JAKARTA -- Fraksi Partai Golkar menuding fraksi-fraksi pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) telah menghambat kinerja DPR. Alasannya, KIH tak kunjung menyerahkan nama-nama anggota di komisi dan alat kelengkapan dewan.
Anggota dewan dari Fraksi Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, fraksi-fraksi yang terdiri dari PDIP, PKB, Nasdem, Hanura, dan PPP telah mengganggu kinerja DPR. "Jadi, kalau bicara soal siapa yang menghambat ingin bekerja, fraksi-fraksi pendukung pemerintahlah yang justru menghambat," kata Bambang kepada wartawan, di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (23/10).
Menurut Bambang, dampak terkini dari belum diserahkannya nama anggota komisi dan alat kelengkapan dewan adalah tidak bisa dibahasnya surat presiden tentang pengubahan nomenklatur kementerian dan arsitektur kabinet. Sebab, kata Bambang, surat presiden mestinya dibahas di Komisi II. "DPR tidak boleh memberi pertimbangan kepada presiden karena tidak ada badan di dewan yang bekerja untuk itu," ujarnya.
Fraksi Golkar menduga fraksi-fraksi pendukung Jokowi sengaja menunda pengajuan nama anggota komisi dan alat kelengkapan dewan. Dia berpendapat, sejumlah elite di koalisi tersebut ingin lebih dahulu mendapat kepastian soal posisi di kabinet Jokowi. "Jangan-jangan karena belum aman, dapat menteri ditunda-tunda," kata Bambang.
Senada dengan Bambang, politikus Partai Golkar lainnya Tantowi Yahya berpandangan sikap KIH yang belum menyetorkan nama-nama untuk anggota komisi menghambat kinerja DPR. Banyak hal yang seharusnya bisa dilakukan belum bisa terlaksana karena belum terbentuknya komisi di DPR. "Kalau seperti ini suasananya jadi tidak produktif, rakyat bisa lihat siapa yang menghambat," katanya kemarin.
KIH belum mau menyetorkan nama karena tak puas dengan pembagian jatah pimpinan komisi dan alat kelengkapan dewan. Menurut politikus PDI Perjuangan Aria Bima, saat lobi dengan Koalisi Merah Putih (KMP), termasuk di dalamnya Golkar, KIH hanya memperoleh enam dari 47 pimpinan di komisi dan alat kelengkapan dewan. Jumlah itu sangat tidak realistis.
Tanpa penyerahan nama itu, menurut Aria Bima, sidang pembahasan pimpinan komisi tak bisa dilanjutkan. Pasal 284 Tata Tertib DPR menyebutkan, keputusan berdasarkan suara terbanyak adalah sah apabila diambil dalam rapat yang dihadiri oleh anggota dan unsur fraksi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (1) dan disetujui oleh lebih dari separuh jumlah anggota yang hadir.
Partai Nasdem yang merupakan bagian dari KIH membantah jika mereka menghambat kinerja dewan. Nasdem ingin pembahasan posisi pimpinan komisi dan alat kelengkapan dewan dibahas secara musyawarah. Wakil Ketua Fraksi Partai Nasdem di DPR Johnny G Plate menilai, tidak ada kinerja yang terhambat karena mitra DPR dalam hal ini pemerintah belum terbentuk. Soal pembahasan nomenklatur kabinet yang diajukan Presiden Jokowi, kata dia, bisa dilakukan lewat Badan Musyawarah (Bamus) DPR.
Pakar psikologi politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk menilai, KMP hanya melakukan politik basa-basi dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Hal ini terlihat dari posisi yang diberikan kepada KIH untuk pemimpin komisi dan alat kelengkapan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Koalisi Merah Putih hanya memberikan enam dari 47 posisi untuk partai-partai pendukung pemerintah (KIH) di DPR. "Dari 47 hanya enam, di mana logikanya?" kata Hamdi ketika dihubungi Republika, Kamis (23/10).
Seharusnya, jika semangat yang diusung dalam kepemimpinan di DPR adalah representativeness (keterwakilan), komposisi pimpinan di alat kelengkapan dan komisi DPR tidak timpang sebelah. Hamdi juga menilai KIH sebagai pemenang pemilu seharusnya memiliki perwakilan yang seimbang di parlemen dalam struktur kepemimpinan.
PDI Perjuangan yang juga motor dari KIH merupakan fraksi terbesar di DPR dengan 109 kursi. Namun, secara total KMP yang menjadi basis pendukung calon presiden Prabowo Subianto lebih unggul. Sebelumnya dalam pemunguatan suara pemilihan pimpinan DPR dan MPR, KIH juga harus mengakui keunggulan KMP.
n c01/c73 rep:muhammad akbar wijaya, mas alamil huda ed: teguh firmansyah