Rabu 07 Sep 2016 11:00 WIB

Harus Ada Contoh Teladan

Red:

Tak banyak terdengar nama-nama anggota DPR sejak republik ini berdiri yang memiliki nama harum. Adapun yang sering terdengar justru dari kalangan eksekutif, seperti Bung Hatta atau Agus Salim yang mengorbankan dirinya untuk bangsa dan negara dengan rela menjadi miskin dan melarat karena tak mau korupsi atau memanfaatkan fasilitas negara untuk pribadi. Pada era Orde Baru, musisi terkenal Iwan Fals bahkan membuat lagu berjudul "Surat untuk Wakil Rakyat" yang mana lagu itu menyindir anggota DPR yang pemalas dan makan gaji buta.

Pengamat politik dari LIPI, Fachry Ali, menilai, dari sekian banyak stigma tentang anggota DPR tersebut, ada beberapa yang dinilai bisa menjadi teladan untuk politikus saat ini. Meski tak sempurna, Fachry meyakini, masih ada wakil rakyat yang bisa dipercaya, jujur, tidak korupsi, dan betul-betul memperjuangkan kepentingan rakyatnya. Oleh karenanya, penting bagi para anggota DPR untuk kembali pada haluan sesuai tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat.

Yakni, dengan mengesampingkan segala kepentingan segelintir pihak, semata-mata demi kembali meraih kepercayaan seluruh masyarakat Indonesia. "Mereka masih harus kerja keras. Tentunya juga harus meneladani para wakil rakyat pendahulunya," kata Fachry.

Ada sosok Mohammad Natsir, yang kiranya bisa menjadi optimisme untuk para anggota DPR. Pendiri Partai Masyumi ini pernah menjadi anggota DPR pada periode 1955.

Natsir yang meski berlatar belakang politik Islam, dapat bersanding dan menjalankan politik dengan harmonis dengan pemimpin dan para anggota parlemen dari partai politik yang berbeda ideologi.

Natsir juga mengambil sikap politiknya dengan sedehana, jujur, dan bersahaja. Sikap yang diambilnya tersebut mengajarkan bagaimana memperoleh tujuan di lingkungan kemajemukan tidak harus dengan menghalalkan segala cara.

Bahwa berpolitik yang benar bukan diacukan pada kecakapan retorika, kecermatan menjual suara, dan seni keterampilan memberi janji dusta, melainkan justru dengan keteguhan dalam memegang prinsip dan demi kepentingan yang lebih banyak.

Pada era Orde Baru, muncul nama Alief Ma'roef. Dia anggota DPR Komisi APBN (1987- 1994) yang kemudian menjabat sebagai sekjen DPR periode 1994-2000. Purnawirawan bintang tiga ini dianggap sebagian kalangan, termasuk anggota DPR sendiri, sebagai inisiator berdemokrasi yang santun.

Hal ini dinilai karena ia dianggap mampu membuat serasinya hubungan baik DPR dengan sejumlah mitra Komisi APBN pada saat itu. Hal itulah yang juga membuatnya dipercaya sebagai sekjen DPR hingga periode 2000.

Ia juga turut menjadi saksi panasnya situasi peralihan era Orde Baru ke Reformasi. Ia pada 21 Mei 1998 bersama dengan ketua DPR/MPR serta empat wakilnya turut menghadap Presiden Soeharto untuk mengambil sikap bijak menghindari pertumpahan darah terkait permintaan lengsernya Pak Harto.

Ia yang saat itu bertanggung jawab terhadap eksistensi DPR berserta asetnya juga turut andil dalam menjaga gedung DPR/MPR yang tengah diduduki aksi massa. Dengan pendekatan moral dan kemanusiaan, ia mengupayakan agar semua massa tidak menduduki kubah gedung yang tidak mungkin diduduki ratusan massa. Hal itu pula yang ia lakukan untuk dengan meminta salah satu insinyur yang terlibat dalam pembangunan Gedung Paripurna menyampaikan pesan di televisi mengenai kekuatan atap gedung paripurna tersebut.

Untuk era saat ini, pengamat komunikasi politik Anang Sudjoko menilai, masih ada sejumlah wakil rakyat yang masih patut dija dikan teladan bagi rakyatnya dan rekan-rekan nya di parlemen. Hanya, mereka sangat langka, segelintir orang saja. Dia menyebut anggota Komisi III DPR, TB Soemandjaja. "Harus dari segelintir orang yang benar-benar wakil rakyat itu bisa dijadikan contoh dan inspirasi bagi anggota dewan lainnya," kata Anang.

TB Soemandjaja dikenal sebagai sosok sederhana di antara teman seperjuangannya di parlemen. Memang gaya hidupnya tidak seperti mayoritas anggota DPR lainnya yang terlihat glamor, dengan kendaraan mewah, gadget terkini, serta men's bags impor bermerek. Sedangkan, Soeman, sapaan akrabnya, tidak demikian. Bahkan, dia lebih memilih menggunakan jasa transportasi umum setiap kali berangkat kerja di Kompleks Parlemen Senayan. Salah satu andalannya adalah KRL.

Tidak hanya itu, Soeman juga berpenam pilan sederhana terlihat seperti bukan anggota dewan pada umumnya. Akibat dari penampilan nya itu, dia memiliki pengalaman langka di Kom pleks Parlemen, salah satunya dengan peng amanan dalam (Pamdal) DPR ketika ber jalan kaki menuju gedung DPR. Soeman sempat digeledah oleh Pamdal DPR saat masuk ke gedung DPR melalui pintu depan. Saat itu, Pam dal DPR langsung menggeledah tas ransel yang dibawanya. Padahal, dia telah menyerahkan kartu identitas anggota DPR.

Begitu juga saat keluar dari gedung DPR melalui pintu belakang, dia dikejar Pamdal DPR karena dicurigai akibat penampilannya. Saat ia memberikan kartu identitas, Pamdal dpr tidak percaya. Bahkan, Soeman dibawa ke kantor Pamdal DPR untuk diinterogasi. Soeman sendiri mulai didapuk sebagai anggota dewan DPR pada 1999 silam.

"Gaya hidup seperti dia lebih mulia dibanding hidup glamor dengan menggunakan semua fasilitasnya. Bukan baik atau tidaknya, melainkan ini lebih elok dan mulia," ujar Anang.      rep: Fauziah Mursid, Ali Mansur, ed: Muhammad Hafil

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement