Senin 02 Jan 2017 14:00 WIB

Pengusungan Calon Perlu Direvisi

Red:

JAKARTA -- Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menilai Undang-Undang tentang Partai Politik (Parpol) perlu direvisi. Ia mengatakan, UU Parpol perlu memasukan materi tentang mekanisme pengusungan calon yang maju dalam pilkada.

Masykurudin menyatakan, saat ini UU parpol belum mengatur ihwal mekanisme perekrutan kader untuk kemudian dicalonkan pada momen pilkada. "Rekrutmen (kader) adalah tanggung jawab parpol. Menyajikan calon adalah tanggung jawab parpol," kata dia seusai diskusi catatan akhir tahun bertajuk "Kerakyatan dalam Pemilu" yang digelar JPPR di bilangan Cikini, Jakarta, Sabtu (31/12).

Menurut Masykurudin, UU Parpol tentu mempunyai peran yang besar untuk mengatur soal mekanisme pengusungan calon oleh partai pada momen pilkada. Apalagi, lanjut dia, UU Parpol ini diikutsertakan dalam perampungan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu di DPR RI.

"Berkaitan kan? Masukan (materi soal mekanisme pengusungan calon oleh partai) di situ saja menurut saya," kata dia.

Masykurudin menambahkan, parpol selama ini tidak melakukan apa pun untuk menjaring serta mendukung calon-calon yang berkompeten dan bersih dari korupsi. Malahan, kata dia, dukungan yang diserahkan oleh parpol itu digerakkan oleh pihak-pihak yang telah lama menguasai suatu daerah hingga akhirnya dinasti politik di daerah tersebut pun terbentuk.

"Parpol malah ngikut. Karena itu, ya akhirnya tidak ada pergantian kepemimpinan di suatu daerah karena kelamaan dalam menguasai," ucap dia.

Akutnya kekuasaan yang dimiliki pejawat hingga akhirnya membentuk dinasti politik itu memunculkan potensi korupsi yang besar. Karena itu, kalau penanggulangan korupsi itu hanya mengandalkan orang-orang daerah, tentu sulit. Kekuatan yang dimiliki penguasa dari dinasti politik itu terlalu besar. "Makanya perlu keterlibatan KPK dan seterusnya," tambah dia.

Senada dengannya, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini juga menilai parpol tidak menyaring betul-betul calon-calon yang diusungnya dalam pilkada. Undang-Undang Parpol saat ini juga tidak mengatur ihwal mekanisme pengusungan calonnya pada pemilu, pemilihan legislatif, dan pilkada.

"Di UU parpol itu mekanismenya diserahkan kepada internal parpol, ini kan sebetulnya daya ikatnya lemah sekali," ujar dia.

Titi mengatakan, dinasti politik yang terbentuk di daerah-daerah memang rentan korupsi. Itu karena dinasti politik di Indonesia masih mengabaikan kompetensi dan integritas saat hendak melanjutkan kekuasaan pada momen pilkada lewat calon yang diusung.

Semestinya, dinasti politik tetap memprioritaskan aspek kompetensi dan integritas agar kepala daerah yang muncul betul-betul mampu secara mandiri mengelola tatanan dan pembangunan di daerahnya.

Belum ideal

Pada kesempatan itu, Masykurudin juga mengatakan, minimnya jumlah pasangan calon di pilkada serentak 2017 menunjukkan rendahnya keterwakilan rakyat dalam komposisi pasangan calon (paslon) dalam seleksi kepemimpinan daerah pilkada 2017. Makin sedikit paslon yang disediakan oleh parpol, maka adu gagasan dan program makin rendah.

Menurut dia, pilkada serentak 2017 hanya menghadirkan 244 paslon. Dari sebagian besar jumlah paslon di 101 daerah yang menyelenggarakan pilkada, rata-rata hanya dua paslon dari unsur parpol. "Bahkan, ada sembilan daerah dengan paslon tunggal sebagai akibat terjadinya dukungan koalisi yang besar," kata dia.

Masykurudin menjelaskan, dalam pasal 40 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota, dikatakan bahwa parpol atau gabungan parpol bisa mendaftarkan paslon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit, yakni 20 persen dari jumlah kursi DPRD. Atau, 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Artinya, maka semestinya jumlah paslon yang bermunculan di tiap daerah pilkada itu idealnya antara empat hingga lima paslon. Melalui ketentuan UU itu juga, jumlah paslon yang seharusnya muncul pada pilkada 2017 ini yaitu antara 350 sampai 400 paslon.

"Nah, yang terjadi hanya muncul sebanyak 244 paslon. Rata-rata tiap daerah hanya dua paslon," tutur dia. rep: Umar Mukhtar ed: Muhammad Hafil

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement