Senin 25 Aug 2014 20:52 WIB

Pemerintah Dinilai tak Jeli

Red: operator

Kelangkaan BBM Bersubsidi menjadi tren setiap akhir tahun.

JAKARTA - Pembatasan kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium dan solar oleh pemerintah telah mengakibatkan kelangkaan di sejumlah daerah, khususnya di wilayah pantai utara Jawa. Pengamat perminyakan dari Center for Petroleum and Energy Economics Studies, Kurtubi, menilai, kebijakan pembatasan kuota hanya menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat.

“Ini akibat dari ketidakjelian pemerintah dalam membuat perhitungan penjualan BBM tahun ini sehingga masyarakat yang jadi menderita,” katanya Kurtubi, Ahad (24/8). Kurtubi menuturkan, pemerintah lewat Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) hanya menetapkan kuota penjualan BBM kepada Pertamina sebesar 46 juta kiloliter pada tahun ini. Padahal, realisasi konsumsi BBM pada tahun lalu mencapai 46,6 juta kiloliter.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Republika/ Yasin Habibi

Papan pengumuman "Solar Subsidi Habis" terpasang di SPBU Jalan Otista, Jakarta, Senin (25/8).

 

Menurutnya, jika pemerintah cermat, kuota penjulan BBM 2014 seharusnya lebih besar dari 2013. Namun, yang terjadi pemerintah malah menurunkan kuota BBM bersubsidi. Akibat ketidakcermatan penghitungan tersebut, kata Kurtubi, pemerintah pun terpaksa memberlakukan pembatasan penjualan yang berdampak pada kelangkaan BBM bersubsidi pasa tingkat masyarakat bawah.

Kurtubi memprediksi, kondisi seperti yang terjadi di Pantura saat ini masih akan terus berlangsung sampai akhir 2014. Ia menambahkan, Indonesia saat ini sudah menjadi negara pengimpor minyak lantaran produksi BBM dalam negeri tak lagi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat di negeri ini.

Sayangnya, kata dia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih saja memberi porsi yang besar untuk subsidi BBM dalam postur RAPBN 2015. “Sebagian besar minyak yang dikonsumsi rakyat kita sekarang ini adalah minyak impor yang dibeli pemerintah dengan harga yang mahal menggunakan uang negara,” terang Kurtubi.

Anggota Komisi VII DPR RI Dewi Aryani meminta pemerintah untuk segera melakukan evaluasi terkait distribusi BBM bersubsidi. Kelangkaan BBM subsidi di sejumlah daerah menurutnya terjadi setiap tahun. “Mendekati akhir tahun selalu terjadi kelangkaan. Ini sudah tren 10 tahun terakhir,” kata Dewi kepada Republika, Ahad (24/8).

Ia menilai, pemerintah pastil sudah menghitung jatah konsumsi BBM subsidi sejak awal tahun. Sehingga, pengurangan subsidi BBM tidak bisa disalahkan sepenuhnya atas kelangkaan tersebut. Pengurangan BBM subsidi yang dilakukan pemerintah sebelumnya tentu memberikan dampak, namun bukan 100 persen menjadi penyebabnya.

Pemerintah, kata Dewi, harus segera mengantisipasi kelangkaan ini dengan menyediakan BBM nonsubsidi atau pertamax. Jika tidak, hal ini akan melumpuhkan kegiatan masyarakat yang menghasilkan efek domino pada kenaikan harga bahan kebutuhan lainnya. “Logistik bisa mandek dan stok terhenti karena tidak ada BBM untuk distribusi,” kata Dewi.

Dosen Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidyatullah, Pangi Syarwi Chaniago, menyatakan, ketimbang meributkan kabinet ramping atau tidak, presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) seharusnya fokus soal bagaimana mengatasi masalah energi, pangan, dan infrastruktur. “Itu harus jadi prioritas Jokowi,” katanya.

Menurut Pangi, tantangan pemerintahan Jokowi ke depan semakin berat. Terutama mengenai krisis energi. Karena itu, Jokowi harus memastikan APBN pada pemerintahan Jokowi, harus betul-betul sampai kepada rakyat lewat program-program prorakyat kecil. “Jangan sampai APBN habis untuk gaji pegawai negara dan untuk subsidi yang tidak tepat sasaran.”  rep:friska yolandha/ahmad islamy jamil/c62 ed: andri saubani

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement