Sabtu 20 Sep 2014 13:32 WIB

RUU Pilkada Berpeluang Disetop

Red: operator

JAKARTA -Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) harus disahkan sebelum masa jabatan DPR periode 2009-2014 berakhir. Namun, RUU Pilkada yang diajukan pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak Desember 2011 itu, hingga kini masih menuai pro dan kontra.

Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan, ada kemungkinan pembahasan RUU Pilkada dihentikan karena tarikmenarik kepentingan sudah tidak dapat dihindarkan lagi. "Ada tetap dua kemungkinan, bisa saja mayoritas menghendaki tidak ingin dilanjutkan, atau dilanjutkan dengan substansi seperti apa?" kata Agun, di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (19/9).

Agun mengatakan, tim perumus sudah menyelesaikan seluruh materi RUU Pilkada dan juga sudah melakukan sinkronisasi. "Tinggal laporan dalam rapat panja atau pengambilan keputusan," katanya.

Menurut Agun, Komisi II akan menggelar rapat tingkat I dengan agenda mendengarkan pandangan akhir seluruh fraksi. "Rapat kerja tingkat I ini diagendakan tanggal 23 September," ujarnya.

Jika pada rapat tingkat I itu seluruh fraksi menolak untuk memutuskan RUU Pilkada, berhentilah pembahasan RUU tersebut dan mung kin akan dilanjutkan oleh anggota DPR periode berikutnya.

Namun, jika disetujui, akan diputuskan di tingkat II, yaitu putusan sidang paripurna DPR pada 25 September 2014. "Saya sebagai pimpinan (Komisi II) akan menjalankan sebagaimana ketentuan," ujar politikus Golkar itu.

Saat ini, sikap fraksi terhadap RUU Pilkada terbelah menjadi dua, terutama terkait mekanisme pemilih an kepala daerah, antara pilkada langsung atau pilkada melalui DPRD. "Dalam dokumen lebih kuat DPRD," ujar Agun.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan, Rancangan Undang-Undang Pemilih an Kepala Daerah (RUU Pilkada)harus disahkan sebelum masa jabatan DPR periode 2009-2014 berakhir. Jika tidak, pembahasan RUU Pilkada oleh DPR periode 2014-2019 mesti dimulai dari awal lagi. "Kalau kita tidak selesaikan RUU Pilkada ini, maka RUU ini menjadi gagal.Batal. Kembali menjadi nol," kata Djohan.

Menurutnya, nasib pilkada langsung atau tak langsung bergantung pada posisi terakhir Fraksi Partai Demokrat. Hal ini karena Demokrat memiliki suara paling banyak di DPR periode 2009-2014, yakni sebanyak 148 kursi. "SBY cenderung pilkada langsung. Kami akan ikuti tindak lanjut Fraksi Demokrat di RUU Pilkada. Maka, kalau paripurna akan lebih unggul yang mendukung langsung," katanya.

Sebelumnya, Partai Demokrat akhirnya mengambil sikap untuk tetap mempertahankan pemilihan kepala daerah secara langsung. Sebagai fraksi yang memiliki kursi terbesar di DPR, perubahan sikap Demokrat ini akan sangat menentukan proses pengambilan keputus an RUU Pilkada di DPR. rep:c62, ed: muhammad fakhruddin

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement