Jumat 11 Jul 2014 14:21 WIB

RUU Konservasi Tanah dan Air Mengatur Kekayaan Alam Tetap Lestari

Red:

Sumber daya alam Indonesia yang berlimpah setiap tahun terus mengalami penurunan secara kualitas akibat eksploitasi yang berlebihan oleh manusia. Tanpa disadari, kita terus menerus menyedot kekayaan alam yang dimiliki tanpa memikirkan anak cucu kita selanjutnya. Wajar apabila kemudian manusia merupakan pihak yang memiliki andil terhadap perusakan alam dan lingkungannya.

Berangkat dari kepri hatinan tersebut, DPR me la lui Komisi IV telah meng inisiasi sebuah Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Konservasi Tanah dan Air (KTA). Produk undangun dang ini kelak akan men ja wab permasalahan ke ka yaan alam berupa tanah dan air agar terus lestari dan da pat dinikmati generasi penerus kita.

Tanah dan air sebagai penyanggah kekayaan alam ternyata luput dari jangkauan regulasi yang dapat melindunginya. Karena ketiadaan undang-undang yang mengaturnya, lanjut Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron, munculnya pemanfaatan yang ber lebihan. ‘’Harus diakui pengaturan tentang tanah dan air belum memadai, walaupun dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 sudah mengamanatkan bahwa sumber daya alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,’’ tegasnya.

Dalam UU No 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, disebutkan bahwa bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sebagai karunia Tuhan merupakan kekayaan nasional. Khaeron dalam rapat dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa tanah merupakan sumber daya paling fundamental bagi kehidupan manusia.

"Oleh sebab itu tanah harus dikelola untuk meningkatkan ketersediaan produk pertanian, menyaring udara, memurnikan air, dan untuk mengurangi peningkatan emisi karbon karena aktivitas manusia. Salah satu cara pengelolaan tanah agar fungsi-fungsi tanah dapat lestari adalah dengan dilakukan konservasi tanah dan air," papar Anggota F-PD itu.

Adapun tanah sebagaimana dimaksud RUU KTA ini adalah lapisan permukaan bumi yang terdiri atas zat padat berupa mineral dan bahan organik, zat cair, serta udara sebagai satu kesatuan yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan media pengatur tata air. Sementara pengertian air adalah semua air yang tersimpan di dalam pori-pori tanah dan terikat pada butiran tanah.

Tak bisa dipisahkan

Jadi, secara defeni tif KTA adalah upaya perlindungan, pemulihan, peningkatan, dan pemeliharaan fungsi tanah pada lahan sesuai dengan kemampuan dan peruntukan lahan guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan kehidupan yang lestari. Satu hal penting untuk memahami RUU ini, adalah tanah dan air merupakan kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Ia bukan konservasi tanah dan konservasi air secara terpisah. Tapi, konservasi tanah berarti melakukan konservasi pula untuk air.

Dalam RUU KTA menurut Khaeron tanah me rupakan soil. Dengan demikian, soil and water itulah yang akan mengikat butiran- butiran tanah menjadi sumber mata air untuk kehidupan. "Ini adalah sebuah resources yang harus dijaga kesinambungannya dan keberadaannya. Beranjak dari situ, saya kira pengaturan ini dibatasi terhadap eskploitasi yang memungkinkan butiran air di dalam tanah akan hilang dan habis suatu saat nanti." Khaeron mengatakan,

RUU KTA akan dibatasi pada hutan lindung dan hutan produksi. "Sesungguhnya KTA dibatasi pada konservasi di hutan lindung dan hutan produksi. Dengan prioritas adalah lahan kering, lahan kritis, lahan dengan kemiringan tertentu, dan lahan yang membutuhkan treatment," papar Khaeron.

Untuk melestarikan tanah dan air kita bisa melakukan cara membuat biopori sebagai upaya kecil dan juga reboisasi sebagai upaya besar. "Biopori merupakan satu upaya untuk mengembalikan struktur asli atau kultur asli tanah dan air. Biopori juga salah satu upaya menampung air dan mengikatkan dalam tanah,’’ ungkapnya.

Lalu yang menjadi per tanyaan dimana letak perbedaan antara RUU KTA dengan sumber daya air. Khaeron melanjutkan, Undang- undang Sumber Daya Alam lebih menitikberatkan pada pengaturan air permukaan (Blue Water) dan peruntukanya. Sedangkan RUU KTA melindungi butiran air yang mengikat di tanah (green water).

Mengingat waktunya yang sangat singkat, pembahasan RUU KTA diharapkan sudah berakhir 30 September 2014. Menurut Khaeron, RUU tersebut masih butuh banyak masukan dari masyarakat dan akademisi agar RUU ini menjadi sempurna. RUU tersebut terdiri dari 17 bab dan 65 pasal.

RUU KTA diharapkan bisa selesai dibahas hingga menjadi UU sebelum periode keanggotaan DPR periode ini berakhir pada 30 September 2014. Tentu butuh banyak masukan dari masyarakat dan akademisi agar RUU yang terdiri dari 17 bab dan 65 pasal ini menjadi sempurna. ‘’Kami berharap sebelum DPR periode 2009 - 2014 berakhir, RUU ini sudah dapat disetujui sebagai undang-undang,’’ harapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement