JAKARTA — Korban pertama kasus kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS) berinisial AK (6 tahun) akhirnya mengakui kalau dirinya pernah menjadi korban sejumlah oknum guru JIS. Sebelumnya, hasil pemeriksaan terhadap AK hanya berujung pada enam tersangka yang berasal dari petugas kebersihan. "Hal ini kami dapatkan setelah ada pemeriksaan tambahan terhadap AK," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto, Rabu (18/6).
Rikwanto menerangkan, selain memberikan keterangan kepada penyidik, AK juga mendapatkan konseling dari psikolog. Dari psikolog inilah, penyidik mendapatkan keterangan tambahan bahwa AK tidak hanya dicabuli oleh petugas kebersihan, tapi juga oknum guru JIS. Berdasakan keterangan AK, penyidik bisa menyimpulkan bahwa oknum guru yang dimaksud sama dengan yang diduga melakukan pencabulan terhadap korban berinisial DS.
AK bahkan mengatakan kepada penyidik, tak hanya mendapat perlakuan kekerasan seksual di toilet Anggrek, tapi juga di satu ruangan lagi, di sekitar ruang guru. "Pada Jumat (13/6) dilakukan penggeledahan di JIS, AK dibawa juga ke sekolah untuk lihat di mana saja lokasi tempat terjadi perbuatan-perbuatan itu," ujar Rikwanto.
Ditanya mengapa AK baru mengungkapkan keterlibatan oknum guru JIS, Rikwanto menjawab, setelah dilakukan program konseling oleh psikolog, AK merasa nyaman. Setelah dilakukan konseling mendalam dan secara periodik oleh wakil dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan tim psikolog, AK pun menceritakan semua yang dialaminya. "Setelah dilakukan konseling, dirinya agak nyaman, agak tenang. Baru semuanya bisa diceritakan, dari situ munculnya," kata Rikwanto.
Pengacara AK Andi Asrun membantah anggapan ibu korban berupaya memeras JIS. Menurutnya, pendapat yang mengatakan bahwa orang tua korban yang berinisial TH melakukan gugatan perdata karena alasan uang, tidak benar. "Kami bantah pernyataan bahwa ibu korban mencari uang," ujar Andi di Mapolda Metro Jaya, Rabu (18/6). rep:c70 ed: andri saubani