada saatnya. Kemenangan dalam sepak bola usia muda hanyalah ibarat bumbu penyedap yang berguna sebagai pelengkap. Inti dari sepak bola usia muda adalah proses pematangan pemain dari semua aspek secara bertahap dan sesuai dengan fase pertumbuhan anak. Jika salah satu dipaksakan, akan memotong masa pertumbuhan tersebut, hingga pada akhirnya tidak akan mencapai titik maksimum pertumbuhan di masa dewasanya.
Belajar apa yang dilakukan negara-negara yang saat ini bertanding di Piala Dunia maka proses ini harus dijalani dengan benar. Negara-negara kecil seperti Kroasia, Honduras, bahkan Swiss melakukan proses pembinaan dengan benar dan sabar. Mereka tidak memaksakan anak-anak mereka untuk menang sebelum waktunya tiba.
Hasilnya, mereka adalah negara-negara berpenduduk kecil, tapi selalu menjadi langganan Piala Dunia. Di Perhelatan Piala Dunia, barulah mereka berbicara tentang kemenangan. Tidak hanya kemenangan atas lawan-lawannya, tapi juga kemenangan melawan keinginan instan yang memaksa anak-anak untuk tumbuh tidak sesuai dengan masa pertumbuhannya. ed: fernan rahadi