Rabu 24 Aug 2016 13:00 WIB

Kusfiardi, Analis Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia: Pusat Mestinya Menjamin Program Daerah Berjalan

Red:

Bagaimana tanggapan Anda mengenai penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) ke 169 daerah?

Jadi, yang perlu diungkap secara jujur oleh pemerintah terkait pengelolaan APBN itu adalah bahwa sebenarnya pemerintah sudah gagal dalam melakukan pengelolaan anggaran. Akibat dari kegagalan itu, kemudian APBN kita harus mengalami koreksi yang signifikan.

Yang lebih penting lagi, koreksi itu didorong ketidakcakapan mengelola APBN. APBN sebuah perencanaan dari agenda besar pemerintahan. Dia (APBN) menjadi tolok ukur dari janji-janji politik seorang presiden.

Kalau kita lihat, baik dari sisi penerimaan atau belanja ternyata kinerjanya buruk, karena dari segi penerimaan, banyak realisasi penerimaan tidak terpenuhi. Sedangkan dari sisi belanja, realisasi belanja juga tidak bisa dilakukan sesuai rencana.

Semakin parah lagi ternyata, di pos pembiayaan, khususnya penjualan surat utang, itu terjadi secara gencar, lebih cepat, ini kan kelihatan bahwa pemerintahan ini mencari jalan gampang untuk bisa mendapatkan dana di APBN melalui pembiayaan. Padahal, pembiayaan memiliki risiko cukup besar, selain risiko pembayaran cicilan pokok dan bunga yang jatuh tempo, untuk yang denominasi mata uang asing tentu akan punya risiko dengan fluktuasi kurs sehingga bebannya menjadi lebih berlipat.

Apakah penundaan DAU tersebut langkah yang tepat?

Saya menengarai apa yang dilakukan pemerintah sampai saat ini menunjukkan belum ada upaya yang serius, bahkan cenderung mereka mengalihkan ketidakbecusan mengelola anggaran ini menjadi beban kepada pihak lain, termasuk rakyat, pemerintah daerah (pemda).

Keputusan menunda ini akan berimplikasi besar, rencana-rencana pemda yang sudah disetujui untuk dijalankan menjadi tertunda. Saya khawatir, akibat penundaan ini justru membuka peluang untuk semakin buruknya situasi perekonomian kita terutama di daerah-daerah non perkotaan.

Kalau daerah perkotaan mungkin masih bisa andalkan sektor informal. Menurut saya, ini langkah paling buruk yang seharusnya tidak dilakukan.

Lantas, apa yang seharusnya dilakukan pemerintah?

Justru dalam hal ini harusnya pemerintah pusat bukan menahan atau menunda alokasi yang sudah ditetapkan. Yang harusnya dilakukan adalah memastikan bahwa apa-apa yang sudah direncanakan dan harus dikerjakan pemda bisa terselenggara dengan akuntabilitas yang baik.

Kalau caranya seperti ini, ini kan pemberi pesan tidak baik ke publik, ke rakyat, sehingga membuka celah adanya spekulasi negara mengalami kesulitan keuangan. Pesan seperti ini sangat berbahaya karena akan segera ditangkap pihak eksternal yang mungkin saja ingin mengambil kesempatan. Kita khawatir jika ini menjadi bahan spekulasi dan kemudian bisa berakibat buruk terhadap kondisi ekonomi kita, khususnya sektor keuangan. Jika ini sampai terjadi efeknya akan meluas.

Jadi, bagaimana solusi terbaiknya?

Saran saya, tidak apa-apa mengakui kegagalan. Kemauan mengakui kegagalan jauh lebih baik daripada menutupi cara-cara yang justru bisa menimbulkan efek lebih luas. Karena dalam pemerintah kali ini, buruk sekali dalam perencanaan penerimaan. Saat mengajukan terlihat sangat ambisius dan populis, tapi tidak diikuti dengan akuntabilitas yang baik, sehingga realisasinya tidak sesuai rencana. Tidak apa-apa mengakui kegagalan.   Oleh Muhammad Nursyamsi, ed: Fitriyan Zamzami

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement