JAKARTA -- Utang luar negeri Indonesia tidak disinggung dalam debat calon presiden (capres) kedua pada Ahad (15/6) lalu. Padahal, Bank Indonesia (BI) mencatat total utang luar negeri Indonesia mencapai 276,49 miliar dolar AS. Dari jumlah itu, porsi utang swasta atau korporasi merupakan yang paling besar, yakni 145,98 miliar dolar AS. Lalu, utang luar negeri pemerintah 122,81 miliar dolar AS dan sisanya utang BI.
Ekonom menilai, kedua capres sebaiknya mengemukakan soal utang luar negeri kendati moderator tidak menanyakan hal tersebut. "Tak ditanya bukan berarti tidak penting. Tapi, sebenarnya bisa dikemukakan," ujar pengamat ekonomi Anton Gunawan, Senin (16/6). Menurut dia, kedua capres dapat membahas mengenai utang luar negeri saat membicarakan tentang defisit transaksi berjalan dan defisit anggaran karena utang membuat anggaran menjadi defisit.
Anton juga mengatakan, kedua capres sebaiknya membahas tentang pembiayaan dari bank. Rasio dana pihak ketiga (DPK) terhadap kredit atau LDR telah mencapai 91,17 persen. Oleh karena itu, korporasi mencari pembiayaan dari luar negeri.
Kendati demikian, Anton memaklumi jawaban kedua capres belum mendalam karena adanya keterbatasan waktu. "Memang setting-nya yang menyebabkan sukar memberikan jawaban yang relatif bisa panjang lebar. Itu ada keterbatasan waktu," ujarnya.
Salah satu tim ahli yang menyusun pertanyaan dari moderator, pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono, mengatakan, pada awalnya tim telah menyusun banyak pertanyaan teknis. Namun, kemudian banyak yang dicoret karena ingin memberi kesempatan kepada kedua calon untuk berdebat. "Saya sebagai tim penyusun menyadari jangan menanyakan yang terlalu teknis pada capres sehingga akhirnya pertanyaannya umum," katanya.
Meski tidak dibahas dalam debat capres tahap kedua, tiap-tiap capres sebenarnya telah memiliki visi dan misi tersendiri untuk mengatasi besarnya utang luar negeri Indonesia. Tim ahli bidang ekonomi pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK), Arif Budimanta, memerinci, kubunya memiliki tiga cara untuk mengatasi utang luar negeri.
Pertama, Jokowi-JK akan meningkatkan penerimaan negara melalui pajak. Direktorat Jenderal Pajak akan didorong agar terus mencari para wajib pajak. Kedua, lanjut Arif, pemerintah ke depan akan menghemat penggunaan APBN dengan menekan belanja-belanja yang tidak produktif. Selain itu, Jokowi-JK juga akan melakukan efisiensi subsidi agar tidak membebani APBN.
Arif mencontohkan, subsidi listrik selama ini sangat besar karena proses produksinya menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Padahal, listrik sebenarnya juga bisa diproduksi menggunakan gas, batu bara, dan biothermal, yang biaya produksinya jauh lebih hemat. Apabila itu dilakukan, anggaran yang tadinya dialirkan untuk subsidi listrik bisa dialihkan untuk membayar utang luar negeri.
Ketiga, sambung Arif, Jokowi-JK tidak akan menerima utang luar negeri yang bersifat program atau yang hanya menghasilkan produk kebijakan. Jokowi-JK, lanjut dia, berkomitmen untuk menekan utang luar negeri selama memimpin pemerintahan. Meski demikian, mereka tidak akan berjanji muluk-muluk akan menuntaskan semua utang dalam waktu lima tahun. "Minimal bisa mengembalikan keseimbangan primer dan kesehatan likuiditas fiskal yang pada saat ini negatif menjadi positif," ucap Arif.
Sementara bagi pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, pengentasan utang luar negeri tercantum dalam visi-misi dalam bidang ekonomi. Beberapa kebijakan yang akan diambil pasangan ini jika terpilih, antara lain, dengan cara mengurangi pinjaman luar negeri baru oleh pemerintah, baik multilateral maupun bilateral, dengan target menjadi nol pada 2019. Selain itu, pemerintah harus mengelola utang (surat berharga negara) dengan cermat dan bijak serta memanfaatkannya dengan efisien dan efektif. n friska yolandha ed: andri saubani
Tim sukses pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mengaku kecewa dengan materi debat yang tidak memasukkan masalah utang luar negeri. "Kami menyayangkan dari KPU tidak ada (materi soal utang luar negeri)," ujar anggota tim sukses Prabowo-Hatta, Muhammad Fadel.
Menurut Fadel, masalah utang luar negeri merupakan masalah pokok. Dia sangat menyayangkan diskusi pada debat capres Ahad (15/6) malam itu tidak terlalu mendalam. Menurutnya, hal itu seharusnya dibahas agar masyarakat mengetahui sejauh mana pemahaman kedua capres tentang utang luar negeri Indonesia. "Diskusinya tidak terlalu mendalam. Tidak membicarakan tantangan Indonesia ke depan, termasuk kemungkinan apakah akan menambah utang lagi," terangnya.
Anggota timses Prabowo Hatta, Saifullah Tamliha, menyatakan Prabowo inginkan renegosiasi dalam dua hal. Pertama dalam soal valas. Jika terus menggunakan dolar AS, utang akan terus membengkak ketika nilai dolar naik. "Ini akan kita jadikan catatan renegosiasi," jelas Wasekjen PPP ini.
Cara lainnya untuk melunasi utang adalah dengan memaksimalkan devisa terlebih dahulu. Pajak tentu menjadi bagian penting. Jangan sampai pengemplang pajak berkeliaran bebas, siapa pun harus membayar pajak. Ini nantinya akan masuk ke kas negara yang kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan negara.
rep:satya festiani/halimatus sa'diyah/c87/erdy nasrul ed:andri saubani