Pemerintahan mendatang bakal kesulitan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
JAKARTA -Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) gagal mencapai target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan. Selama lima tahun terakhir, pemerintahan SBY menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7,0 persen.
Namun demikian, dalam pidato kenegaraan di hadapan peserta Sidang Paripurna DPD-DPR RI, Presiden menyampaikan realisasi pertumbuhan periode 2009-2013 hanya tercatat 5,9 persen. Pa da semester I 2014, ekonomi hanya bertumbuh 5,2 persen sehingga bisa dipastikan target 7,0 persen tidak akan tercapai.
Menteri Perencanaan Pemba ngunan Nasional/Kepala Bap penas Armida Salsiah Alisjahbana mengatakan, tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi 7,0 persen lantaran segudang dinamika yang menjadi penghambat.
"Dina mi ka kanbanyak sekali faktor dan di dalam perjalanannya kanselalu kalau yang direncanakan (apabila tidak tercapai) selalu kita update," ujar Armida di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (15/8).
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, fluktuasi ekonomi global turut meme ngaruhi kinerja ekonomi Indonesia. Namun, dia meyakini, dengan perbaikan ekonomi dunia secara perlahan, maka lambat laun dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi. Sementara dari sisi domestik, Hidayat me nilai, tidak ada permasalah an krusial. Akan tetapi, sejumlah regulasi diakui masih menjadi faktor pembatas.
"Belajar dari kekurangan kita kemarin untuk menanggulangi masalah ekonomi nasional, aturan dan regulasinya bisa lebih tegas, lebih ada keberpihakan, dan lebih melindungi kepentingan nasional, misalnya, melalui penggunaan produksi dalam negeri," ujar Hidayat.
Dalam pidato yang juga me rupakan pengantar Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015, Presiden SBY menjabarkan asumsi dasar ekonomi makro nasional.
Menurut SBY, pertumbuhan ekonomi 2015 diproyeksikan 5,6 persen atau sedikit lebih tinggi diban dingkan target pertumbuhan dalam RAPBN 2014, yakni 5,5 persen. Proyeksi tersebut telah mempertimbangkan faktor eksternal, yaitu perkembangan perekonomian global.
Se mentara dari sisi internal, SBY menyebutkan, reformasi struktural yang dilakukan pemerintah dilakukan untuk mendorong stabilitas makroekonomi. Kemudian untuk inflasi, diproyeksikan 4,4 persen dan nilai tukar rupiah Rp 11.900 per dolar AS. Nilai tukar rupiah diproyeksi dengan melihat langkah the Fed yang akan menaikkan suku bunga.
Adapun empat asumsi dasar ekonomi makro lainnya adalah suku bunga SPN 3 bulan 6,2 persen, harga minyak mentah 105 dolar AS/barel, lifting minyak 845 ribu barel/hari, dan lifting gas 1.248 ribu barel setara minyak. Berdasarkan asumsi dasar tersebut, secara kumulatif, Presiden menjabarkan pendapatan negara sebesar Rp 1.762,296 triliun dan belanja negara tercatat Rp 2.019,868 triliun, maka defisit anggaran 2015 Rp 257,6 triliun atau 2,32 persen terhadap PDB.
Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan, sangat sulit untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Padahal, pemerintah juga telah melaku kan perlambatan guna mem perbaiki neraca berjalan. "Saya harus katakan, dengan situasi geopolitik ini akan berpengaruh ke geoekonomi kita.
Tantangannya sangat berat, tak mudah pemerintahan ke depan mempercepat kembali proses pertumbuhan ekonomi," katanya.
Pakar ekonomi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam menerangkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester pertama 2014 mengalami perlambatan menjadi 5,2 persen.
Angka tersebut lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang 2009-2013 yang rata-rata men capai 5,9 persen per tahun.
Menurut Latif, perlambatan ekonomi kali ini terjadi karena dipengaruhi berbagai kondisi eksternal Indonesia. Salah satunya adalah karena melambatnya perekonomian Cina.
rep:Muhammad Iqbal/Ahmad Islamy Jamil/meiliani fauziah/satya festiani, ed:eh ismail