Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, apakah sudah ada perubahan komitmen pemerintah terhadap penyandang disabilitas?
Secara wacana sudah, karena sudah ada inisiasi pemerintah untuk melindungi kaum difabel, baik di sisi kesehatan, pendidikan, perlindungan hak perempuan difabel. Namun, secara implementasi konkret, belum. Kami belum lihat ada program nyata di sisi kesehatan dan pendidikan.
Hanya satu hal yang kami apresiasi, yakni implementasi pemenuhan hak partisipasi politik dalam pilkada terhadap kaum difabel.
Seperti apa implementasi itu ?
KPU mengakomodasi kami untuk memberikan hak pilih, memberikan sosialisasi, mengakomodasi kebutuhan pemilih difabel pada saat pemilihan berlangsung. Jadi, ada tindakan nyata. Mestinya hal seperti ini yang dicontoh pemerintah dalam menerapkan program kerjanya.
Keperluan mendasar apa yang ingin diakomodasi oleh pemerintah?
Membangun fasilitas umum yang ramah untuk penyandang disabilitas dengan melibatkan masukan dari mereka. Sebab, selama ini kan pembangunan fasilitas umum terkesan mubazir. Artinya, ada fasilitas tapi tidak efektif untuk kami gunakan. Misalnya, ubin pemandu jalan bagi tuna netra. Semestinya ubin tersebut tidak berimpitan dengan fasilitas umum lain, misal tiang listrik atau pot bunga trotoar. Buatlah fasilitas yang benar-benar dapat kami gunakan.
Terkait akses pendidikan bagi difabel perlu seperti apa ke depannya?
Kami hargai adanya sekolah inklusi. Bagi kami, itu merupakan kesempatan untuk menyetarakan hak dalam pendidikan. Ketika disatukan, kaum difabel tetap bisa mengikuti. Kami harap akses sekolah difabel semakin diperluas.
Jadi pada intinya program pemerintah harus mengintegrasikan hak difabel dengan hak masyarakat umum?
Betul, kesetaraan yang kami harapkan seperti itu. Jangan anggap penyandang disabilitas sebagai beban. Ajak mereka duduk bersama untuk menyusun program yang ramah bagi kaum difabel. Oleh Dian Erika Nugraheny, ed: Muhammad Iqbal