Selasa 10 May 2016 16:00 WIB

Brigjen Agus Rianto, Kabiro Penmas Mabes Polri: Tanpa Landasan Hukum tak Ada Efek Jera

Red:

Republika/Tahta Aidilla   

 

 

 

 

 

 

 

 

Bagaimana gambaran peredaran minuman keras di daerah?

Terkait dengan masalah minuman keras, itu kan bermacam-macam golongannya. Yang pabrikan ada klasifikasinya, ada aturannya. Sekarang, yang banyak beredar ini kan yang kadang-kadang dianggap minuman keras buatan lokal, yang sejenis tuak, yang merupakan fermentasi dari tumbuhan, yang diolah oleh masyarakat, dibuat sedemikan rupa menjadi minuman yang sebetulnya kadar alkoholnya juga tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Langkah Polri untuk mengendalikan peredaran miras itu seperti apa?

Bapak Kapolri selalu katakan bahwa dalam proses penegakan hukum oleh Polri, itu tidak boleh melanggar hukum. Intinya bahwa setiap pelaksanaan tugas kita harus punya landasan hukumnya. Ini kan kalau terkait dengan produk lokal (miras olahan, seperti tuak) itu harusnya ada peraturan-peraturan daerah yang mendukungnya juga. Karena, dalam hal ini kita hanya melaksanakan program-program pemerintah daerah terkait dengan penegakan hukumnya.

Berarti harus ada perda khusus yang mengatur peredaran miras lokal ini?

Ya iya, harus ada ketentuan yang mengatur, sehingga proses penegakan hukum nanti kami sama-sama dengan Satpol PP melaksanakan penegakannya, kalau itu ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten atau kota. Salah satu yang menjadi permasalahan dalam proses penegakan hukumnya, ya itu tidak ada Raperda yang mengatur itu semua. Berbeda dengan yang pabrikan. Kan kalau pabrikan sudah ada aturan perdagangan, aturan perindustrian, dan aturan-aturan yang mendukung lainnya.

    

Apakah sebelum ada perda, Polri tidak bisa bertindak untuk mengendalikan peredaran miras lokal?

Sosialisasi kita terus lakukan oleh teman-teman Babinkamtibmas, teman-teman satuan Tibmas di daerah-daerah, di wilayah-wilayah. Cuma kan kita kalau misalkan proses penegakan hukumnya tidak ada landasan hukum, akhirnya hanya pembinaan. Ini kan tidak menimbulkan efek jera.

Apa yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan generasi muda dari miras lokal tersebut?

Kembali lagi kepada masyarakat, bahwa apa yang diproduksi, apa yang dibuat, apa yang dikerjakan itu sebetulnya mereka sudah ngerti. Dalam artian, dampaknya ini untuk apa, kepentingannya untuk apa, penggunaannya untuk apa sebetulnya sudah pada tahu. Apalagi, kan sasarannya ini kebanyakan pelajar. Kita sudah melakukan penindakan-penindakan, bahkan sudah koordinasi dengan yang di daerah. Tapi, ya itu tadi. Karena tidak ada landasan hukum, kita hanya bisa sebatas pada pembinaan.   Oleh Dadang Kurnia, ed: Fitriyan Zamzami

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement