Kamis 12 Jun 2014 16:30 WIB

Pengaruh Purnawirawan

Red:

Bukan rahasia, purnawirawan TNI terbelah dukungannya dalam pilpres kali ini. Sebagian berlabuh di kubu Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK), lainnya mendukung Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.

Menurut mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kaskostrad) Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zein dukungan seperti itu sah-sah saja. Kendati demikian, ia tak memungkiri ada pengaruh dari para purnawirawan tersebut terhadap netralitas TNI-Polri.

Utamanya, pola yang diterapkan para purnawirawan adalah menghimpun kekuatan massa semaksimal mungkin. Kendati demikian, ada juga yang memanfaatkan kekuatan juniornya di akademi militer (akmil) untuk membantu meningkatkan perolehan suara.

Kivlan menjelaskan, cara yang terakhir belum tentu efektif. Para junior yang kini sudah menjadi perwira menengah atau tinggi belum tentu mau digerakkan karena terikat kode etik bahwa TNI tidak berpolitik praktis. "Jadi, cara seperti itu tidak ampuh," tegas Kivlan.

Dia mencontohkan purnawirawan yang pernah memegang jabatan strategis, seperti kepala staf. Pada saat aktif, mereka pasti memiliki junior yang didukung agar mendapatkan kenaikan pangkat atau dipromosikan memegang jabatan strategis. Saat ini, purnawirawan meminta bantuan dalam pilpres untuk dapat menggerakkan babinsa. "Kalau dulu pada masa dwifungsi ABRI masih bisa. Sekarang, zamannya sudah beda," jelas Kivlan.

Dia menjelaskan, pada era sebelum reformasi terdapat dua kubu militer dalam perpolitikan. Pertama adalah kubu yang selalu menginginkan militer berkuasa memimpin negeri. Mereka ini adalah gerombolan menteri Pertahanan ke-18, Jenderal Anumerta Leonardus Benny Moerdani.

Geng kedua, jelasnya, adalah purnawirawan yang tidak menginginkan dwifungsi ABRI berkelanjutan. "Mereka ini orang-orang yang mendukung Habibi menjadi presiden," jelasnya. Yang terjadi saat ini adalah perbedaan pandangan antara dua kubu itu.

Pemerhati militer dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Tan Malaka Erwin Jose Rizal menyatakan, purnawirawan hanya mengambil nilai-nilai pragmatis dalam politik. Mereka tidak lagi bisa memainkan peranan sebagai pemegang komando. "Secara organik, mereka tidak bisa apa-apa," jelas Erwin.

Kalau mereka adalah pensiunan satu atau dua tahun, menurutnya, masih memiliki junior yang pernah dibina. Junior tersebut kemudian dimintai bantuan untuk mengondisikan pilpres semisal untuk mengamati TPS dan lainnya.

Hal seperti itu, menurutnya, sudah tidak mungkin dilakukan purnawirawan yang pensiun sejak lama. Mereka sudah tidak lagi memiliki jaringan di tubuh TNI maupun Polri. "Jadi, mereka hanya mengambil keuntungan pragmatis," imbuhnya. rep:erdy nasrul ed: fitriyan zamzami

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement