JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnopuri seyogianya bertemu pada Kamis (2/10). Namun, pertemuan itu gagal terlaksana menyusul perubahan peta politik di parlemen pascapemilihan pimpinan DPR. "Tetapi mungkin Tuhan berkehendak lain," kata Ketua DPP PDIP Puan Maharani, Kamis (2/10).
Menurut Puan, Megawati telah mengutus dirinya, Joko Widodo (Jokowi), Jusuf Kalla (JK), dan Surya Paloh untuk bertemu SBY. Pada Rabu (1/10) sejak siang hingga sore hari, kata Puan, terus berupaya mencari cara agar bisa bertemu SBY. "Pak SBY tidak merespons keinginan saya untuk bertemu," kata Puan.
Presiden terpilih Jokowi juga mengakui gagalnya pertemuan antara wakil dari koalisinya dan SBY. Namun, kemarin, Jokowi tak berbicara secara eksplisit mengenai batalnya pertemuan SBY dengan Megawati. Ia hanya mengangguk sambil menunjuk-nunjuk ke arah wartawan saat dikonfirmasi mengenai hal ini.
Dalam Sidang Paripurna DPR, yang berakhir pada Kamis (2/10) dini hari WIB, Fraksi Partai Demokrat batal memberikan dukungan ke koalisi fraksi pendukung Jokowi-JK dalam perebutan kursi pimpinan DPR. Partai yang dipimpin SBY itu ternyata memberikan dukungan kepada Koalisi Merah Putih yang akhirnya menempatkan kader Demokrat Agus Hermanto sebagai wakil ketua DPR.
Meski demikian, Jokowi mengaku tak kaget dengan sikap Demokrat tersebut. Sebab, baginya politik memang sangat dinamis. "Tiap menit bisa berubah, saya lihat hal seperti itu sudah biasa," singkatnya, di Balai Kota DKI Jakarta, kemarin.
PDIP pun mencurigai adanya praktik politik transaksional antara Koalisi Merah Putih dan Partai Demokrat. Demokrat yang awalnya memberikan dukungan kepada kubu Jokowi-JK, berubah sikap pada menit-menit akhir pengambilan keputusan di DPR.
Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, apa yang terjadi di DPR saat pemilihan pimpinan DPR, merupakan suatu hal yang telah mereka duga. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Agus Hermanto yang terpilih sebagai pimpinan DPR melalui paket Koalisi Merah Putih, dinilai Hasto sebagai politik transaksional yang dimaksud. "Menurut kami, ini bukan ujian untuk Jokowi-JK, tetapi justru Presiden SBY. Apabila dia konsisten dalam membangun pemerintahan bersih, maka sejalan dengan Jokowi-JK," ujar Hasto.
Demokrasi yang diusung Koalisi Merah Putih, kata Hasto, hanya mengedepankan kekuasaan sehingga menghilangkan fondasi musyawarah dan mufakat. Namun, upaya yang mereka lakukan itu, tak akan berjalan efektif karena pemerintahan mendatang berasal dari rakyat. Ia pun optimistis, pemerintahan demokratis yang mengusung kekuatan koalisi bersama rakyat, tak akan goyah meski ada ganjalan dari parlemen.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid menegaskan, tidak ada upaya balas dendam dari Koalisi Merah Putih terhadap koalisi pendukung Jokowi-JK. Menurutnya, Koalisi Merah Putih membuka diri bagi siapa yang ingin bergabung, dan partai Demokrat ternyata mau bergabung. "Lho wong mereka yang gagal cari koalisi, kok yang dituduh kita," kata Hidayat.
Proses pemilihan pimpinan DPR, kata Hodayat, hanyalah masalah bagaimana mencari kawan untuk memenuhi target minimal dalam kursi di DPR. Sesuai aturan konstitusi, menurutnya, pemilihan DPR memungkinkan menghadirkan dua paket pimpinan DPR. Sehingga, dalam konteks demokrasi, ajakan untuk bergabung menjadi pilihan terbuka.
Pengamat politik Universitas Islam Negeri Jakarta Adi Prayitno, mengatakan, kemenangan Koalisi Merah Putih di parlemen menjadi tanda soliditas koalisi. Terpilihnya pimpinan DPR yang diusung Koalisi Merah Putih, kata Adi, juga menunjukkan lemahnya komunikasi politik kubu pendukung Jokowi-JK. rep:halimatus sa'diyah/c57/andi mohammad ikhbal/c73/c62 ed: andri saubani